Evaluasi Fungsi Dewan Pengawas Syariah (DPS) Saat ini: Apakah Sudah Dianggap Sebagai Audit Syariah atau Sharia Compliance?

Sainah, Mahasiswa Prodi Akuntansi Syariah STEI SEBI

Milenianews.com, Mata Akademisi – Dalam lembaga keuangan syariah, tantangan utama yang harus dihadapi saat ini yaitu transparansi dan pengungkapan yang memadai terkait dengan sistem operasi dan produk keuangan syariah itu sendiri. Hal itu mengingat kita sekarang berada di era di  mana teknologi sudah berkembang pesat yang memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam mengakses berbagai hal mulai dari melakukan transaksi keuangan hingga jual beli. Akibatnya banyak sekali manipulasi kejahatan yang dilakukan. Baik yang terkait dengan laporan keuangan maupun berkaitan dengan akad dan produk-produk di lembaga keuangan syariah. Maka perlu adanya pengawasan syariah pada lembaga keuangan syariah tersebut.

Abu Me’mer, 1994; Abu Shadi, 1990; Al Kaffrawi, 1986; Al Rabeea, 1992; Daoud, 1996; Zoair, 1996; dan Garas & Pierce, 2010)  mendefinisikan “pengawasan syariah adalah proses kontrol, perbaikan dan pelengkap yang bersifat preventif, pelengkap dan peninjauan serta analisis atas semua kegiatan, produk, akad dan transaksi lembaga keuangan syariah yang dimulai sejak Lembaga Keuangan Syariah tersebut berdiri hingga seterusnya memastikan akan kepatuhan syariah dengan tujuan untuk memberikan keuntungan profit yang halal dan meningkatkan kinerja dari Lembaga Keuangan Syariah.”

Baca juga: Perkembangan Akuntansi Syariah Tahun 2023

Di setiap negara,  badan pengawas syariah memiliki nama dan wewenang yang berbeda-beda. Contohnya, di Malaysia,  badan pengawas syariah disebut dengan “Sharia Advisory Counncil” yang mempunyai wewenang bukan hanya pada kepatuhan syariah saja tetapi juga diartikan sebagai audit syariah selain itu. Di United Arab Emirates (UAE),  badan pengawas syariah disebut dengan “Sharia Supreme Councils (SSCs). Sedangkan di Indonesia,  pengawasan syariah terhadap Lembaga Keuangan Syariah disebut dengan Dewan Pengawas Syariah (Sharia Supervisory Bord). Dengan demikian menjadikan Dewan Pengawas Syariah adalah salah satu bentuk pengawasan syariah terpenting dalam lembaga keuangan syariah di Indonesia khususnya di perbankan syariah.

Dalam beberapa tahun ke belakang, banyak kasus yang terjadi di  industri perbankan syariah. Kasus tersebut berkaitan dengan kepatuhan syariah seperti yang terjadi pada kasus  “money game” yang dialami Bank NTB Syaria. Kemudian kasus korupsi kredit fiktif, kasus serangan siber ransomware pada BSI dan kasus lainnya yang terjadi di lembaga keuangan syariah.

Kasus-kasus tersebut disebabkan oleh tatakelola yang tidak efektif, kepatuhan syariah dan salah satunya yaitu peran atau fungsi dari Dewan Pengawas Syariah pada lembaga keuangan syariah:  Apakah dianggap sebagai audit syariah atau sebagai sharia compliance.

Audit syariah dan kepatuhan syariah (sharia compliance) sebagai dua aspek penting dalam industri lembaga keuangan  syariah yang memastikan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah dalam aktivitas keuangan dan bisnis. Oleh karena itu perlu dievaluasi lagi seperti apa peran dari DPS dalam lembaga keuangan syariah

Merujuk jurnal penelitian yang dilakukan oleh (Garas & Pierce, 2010) tentang Sharia Supervision Of Islamic Financial Institutions mengungkapkan mengenai peran pengawasan syariah pada lembaga keuangan syariah dimana DPS banyak didefinisikan dan dianggap sebagai audit syariah dan sharia compliance. Karena dalam temuannya DPS atau Sharia Supervisory Boards ini lebih banyak mengontrol kegiatan pada lembaga keuangan syariah baik di tingkat makro (negara) maupun mikro (institusi)  dibandingkan dengan jenis pengawasan syariah lainnya.

Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah lembaga independen yang bertugas bertanggung jawab untuk memastikan agar lembaga keuangan atau entitas bisnis dalam menjalankan operasionalnya sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, di  mana DPS ini berperan sebagai pemberi nasihat mengenai keputusan yang akan dibuat serta pengawasan terkait dengan kepatuhan syariah seperti larangan riba dalam setiap aktivitas bisnisnya.

Berdasarkan opini dari penulis: Dewan Pengawas Syariah (DPS) ini belum dianggap sebagai audit syariah karena fungsi, tujuan dan pengetahuan mereka berbeda. Dengan artian DPS ini hanya dianggap sebagai kepatuhan syariah atau sharia compliance bukan sebagai audit syariah, karena DPS hanya memberikan nasihat dan memastikan bahwa kegiatan operasionalnya harus sejalan dengan prinsip syariah sebagaimana yang tertuang dalam pedoman dan fatwa syariah.

Berbeda dengan audit syariah yaitu menilai kepatuhan syariah dari DPS itu sendiri yang dilakukan oleh auditor syariah yang profesional dan memiliki pengetahuan mendalam tentang prinsip-prinsip syariah dan paham tentang proses audit keuangan islam. Artinya auditor syariah yang independen yaitu dia yang  tidak hanya paham tentang transaksi, investasi atau lainnya yang berkaitan dengan keuangan akan tetapi harus paham juga mengenai apa saja prinsip-prinsip syariah yang berkaitan dengan akitivitas operasional di lembaga keuangan syariah.

Sebenarnya audit syariah juga tidak pas diartikan pada arti audit syariah itu sendiri. Mengapa?  Karena definisi dan proses audit syariah masih merujuk pada audit yang bersifat umum yaitu melalukan perencanaan audit sampai dengan mengkomunikasikan hasil dalam bentuk laporan audit (opini). Oleh karena itu, masih terdapat isu-isu dalam praktik audit syariah.

Baca juga : Akuntansi Syariah dalam Bisnis

Isu dalam praktik audit syariah saat ini yaitu:

1. Tidak ada regulasi khusus; beberapa kewenangan hukum mungkin belum memiliki regulasi khusus yang mengatur praktik audit syariah.

2. Tidak ada kerangka kerja, standar dan panduan; di  mana keberadaan kerangka kerja, standar dan panduan yang jelas dan terpadu untuk praktik audit syariah sangat penting untuk memastikan konsistensi, transparansi, dan akuntabilitas dalam pelaksanaan audit syariah.

3. Belum standarnya kompetensi auditor syariah; hal ini merupakan isu yang relevan karena standar kompetensi audit syariah itu penting untuk memastikan bahwa auditor syariah memiliki dan kompetensi yang memadai untuk melakukan audit syariah dengan benar.

Penulis : Sainah, Mahasiswa Prodi Akuntansi Syariah STEI SEBI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *