Milenianews.com, Mata Akademisi – Epistimologi, sebagai landasan filosof dalam memahami bagaimana pengetahuan diperoleh, dibangun,dibentuk dan divalidasi, dan juga begaimana memastikan pengetahuan yang diperoleh itu benar serta cara memahami pengetahuan tersebut. Epistimologi bukan hanya menjadi pilar utama dalam filsafat ilmu, tetapi juga memiliki dampak yang besar dalam konteks pendidikan islam. Dengan memadukan pendekatan rasional dan empiris, epistimologi memberikan kerangka berpikir yang seimbang antara nalar dan pengalaman nyata. Epistemologi tidak berhenti sebagai bagian dari teori filsafat ilmu; ia justru menjadi fondasi yang menentukan bagaimana pendidikan Islam dibangun. Ketika kita mengatakan bahwa epistemologi memadukan pendekatan rasional dan empiris, sebenarnya kita sedang menegaskan bahwa pendidikan Islam tidak cukup bersandar pada hafalan atau tradisi semata. Ia membutuhkan akal untuk mengolah pengetahuan, dan pengalaman nyata untuk memastikan bahwa pengetahuan itu benar-benar dapat diterapkan dalam kehidupan. Keseimbangan inilah yang membuat proses pendidikan tidak kering secara intelektual, tetapi juga tidak kosong secara praktik. Dalam konteks Islam, kebutuhan akan kerangka epistemologis yang kuat muncul karena pengetahuan tidak sekadar dipandang sebagai kumpulan informasi yang harus dihafal.
Baca juga: Ilmu Bebas Nilai dan Tidak Bebas Nilai dalam Fenomena Masa Kini
Ketika pendidikan hanya fokus pada penyampaian informasi, maka yang lahir hanyalah peserta didik yang hafal, tetapi tidak memahami makna. Mereka mengetahui banyak hal, tetapi tidak mampu menjelaskan mengapa hal itu benar, apa tujuannya, atau bagaimana menerapkannya. Inilah sebabnya proses belajar dalam Islam tidak berhenti pada transfer pengetahuan. Ia harus membuka wawasan, memperluas cara berpikir, dan menumbuhkan kesadaran tentang hakikat hidup. Pengetahuan dalam Islam selalu berhubungan dengan kebenaran, dengan nilai, dan dengan manfaat—sehingga tidak boleh bersifat netral atau hampa makna. Karena itu, pendidikan Islam membutuhkan landasan epistemologis yang kokoh agar proses belajar tidak hanya mengajarkan teori, tetapi juga menanamkan hikmah yang ada didalamnya.
Melalui epistimologi, pendidikan islam dapat merancang metode pembelajaran yang tidak hanya logis dan sistematis, tetapi juga mengakar pada nilai-nilai wahyu yang juga dapat membentuk karakter lebih kuat.Agar pengetahuan tidak dipandang sebagai sesuatu yang netral yaitu bukan sekedar fakta atau teori sendiri yang dibuat-buat. Misal masalah yang dihadapi dalam hal ini adalah seorang anak yang pintar secara akademik tetapi tidak memiliki sikap jujur, disiplin dan bertanggung jawab dampaknya bisa menjadikan kepintaran yang tidak memiliki akhlak dan itu sangat berbahaya disisi lain seorang anak tidak pandai dalam akademik tetapi memiliki sikap jujur, disiplin dan bertanggungjawab. Jadi integrasi antara akal dan ajaran islam dibutuhkan dalam hal ini karena sekolah tidak hanya fokus pada nilai ujian tetapi juga pada pembentukan karakter.
Keseimbangan antara akal dan pendidikan islam. Disini ilmu ini tidak diajarkan dengan mengikuti pola ilmu modern, melainkan diajarkan sejalan dengan prinsip moral yang diajarkan agama sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, memahami keadaan atau peristiwa yang benar-benar terjadi dalam kehidupan masyarakat, mampu menghadapi masalah dalam masyarakat dengan lebih bijaksana dan memperbaiki akhlak pribadi yang membuat pendidikan bukan hanya cerdas otaknya, tapi baik hatinya.
Integrasi antara akal, pengalaman empiris, dan ajaran agama menghasilkan model pendidikan yang holistik yaitu mengembangkan seluruh aspek diri manusia secara menyeluruh yang mampu menjawab kebutuhan intelektual sekaligus moral spiritual peserta didik. Dalam hal ini akal membantu untuk berpikir kritis,mengolah informasi dengan baik, menganalisis kebenaran melalui penalaran yang logis dan memahami konsep-konsep ilmiah. Kemudian pengamalan empiris memberikan kesempatan untuk membuktikan atau mempraktikkan teori dalam pengalaman yang nyata dan mengobservasi dengan baik untuk menerapkannya dalam kehidupan.
Baca juga: Sekularisme Prancis Dan Kontroversi Jilbab: Antara Netralitas, Kekuasaan, Dan Kebebasan Beragama
Ajaran agama berfungsi memberikan dasar moral, nilai akhlak, nilai kejujuran, kedisiplinan, menghargai orang lain dan bimbingan spiritual agar ilmu yang diperoleh tidak lepas dari aturan sehingga pengetahuan yang dimiliki tidak digunakan untuk hal-hal yang merusak atau menyimpang, Bersumber dari wahyu yang berupa Al-Qur’an dan Hadis, akal dan pengalaman. Oleh karena itu integrasi akal, pengalaman empiris dan ajaran agama menjadi fondasi penting dan jika digabungkan akan memberikan pengaruh atau dampak yang besar bagi peserta didik agar tidak hanya cerdas tetapi juga memiliki karakter yang baik.
Dengan demikian, epistimologi tidak hanya menjelaskan bagaimana pengetahuan dibangun, tetapi juga membentuk arah dan kualitas pendidikan islam yaitu bagaimana pendidikan harus berjalan, nilai apa yang diajarkan dan nilai apa yang harus dijaga agar pendidikan islam tidak kehilangan jati diri dan nilai-nilai dasarnya. Disini epistimologi berperan menjaga identitas pendidikan islam dan membantu pendidikan islam tetap relevan dalam perkembangan zaman modern saat ini. Jadi meskipun pendidikan islam semakin maju dan modern tetapi tidak lepas dari akar nilai yang menjadi pondasinya dan tetap relevan dengan tantangan zaman tanpa kehilangan identitas nilai yang menjadi landasannya.
Penulis: Putri Khumaidah, Mahasiswa Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta.
Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube Milenianews.













