Dasar-dasar Ushul Fiqih dan Sumber Hukum

Milenianews.com, Mata Akademisi– Sebagaimana ilmu keagamaan lain dalam Islam, ilmu ushul fiqih tumbuh dan berkembang dengan tetap berpijak pada Al-Quran dan Sunnah. Ushul fiqih tidak timbul dengan sendirinya, tetapi benih-benihnya sudah ada sejak zaman Rasulullah dan sahabat. Masalah utama yang menjadi bagian ushul fiqih, seperti ijtihad, qiyas, sudah ada pada zaman Rasulullah dan sahabat.

Seorang ahli fiqh membahas tentang bagaimana seorang mukallaf melaksanakan shalat, puasa, menunaikan haji dan lain-lain yang berkaitan dengan fiqih ibadah mahdhah; bagaimana melaksanakan kewajiban-kewajiban rumah tangganya, apa yang harus dilakukan terhadap harta anggota keluarga yang meninggal dunia dan sebagainya, yang menjadi objek pembahasan Al-Ahwal al-Syakhsiyah (Hukum Keluarga).

Mereka juga membahas bagaimana cara melakukan muamalah dalam arti sempit (Hukum Perdata), seperti jual beli, sewa-menyewa, patungan, dan lain sebagainya. Maksiat apa saja yang dilarang serta sanksinya apabila larangan itu dilanggar, atau bila kewajiban tidak dilaksanakan oleh seorang mukallaf dan lain-lain pembahasan yang berkaitan dengan Figh Jayah (Hukum Pidana Islam). Ke lembaga mana saja seorang mukallaf bisa mengadukan masalahnya apabila dia merasa dirugikan dan atau diperlakukan secara tidak adil, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan Am al-Qadha (Hukum Acara). Bagaimana perbuatan mukallaf di dalam melakukan hubungan hukum dengan masyarakatnya, lembaga-lembaga yang ada di dalam masyarakatnya, dengan pemimpinnya dan lain-lainnya yang berhubungan dengan Fiqh Siyasah.

Pokok pembahasan di atas hanya merupakan garis besar gambaran betapa luasnya objek pembahasan ilmu fiqh itu. Itu semua dibahas oleh para fuqaha dalam kitab-kitab fiqh yang jumlahnya sangat banyak.

Pengertian Ushul Fiqih

Ushul fiqih adalah metode atau cara menggali hukum dari Al-Qur’an dan Al-Hadis serta sumber-sumber hukum yang lain yang menjadi perpanjangan tangan dari keduanya.

Ushul fiqih ini menjelaskan tentang panduan menggali kandungan hukum dari Al-Qur’an dan Al-Hadis baik karena ada pertanyaan (istifta) atau tanpa ada pertanyaan, tetapi sebagai penjelasan terhadap nash-nash. Karena yang menjadi sumber hukum adalah Al-Qur’an dan Al-Hadis, maka materi ushul fiqih terfokus membahas daftar sumber hukum dan cara menggali hukum dari sumber hukum tersebut.

Hubungan Ushul Fiqih dengan Fiqih Muamalah

Substansi Fiqih Muamalah dalam disiplin ilmu ekonomi syariah dalam mengkaji dan menyelesaikan permasalahan ekonomi menurut syariah. Ekonomi syariah itu terdiri dari dua bagian besar, yaitu bagian ekonomi dan fiqih muamalah.

Bagian ekonomi, yakni kajian perilaku pelaku ekonomi berdasarkan rambu-rambu dalam fiqih muamalah. Misalnya perilaku konsumen, perilaku produsen dan analisis risiko.

Kajian tentang bagian ekonomi ini telah dikaji secara luas oleh para ulama salaf sebagaimana dijelaskan dalam kitab-kitab turats seperti al-Kharraj karya Abu Yusuf, dan ash-Shina’ah karya Imam Ghazali.

Sedangkan bagian fiqih muamalah, yakni ketentuan-ketentuan Islam terkait masalah ekonomi, baik berbentuk prinsip-prinsip ekonomi syariah atau ketentuan hukum dalam praktik berekonomi, seperti prinsip-prinsip bisnis syariah, batasan syariah terkait konsumsi dan distribusi, ketentuan hukum terkait bisnis online.

Unsur-Unsur Penting dalam Ushul Fiqih

Unsur-unsur penting dalam ushul fiqih adalah sebagai berikut:

  • Mujtahid sebagai pelaku/subjek ijtihad yaitu setiap orang memiliki kompetensi ijtihad.
  • Sumber hukum sebagai acuan dan rujukan, yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadis.
  • Alat ijtihad sebagai metode istinbath yaitu kaidah-kaidah dibuat oleh para ahli ilmu ushul sebagai panduan untuk menggali hukum dari nash atau menetapkan hukum berdasarkan nash tersebut.
  • Maqashid syariah sebagai target ijtihad. Walaupun maqashid syariah bukan sebagai perangkat ijtihad, tetapi keberadaannya sebagai target hukum menjadi penting agar setiap fatwa dan ijtihad itu tepat sesuai maksud dan keinginan Allah SWT.

Sumber Hukum Asasi

Sudah menjadi konsensus bahwa sumber hukum itu ada dua, yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadis. Maka setiap hukum harus mempunyai rujukan Al-Qur’an atau Al-Hadis baik secara langsung ataupun tidak langsung.

Karakteristik dan Kandungan Al-Qur’an:

  • Al-Qur’an adalah perkataan Allah SWT. Dalam Al-Qur’an, Allah menyampaikan aturan dan pedoman bagi kehidupan manusia.
  • Al-Qur’an diriwayatkan secara mutawatir. Maksudnya Al- Qur’an bersumber dari Allah itu bersifat pasti dan tidak ada keraguan.
  • Berbahasa Arab. Karena bahasa Arab memiliki kelebihan dari bahasa-bahasa yang lain dari aspek balaghah dan kelengkapannya.

Karakteristik dan Ragam Al-Hadis:

Adapun hadis adalah setiap perkataan, perbuatan atau ketetapan (taqrir) yang bersumber dari Rasulullah SAW.  Dari aspek jenis hadis yang bersumber dari Rasulullah SAW, hadis itu terbagi tiga, yaitu:

  • Perkataan Rasul, yaitu setiap ucapan Rasulullah SAW . dalam peristiwa dan kesempatan tertentu.
  • Perbuatan Rasul, yaitu setiap perbuatan Rasulullah SAW dalam peristiwa dan kesempatan tertentu. Seperti Rasulullah mencontohkan tata cara shalat lima waktu dan rangkaian ibadah haji.
  • Ketetapan Rasul, yaitu setiap ketetapan Rasulullah SAW dalam peristiwa tertentu, dengan cara Rasulullah SAW tidak mengomentari (diam) kejadian tertentu yang terjadi di hadapan Rasulullah atau kejadian yang diketahuinya. Seperti ketetapan Rasulullah SAW  tentang cara putusan (qadha) Sahabat Muadz bin Jabal di Yaman.

Dari aspek sanad, hadis itu terbagi dua, yaitu:

  • Sunnah mutawatir, yaitu setiap hadis yang diriwayatkan oleh perawi dalam jumlah yang — menurut kebiasaan — tidak memungkinkan untuk berdusta.
  • Khabar ahad, yaitu setiap hadis yang diriwayatkan oleh perawi dalam jumlah yang terbatas — satu orang perawi atau lebih — di tiga masa setelah Rasulullah. Mayoritas hadis itu diriwayatkan secara ahad.  Menurut mayoritas ulama, status khabar ahad itu bersifat tidak pasti bersumber/diucapkan oleh Rasulullah SAW (dzanniyu tsubut).

Ushul fiqih ini menjelaskan tentang panduan menggali kandungan hukum dari Al-Qur’an dan Al-Hadis baik karena ada pertanyaan (istifta) atau tanpa ada pertanyaan, tetapi sebagai penjelasan terhadap nash-nash. Karena yang menjadi sumber hukum adalah Al-Qur’an dan Al-Hadis, maka ushul fikih terfokus membahas daftar sumber hukum dan cara menggali hukum dari sumber hukum tersebut.

Penulis: Jundi Zuhru Syahid, Mahasiswa STEI SEBI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *