Milenianews.com – Manila kota yang relatif dekat dengan Jakarta, bertetangga tapi terasa jauh dan berbeda. Rasanya tidak seperti Bangkok atau Kuala Lumpur yang lebih terasa sebagai kota sahabat dan akrab. Manila adalah kota besar negara berkembang, kota metropolitan dengan penduduk lebih dari 14 juta jiwa, permukiman padat di antara gedung tinggi, lalu lintas hiruk-pikuk serta atmosfer perkotaan yang dinamis—mirip Jakarta.
Di sisi lain, Manila mewarisi jajahan Spanyol dan Amerika Serikat, bukan Belanda atau Inggris, maka terasa ada budaya bule Hispanik di kota ini. Benteng batu, gereja megah serta arsitektur kolonial Spanyol yang digabung gaya western Amerika membuatnya berbeda dengan Jakarta. Kelebihan lainnya, penduduknya sudah terbiasa menggunakan bahasa Inggris, tentu dengan sentuhan Filipina.
Sebagai kota pusat perdagangan, industri, dan pariwisata, Manila terus bergerak maju dengan segala tantangannya. Ada kawasan yang modern, bersih, dan teratur, mirip segitiga emas Jakarta, yaitu kawasan Bonifacio Global City dan Makati, dengan penataan ruang publik yang terasa ramah. Ditambah kultur masyarakatnya yang memang terbuka, hangat, penuh kekeluargaan, dengan musik serta kuliner sebagai bagian dari keseharian. Adobo, lechon, dan sinigang adalah kuliner yang unik dan bisa memberikan pengalaman baru yang berbeda. Manila punya pesona tersendiri.
Baca juga: Dili, Ibu Kota Timor Leste yang Tenang dan Penuh Jejak Sejarah
Kota Tua Intramuros
Manila Central Post Office adalah salah satu tujuan wisata populer di Manila, merupakan ikon bangunan bersejarah di pusat kota. Gedung ini masih melayani pos nasional sejak zaman kolonial sampai saat ini dan bisa dianggap sebagai jejak perkembangan informasi serta administrasi negara. Bangunan ini dirancang dengan gaya arsitektur neoklasik dengan fasad simetris. Tampilan eksteriornya terlihat megah, formal, dan berwibawa karena kolom-kolomnya tinggi dan monumental. Saat ini keberadaannya dianggap memberikan nilai edukatif dan budaya arsitektural bagi para peminat serta penikmat sejarah kota dan negara.
Halaman depan gedung terdapat ruang terbuka publik berupa lapangan yang terhubung dengan Liwasang Bonifacio, taman kota yang memberikan elemen hijau dan menjadi titik sentral aktivitas masyarakat—sejenis Lapangan Monas. Di sisi timur gedung mengalir Sungai Pasig yang menjadi bagian lanskap alami dan koridor transportasi air kota. Jalan-jalan di sekelilingnya didesain sebagai koridor lalu lintas yang menghubungkan kawasan komersial, pemerintahan, dan kota tua. Kawasan ini terhubung dengan Intramuros, kota tua Manila yang penuh bangunan kolonial dan jejak sejarah.
Dari Central Post Office kita bisa berjalan kaki menuju Intramuros, kawasan kota tua bersejarah yang merupakan area warisan budaya penting bagi Manila. Kawasan ini adalah benteng pertahanan kolonial Spanyol yang dibangun pada abad ke-16. Dinding kokoh mengelilingi area kota pada masa itu, termasuk wilayah pemerintahan, pendidikan, dan gereja.
Arsitektur Intramuros menampilkan perpaduan gaya kolonial Spanyol dengan lingkungan tropis. Struktur bangunan didominasi batu besar yang terlihat pada bangunan gereja, benteng pertahanan, dan gerbang monumental. Tata ruang serta jalannya tersusun pola kotak tegak lurus, menghadirkan kota klasik yang teratur. Intramuros dapat dilihat sebagai identitas sejarah wilayah, tata ruang kota, dan bangunan ala Spanyol di Asia Tenggara.
Malate, Gereja tua di luar Kota Tua
Manila Bay adalah kawasan perairan teluk kota Manila yang terletak di bagian barat Pulau Luzon. Teluk ini punya garis pantai panjang yang membentang di wilayah Metropolitan Manila. Karena titiknya berhubungan dengan laut, wilayah ini menjadi area maritim dan ekonomi, memiliki pelabuhan, dan menjadi bagian penting perkembangan kota Manila sebagai pintu masuk jalur laut menuju ibu kota negara. Bentuknya yang melengkung membuat kawasan ini berkembang sebagai ruang publik, area komersial, taman, dan jalur wisata dengan fasilitas rekreasi, hotel, dan olahraga. Karena menghadap barat, Manila Bay menjadi ikon lanskap kota yang dikenal melalui panorama matahari terbenam.
Di Manila Bay, dekat pusat kota, terdapat salah satu gereja tertua di Filipina, Malate Church. Didirikan pada tahun 1588, gereja ini terletak di luar kota tua Intramuros, di arah pantai. Ini salah satu gereja awal masuknya Katolik ke Filipina, meski bukan yang tertua secara formal. San Agustin Church dianggap sebagai yang tertua karena pembangunannya selesai pada 1607, meskipun fungsi gereja parokinya sudah berlangsung sebelumnya.
Saat ini lokasi Malate Church berada di area pusat kota, kawasan komersial dan rekreasi, serta berhadapan dengan tepi pantai. Di depan gereja terdapat alun-alun terbuka yang menghadap teluk. Dahulu kawasan ini adalah luar kota, hunian bagi penduduk pribumi, nelayan, dan masyarakat pesisir yang tidak tinggal di dalam tembok kota. Gereja memang didirikan untuk pelayanan pastoral komunitas pesisir, bukan untuk birokrasi elite kolonial. Perkembangan agama di Filipina mencatat misi-misi yang mendekati masyarakat lokal dan berperan dalam fungsi sosial serta pastoral yang penting bagi masyarakat.
Adobo, semur ikonik Filipina

Rizal Park adalah taman luas di kota Manila, berbatasan dengan pusat kota Intramuros, menghadap Manila Bay, dan berada di sisi jalan utama Roxas Boulevard. Kawasan hijau strategis ini menempati ruang publik kota, menghubungkan kota tua dan pesisir. Ini taman kota terbesar di Manila, luasnya 58 hektare yang terdiri dari ruang terbuka, taman formal, dan area rekreasi. Namanya diambil dari Dr. Jose Rizal, pahlawan nasional Filipina, penulis, pemikir, dan tokoh pergerakan yang berjuang melalui gagasan serta karya tulis melawan penjajah Spanyol. Rizal dieksekusi di lokasi taman ini pada Desember 1896, menjadi tonggak perjuangan kemerdekaan Filipina. Kini taman nasional ini memiliki Monumen Rizal sebagai simbol penghormatan negara.
Di area Rizal Park, Intramuros, dan Manila Bay, saya berkenalan dengan kuliner khas Filipina. Adobo adalah masakan tradisional paling populer di Filipina, dinobatkan sebagai simbol kuliner nasional. Hidangan ini menggunakan bahan dasar daging ayam atau babi, diolah melalui proses fermentasi dan perebusan dengan kecap asin, cuka, bawang putih, daun salam, dan lada hitam. Teknik memasaknya menghasilkan rasa gurih asam yang khas. Tidak ada kecap manis seperti di Jawa. Dalam perkembangannya, ada varian yang memakai santan atau memakai bahan laut seperti ikan, udang, dan cumi.
Ada juga kuliner Manila berupa sup bening bernama sinigang. Hidangan ini memberikan sensasi asam, gurih, dan segar, berasal dari asam jawa, jeruk calamansi, tomat, atau belimbing wuluh—mirip bumbu sayur asem. Sinigang bisa memakai protein berupa ikan, udang, daging sapi (sinigang na baka), atau yang paling umum di sini, daging babi (sinigang na baboy). Sayurannya bisa kangkung, lobak, kacang panjang, terung, tomat, dan lainnya. Bila dihidangkan bersama daging rebus, rasanya mirip kuliner pindang serani di Jawa Tengah atau asem-asem daging di Kudus.
Ada suara azan di Quiapo
Menjelajah Manila tidak hanya menikmati wisata kota metropolitan, budaya, dan kuliner. Sebagai muslim, berjalan di kota Manila saya menemukan bahwa di kota yang penduduknya 80% Katolik Roma, 10% Kristen non-Katolik, dan sekitar 8% Islam, saya masih mendengar suara azan. Saat itu saya berada sekitar 300 meter dari masjid, di area Jalan Globo, Quiapo. Suara azan terdengar lembut, tidak terlalu keras, tetapi memberikan kesejukan—mengingatkan saya bahwa saya sedang di Manila. Masjid Emas Manila atau Manila Golden Mosque berdiri di kawasan Quiapo, salah satu wilayah padat dan penuh sejarah. Masjid berdiri di tengah permukiman dengan deretan rumah padat dan toko kecil.
Memang kawasan Quiapo adalah lokasi Masjid Golden, masjid terbesar di kota Manila. Menjelang malam, kubah emas masjid berkilau di antara rumah-rumah penduduk menjadi mercusuar spiritual bagi umat muslim yang minoritas. Di sekitar masjid tumbuh permukiman masyarakat muslim, komunitas dagang obat, tekstil, oleh-oleh, dan tentu saja makanan halal. Aroma kari dan asap sate tercium di udara. Saya mampir ke sebuah warung kecil bertuliskan “halal” dan dianjurkan mencoba pastil—nasi bungkus daun pisang dengan ayam suwir dan sedikit sayuran dalam kuah berbumbu kuat. Banyak penjual makanan muslim berasal dari Mindanao, pulau di selatan Filipina, meskipun mereka sudah lama bermukim di Manila.
Bangunan utama masjid berbentuk persegi dengan ornamen Arab berwarna krem keemasan. Fasad menampilkan unsur Islam dengan sentuhan lokal pada pintu dan jendela. Ventilasi berbentuk lengkung ala Timur Tengah, dengan ukiran sederhana. Bagian dalam masjid ditopang tiang kokoh sehingga ruang salat bebas kolom. Lantainya marmer polos dengan karpet hijau yang menenangkan. Kubah emas menjadi titik pandang utama, memantulkan cahaya matahari atau lampu malam hari sebagai identitas masjid.
Baca juga: Bandar Sri Begawan, Ibu Kota yang Tidur dalam Kemewahan
Binondo, Chinatown Manila

Cerita tentang Manila tidak bisa lepas dari Chinatown Manila, disebut juga Binondo—anggap seperti kawasan Glodok di Jakarta. Binondo seperti Chinatown di berbagai kota dunia: pusat komersial, kuliner, serta ruang untuk memahami budaya Tionghoa. Di kawasan ini terdapat aktivitas bisnis pertokoan eceran, pasar tradisional, perbankan, rumah makan, serta pernak-pernik lokal dan impor. Kawasan ini menjadi tempat mengamati dan menikmati perpaduan budaya Tionghoa, lokal, dan Hispanik. Hal itu tercermin dari bangunan hunian, jenis kuliner, tempat ibadah, hingga ritual budaya seperti perayaan Imlek.
Kawasan Binondo terletak di seberang Intramuros, berkembang ketika komunitas Tionghoa masuk bersama penjajah Spanyol ke Filipina dengan aktivitas perdagangan. Pemerintah kolonial kemudian mengelompokkan komunitas Tionghoa yang telah dibaptis ke kawasan yang kini menjadi Chinatown. Binondo tercatat sebagai Chinatown tertua di dunia yang masih aktif hingga saat ini, mendahului Chinatown di New York atau Singapura. Kehadirannya memiliki nilai historis, sosial, dan budaya yang penting dalam perkembangan ekonomi serta identitas multikultural kota—tidak hanya di Filipina tetapi juga di kota-kota lain di dunia.
Kontributor: Dr. Ir. Wahyu Saidi, MSc, seorang Entrepreneur, Peminat dan Penikmat Kuliner
Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube MileniaNews.













