Dimensi Rahmat Allah dalam Sistem Alam: Telaah atas Penafsiran Ar-Raḥīm dalam Al-Jawāhir

Rahmat Allah

Milenianews.com, Mata Akademisi – Asmaul Husna merupakan rangkaian nama-nama Allah yang mengandung kesempurnaan sifat dan keindahan makna. Di antara 99 Asma Allah tersebut, setiap nama memiliki dimensi spiritual dan makna teologis yang dalam, sekaligus menghadirkan tanda-tanda keagungan-Nya pada ciptaan. Salah satu Asma yang menjadi fokus kajian ini adalah Ar-Raḥīm, yang secara umum diartikan sebagai “Maha Penyayang”. Namun, makna Ar-Raḥīm tidak hanya sekadar menunjuk pada kasih sayang yang bersifat lembut, tetapi juga mencakup bentuk kelembutan Allah yang tertanam dalam struktur alam semesta dan sistem kehidupan.

Baca juga: Maqāshid Di Era Digital: Kerangka Tafsir Hidup Yusuf al-Qaradawi

Tanṭhawi Jauhari, melalui karyanya Al-Jawāhir fi Tafsīr al-Qur’ān, menawarkan pendekatan tafsir yang unik, yakni memadukan antara teologi, filsafat, ilmu pengetahuan, dan fenomena kosmologis. Penafsirannya terhadap Ar-Raḥīm menjadi contoh bagaimana ia memandang tanda-tanda rahmat Allah bukan hanya dalam teks, tetapi juga dalam hukum-hukum alam, organisme hidup, dan keajaiban biologis yang tampak remeh bagi sebagian manusia, namun sesungguhnya mengandung hikmah besar.

Tulisan ini bertujuan menguraikan pemaknaan Ar-Raḥīm menurut Tanṭhawi Jauhari serta menjelaskan contoh-contoh ilmiah yang ia gunakan untuk menggambarkan keluasan rahmat Allah dalam ciptaan-Nya.

Dalam Al-Jawāhir, Tanṭhawi Jauhari tidak berhenti pada penjelasan linguistik Ar-Raḥīm sebagai “Maha Penyayang”. Ia memperluas maknanya menjadi “kenikmatan yang sifatnya lembut”, yaitu karunia-karunia kecil yang diberikan Allah, namun memiliki efek besar dalam keberlangsungan hidup manusia dan makhluk lainnya.

Salah satu contoh yang dikemukakan Tanṭhawi ialah warna hitam pada pupil mata manusia. Sekilas, warna hitam tersebut tampak tidak memiliki nilai khusus. Namun, ketika ditelaah secara ilmiah, warna hitam pupil ternyata memiliki fungsi penting dalam proses penglihatan, yaitu menyerap cahaya agar tidak memantul kembali sehingga penglihatan menjadi jelas dan tidak silau. Fenomena kecil seperti ini, menurut Tanṭhawi, adalah bagian dari kelembutan rahmat Allah yang sering tidak disadari manusia.

Selain itu, Tanṭhawi juga menyinggung penciptaan bulu mata sebagai bentuk lain dari Ar-Raḥīm. Bulu mata berfungsi melindungi mata dari debu, kotoran, dan cahaya berlebih, sehingga menjaga organ yang sangat vital tersebut dari kerusakan. Detail-detail biologis seperti ini menunjukkan bagaimana Allah menempatkan rahmat-Nya dalam struktur tubuh manusia melalui mekanisme yang halus dan penuh hikmah.

Tanṭhawi tidak membatasi penguraian rahmat Allah hanya pada manusia. Ia juga mencontohkan hewan seperti axolotl (dalam teks Arab disebut exelukub), yang memiliki kemampuan regenerasi dan insting perawatan diri yang menakjubkan. Menurutnya, kemampuan tersebut merupakan bentuk rahmat yang Allah tanamkan dalam makhluk hidup, sebagai bagian dari sistem kehidupan yang penuh kearifan.

Melalui contoh-contoh tersebut, Tanṭhawi berusaha menunjukkan bahwa Ar-Raḥīm terwujud dalam seluruh aspek alam, mulai dari sel-sel organisme hingga pergerakan benda-benda langit. Rahmat Allah, dalam pandangannya, bukan hanya konsep abstrak, tetapi hadir nyata dalam hukum-hukum alam yang memungkinkan kehidupan bertahan, berkembang, dan mengenali Sang Pencipta.

Baca juga: Tafsir Bil ma’tsur dalam menghadapi trend FOMO ( Tiger Parenting)

Pemaknaan Ar-Raḥīm oleh Tanṭhawi Jauhari dalam Al-Jawāhir menunjukkan bahwa konsep rahmat Allah jauh melampaui pengertian umum yang terbatas pada kelembutan dan kasih sayang antarmanusia. Rahmat tersebut terwujud dalam sistem alam semesta yang tersusun rapi, dalam detail biologis yang halus, serta dalam mekanisme kehidupan yang terus berlangsung tanpa henti. Dari hitamnya pupil hingga keberadaan bulu mata, dari perilaku hewan hingga gerak kosmik, semuanya menjadi manifestasi Ar-Raḥīm yang memungkinkan makhluk hidup mengalami nikmat, perlindungan, serta kelangsungan hidup.

Dengan memahami Ar-Raḥīm dari perspektif ilmiah-kosmologis seperti yang dipaparkan Tanṭhawi, manusia diharapkan dapat semakin menyadari betapa luasnya rahmat Allah, sehingga menumbuhkan rasa syukur dan pengenalan yang lebih mendalam kepada Tuhannya. Pendekatan ini mengajak manusia untuk membaca ayat-ayat Allah, baik yang tertulis dalam al-Qur’an maupun yang terbentang dalam alam semesta.

Penulis: Warda Zahira Imania, Mahasiswa Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta.

Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube Milenianews.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *