Analisis Kasus Inara Rusli dan Insanul Fahmi melalui Perspektif Teori Atribusi

Teori Atribusi

Milenianews.com, Mata Akademisi – Komunikasi antarpribadi kerapkali dipengaruhi oleh bagaimana individu memahami perilaku orang lain melalui proses atribusi.. Menurut teori atribusi, manusia secara naluriah mencoba menjelaskan tindakan atau kejadian dengan mengacu pada faktor internal (seperti karakter, niat, atau kepribadian seseorang) atau faktor eksternal (seperti situasi, kondisi lingkungan, atau pengaruh orang lain). Proses atribusi menjadi sangat penting sekaligus rawan bias di era digital, di mana informasi tersebar dengan cepat dan seringkali tanpa verifikasi.

Kasus Inara Rusli dan Insanul Fahmi yang menjadi viral di media sosial menunjukkan bagaimana teori atribusi membentuk opini publik dan bagaimana kesalahan atribusi dapat memiliki efek sosial dan psikologis yang signifikan. Masyarakat digital cenderung langsung membuat penilaian berdasarkan atribut internal ketika klip video yang terkait dengan Inara muncul, tanpa mempertimbangkan konteks situasi yang lebih kompleks. Padahal, fenomena “error attribution fundamental bias” berasal dari proses atribusi yang terburu-buru dan tidak tepat.

Baca juga: Konsep dan Model komunikasi Carl Hovland

Menurut teori atribusi awal yang dikembangkan oleh Heider dan kemudian diperluas oleh Kelley, ketika seseorang melihat perilaku orang lain, mereka mencoba menentukan apakah perilaku tersebut disebabkan oleh disposisi internal (kepribadian, niat, atau karakter) atau situasi eksternal (tekanan lingkungan, faktor situasi, atau pengaruh pihak lain). Dalam kasus Inara Rusli, video yang tersebar luas secara luas dikaitkan dengan sifat internal, seperti menilai karakter dan moralitas Inara sebagai penyebab perilaku yang dianggap kontroversial.

Namun, bias fundamental attribution error menunjukkan bahwa orang cenderung lebih sering dan lebih mudah menyalahkan faktor internal orang lain daripada faktor eksternal. Namun, faktor situasi sangat mungkin merupakan penyebab sebenarnya dari kesalahan ini. Dalam dunia maya, bias ini diperparah oleh tekanan sosial dan kecenderungan untuk reaksi instan tanpa memberikan klarifikasi penuh atau bukti kebenaran. Dengan kata lain, masyarakat bertindak secara impulsif ketika mereka menilai seseorang hanya berdasarkan fragmen informasi tanpa mempertimbangkan alasan penuh dari peristiwa tersebut.

Kasus Inara Rusli menunjukkan bagaimana opini publik dibentuk dengan cepat oleh media sosial tanpa ruang untuk klarifikasi atau penyelesaian fakta. Pada awalnya, masyarakat dengan cepat mengaitkan Inara dengan internal, seolah-olah video yang tersebar tanpa konteks menunjukkan ketidakjujuran atau kesalahan moral. Tidak hanya spontan, reaksi ini bernada menghukum yang berlebihan.

Kemudian muncul fakta bahwa Inara tidak tahu bahwa Insanul Fahmi tidak lajang seperti yang dia pikirkan. Ini menunjukkan bahwa ada unsur ketidaktahuan dan ketidakjujuran dari pihak lain, yang merupakan faktor eksternal yang signifikan. Informasi ini mengubah fokus dari atribusi internal ke eksternal, menunjukkan bahwa perilaku dan keputusan Inara ternyata sangat dipengaruhi oleh kondisi situasi yang salah paham dan manipulasi informasi.

Sayangnya, klarifikasi ini datang terlambat di tengah gelombang kritik dan hujatan yang telah merusak reputasi dan psikologis Inara secara mendalam. Kasus ini menunjukkan bagaimana kekuasaan atribusi dalam membentuk opini dapat menyebabkan ketidakadilan sosial, terutama ketika didukung oleh lingkungan media sosial yang dapat menyebabkan tekanan mental dan stigma.

Subjek utama dalam analisis ini adalah masyarakat atau publik sebagai pengamat dan pemberi penilaian melalui proses atribusi. Secara teori, publik melakukan atribusi perilaku untuk mempertanggungjawabkan tindakan yang mereka lihat, tetapi proses ini gagal karena informasi parsial dan adanya bias persepsi.

Kesalahan atribusi internal yang dominan dalam kasus Inara disebabkan oleh kurangnya informasi yang lengkap kepada publik dan kecenderungan untuk mengabaikan faktor eksternal yang sangat penting. Setelah fakta bahwa ada ketidakjujuran dari pihak lain dan situasi yang Inara tidak ketahui sepenuhnya akhirnya terungkap, komponen eksternal seharusnya menjadi elemen utama dalam memahami peristiwa tersebut.

Kesalahan atribusi memiliki efek sosial dan psikologis yang nyata selain hanya masalah analisis komunikasi. Korban atribusi internal yang salah, seperti Inara, menghadapi stigma sosial, tekanan psikologis, dan kemungkinan isolasi sosial. Efek ini diperbesar oleh media sosial karena menjadi viral. Ini membuat orang lebih rentan terhadap reaksi publik yang tidak proporsional.

Dalam hal etika dan komunikasi antarpribadi, penting untuk menanamkan prinsip kehati-hatian saat menilai dan menyebarkan informasi, terutama dalam situasi yang belum jelas. Hal ini termasuk mempraktikan literasi digital, di mana orang-orang tidak hanya dapat menerima informasi pasif tetapi juga dapat berpikir kritis tentang apa yang disebarluaskan.

Menurut saya, kasus Inara Rusli sebenarnya memberi kita banyak pelajaran tentang tanggung jawab sosial publik dalam proses pengambilan keputusan. Proses atribusi harus dilakukan dengan lebih hati-hati dan mengingat keterbatasan informasi. Karena reputasi seseorang tidak dapat diukur hanya berdasarkan satu cerita atau informasi viral yang terpotong-potong.

Baca juga: Analisis Kendala Pembelajaran Daring Menggunakan Teori Shannon-Weaver

Agar masyarakat tidak terburu-buru melakukan tugas internal, mereka harus dibekali literasi digital dan empati sosial. Selain itu, sebelum masyarakat merespons secara luas, platform digital dan media sosial juga harus mengadopsi strategi yang mendorong verifikasi dan klarifikasi. Dalam konteks etika komunikasi, atribut yang terburu-buru bertentangan dengan prinsip keadilan dan kehati-hatian, yang seharusnya melandasi cara kita menilai perilaku orang lain.

Dari sudut pandang teori atribusi, kasus Inara Rusli dan Insanul Fahmi menunjukkan dinamika yang menarik tentang bagaimana masyarakat di era digital sering terjebak pada atribusi internal yang salah, sementara elemen eksternal yang sebenarnya lebih penting seringkali terabaikan. Kesalahan ini tidak hanya merugikan individu secara personal tapi juga menimbulkan distorsi sosial. Oleh karena itu, pemahaman atribusi yang lebih dalam dan reflektif dapat menjadi kunci bagi masyarakat agar lebih bijak menyikapi isu-isu sosial yang kompleks di masa depan.

Penulis: Nurul Hidayah Yusup, Mahasiswa Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta.

Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube Milenianews.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *