Dimensi Siyari Dalam Shalat: Telaah Lima Aspek Batin Ibadah Menurut Perspektif Tafsir Tasawuf

Dimensi Siyari Dalam Shalat

Milenianews.com, Mata Akademisi – Sholat merupakan pusat spiritualitas dalam Islam, suatu ibadah yang memadukan hubungan vertikal (hablun minallah) dan kedisiplinan batin seorang hamba. Dalam disiplin Ulūmul Qur’ān, para ulama menjelaskan bahwa sholat memiliki dua sisi: aspek syariat yang menata rukun dan syarat, serta aspek isyārī yang membuka ruang bagi pendalaman makna batin.

Ulama seperti Ibn ‘Ajībah dalam al-Baḥr al-Madīd, al-Qusyairi dalam Lathāif al-Ishārāt, serta al-Ghazālī dalam Iḥyā’ memberi perhatian mendalam pada dimensi batin ini. Mereka memetakan perjalanan spiritual hamba ke dalam lima lapisan: sholât badani, nafsi, qalbi, rûhi, dan sirri. Model lima tingkat ini tidak hanya bersifat teoretis, tetapi menggambarkan proses bertahap dari ibadah lahiriah menuju pengalaman spiritual tertinggi, di mana seorang hamba merasakan kehadiran Allah dalam kedalaman rahasianya.

Baca juga: Triangulasi Penyelamatan: Membaca Isyarat Banjir Sumatera melalui Data, Dalil, dan Dzikir

Aspek pertama adalah sholât badani, struktur Lahiriah sebagai Fondasi yaitu sholat yang dilakukan melalui gerakan fisik, bacaan, dan aturan fikih. Menjaga pancaindra dan tidak melanggar batasan-batasan yang ada. Ia adalah level dasar yang menegaskan kepatuhan syariat. Al-Qurṭubī menekankan bahwa tidak ada spiritualitas tanpa kepatuhan hukum syariat, karena hukum adalah pagar yang menjaga kemurnian ibadah.

Pada level ini, seorang hamba menegakkan sholat dengan benar: niat, takbir, bacaan Al-Fatihah, ruku’, sujud, dan salam sesuai tuntunan. Meskipun tampak sederhana, sholât badani merupakan “wadah” yang akan menampung kedalaman batin pada tahap berikutnya. Tanpa bentuk lahiriah ini, dimensi batin tidak bisa berdiri.

Aspek kedua adalah sholât nafsi, disiplin Jiwa dan Penjinakan Nafsu yaitu sholat yang telah melibatkan proses penyucian jiwa. Ayat seperti surah Asy-Syams:9-10 menegaskan bahwa keberuntungan manusia adalah hasil penyucian diri, sedangkan kehancurannya adalah akibat mengikuti nafsu.

Dalam sholât nafsi, seorang hamba belajar untuk menahan bisikan nafsu, pikiran yang bertebaran, dan keinginan duniawi yang mengganggu fokus ibadah. Ulama tasawuf menyebutnya sebagai mujāhadah, perjuangan melawan diri sendiri. Dengan kata lain, aspek nafsi membentuk kemampuan untuk “mengosongkan ruang batin” dari gangguan dunia agar hati dapat hadir secara penuh.

Aspek ketiga adalah Sholât qalbi, Kehadiran Hati dan Kesadaran Penuh merupakan inti dari kekhusyukan, selalu merasa di awasi (muraqobah), mengosongkan hati atau segala sesuatu kecuali Allah. Hati, menurut al-Ghazālī, adalah raja dalam diri manusia; jika hati hadir, seluruh anggota tubuh akan mengikuti.Pada tahap ini, sholat tidak lagi sekadar melakukan kewajiban, tetapi menjadi pertemuan sadar antara hamba dan Allah. Setiap bacaan Al-Qur’an yang diucapkan menjadi objek tadabbur.

Ulama tafsir isyārī menjelaskan bahwa qalb (hati) adalah tempat turunnya cahaya pemahaman. Karena itu, sholât qalbi adalah fase di mana hamba mulai memahami pesan Allah dalam ayat-ayat yang dibacanya. Inilah makna firman Allah: “Dan dirikanlah sholat untuk mengingat-Ku.” (QS. Ṭāhā: 14)

Aspek keempat adalah sholât rûhi, Kelezatan Ruhani dan Kedekatan Ilahi yaitu sholat yang dilakukan dengan kesadaran ruhani (keterhubungan dengan Allah). Ruh dalam literatur tasawuf dipahami sebagai bagian halus manusia yang lebih dekat dengan fitrahnya. Pada tahap ini, seorang hamba tidak hanya merasakan kekhusyukan, tetapi mengalami ketenangan mendalam, kenikmatan ibadah, dan cahaya spiritual.

Ibn ‘Ajībah menjelaskan bahwa dalam sholat ruhani, ruh seakan “terbang” menuju Tuhannya karena kuatnya rasa rindu dan cinta. Sholat menjadi pelipur hati, bukan sekadar kewajiban yang harus dikerjakan. Seorang hamba merasa dekat dengan Allah, dan kedekatan itu memberikan kekuatan moral dalam kehidupannya.

Aspek kelima ini merupakan tahap tertinggi yakni sholât sirri, Puncak Batin dalam Ruang Rahasia dengan Allah, yaitu ibadah yang dilakukan dengan bagian batin terdalam, yang disebut sirr (rahasia). Sirr adalah pusat paling halus dalam diri manusia, tempat cahaya Ilahi memancar. Ulama seperti al-Qusyairī menggambarkan maqam ini sebagai musyāhadah, seolah hamba “melihat” Allah dengan mata hatinya, atau minimal merasakan kehadiran-Nya secara total.

Sholât sirri bukan lagi sekadar ibadah lima menit atau sepuluh menit, tetapi seluruh hidupnya berubah seperti orang yang sedang terus-menerus sholat dalam kesadaran batin. Inilah level yang juga disebut dalam hadits Jibril sebagai maqam ihsan: “Engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya.”

Baca juga: Pengembangan Fiqh Sosial: Ijtihad Tathbiqi K.H. Sahal Mahfudh dalam Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat melalui Pengelolaan Zakat Produktif

Pada tahap ini, seluruh dimensi batin: jiwa, hati, ruh, dan sirr, bersatu dalam keheningan spiritual yang dalam, di mana hamba merasakan dialog batin paling intim dengan Tuhannya. Lima aspek isyārī sholat merupakan peta perjalanan spiritual seorang hamba dari zahir menuju batin, dari syariat menuju hakikat.

Sholât badani adalah fondasi gerak syariat; sholât nafsi menyucikan jiwa; sholât qalbi menghadirkan hati; sholât rûhi menumbuhkan kelezatan spiritual; dan sholât sirri adalah puncak penyaksian batin. Dalam perspektif Ulūmul Qur’ān dan tafsir, kelima aspek ini menggambarkan tujuan luhur sholat: menghubungkan manusia dengan Allah secara holistik. Ibadah tidak hanya berhenti pada rukun yang sah, tetapi bergerak menuju kedalaman makna yang mengubah karakter, akhlak, dan perjalanan hidup seseorang.

Penulis: Ainun Mudiah, Mahasiswa Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta.

Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube Milenianews.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *