Di Balik Gemerlap Times Square, Ada Gerobak Halal yang Menggerakkan New York

Milenianews.com – New York memang kota luar biasa, kota dengan denyut hidup tak pernah berhenti. Setiap sudut punya cerita. New York bolehlah terus diamati, dipantau, kalau memungkinkan dikunjungi, untuk belajar budaya global agar hidup kita menjadi lebih baik. New York memang kota impian dan penuh peluang—mau bekerja di perusahaan raksasa, mencari start-up dan inovasi, industri keuangan di sini pusatnya, seni dan hiburan dunia berkiblat ke sini. New York tidak hanya kota bule, ini kota dengan keberagaman budaya level ajaib.

Ada Chinatown, termasuk terbesar dan tertua; Little Italy; Harlem dengan budaya Latin; ada Queens yang serasa dunia berkumpul di satu area. Dan terpilihnya Wali Kota Zohran Mamdani, seorang imigran keturunan India, lahir di Uganda, pernah tinggal di Afrika Selatan, dan muslim, melengkapi dinamika ini menjadi indah.

Saya hadir di New York, saya sedang berkunjung ke Times Square, pusatnya New York, sekitar 25 blok dari ratusan blok yang ada. Kota yang dibagi per blok seperti irisan bolu lapis, jalannya tegak lurus utara–selatan dan timur–barat. Nah, Times Square itu sekitar dua puluh blok, kira-kira 30–50 ha.

Baca juga: Dili, Ibu Kota Timor Leste yang Tenang dan Penuh Jejak Sejarah

Di sini berkumpul tempat belanja, kuliner, hiburan yang mereknya mendunia, bahkan mendikte gaya hidup dunia. Bisa berkunjung ke M&M, Hard Rock Café, Madame Tussauds, Hershey’s Chocolate World, dan yang lainnya. Drama musikal terkenal berkumpul di sini—pernah dengar Broadway? Nah, di sini ada 40 teater. Di Times Square berkumpul juga gedung pencakar langit yang sekaligus menjadi papan iklan raksasa, yang papan iklannya adalah gedung itu sendiri, memakai lampu LED. Ingat Empire State Building? Pernah jadi gedung tertinggi dunia dan lokasi film King Kong-nya—gedung itu ada di sini.

Denyut kehidupan dengan harapan dan mimpi

burger

Saya menginjakkan kaki ke kawasan ini menjelang malam—sengaja pilih waktu ini karena ini adalah yang terbaik. Begitu keluar dari stasiun subway ke jalan raya, langsung menerima kejutan pendengaran dan penglihatan; terpesona. Ini bukan hanya tentang kemilau kota, gedung-gedung tinggi penuh cahaya.

Kalau di Jakarta, Jalan Thamrin banyak gedung tinggi juga berkilau, tapi ada yang tidak terang. Di sini gedungnya lebih padat, lebih tinggi, dan semua berkilau—sebagian jadi papan iklan LED itu. Manusia berpakaian mewah beragam mode hilir mudik dengan wajah etnik dari seluruh dunia: wajah Eropa, Afrika, Asia China, Asia Jepang, Arab—tampaknya semua hadir. Ada yang bergegas, ada yang mengagumi, mungkin juga terpukau—juga saya.

Kawasan ini memang magnet yang menarik jutaan wisatawan dari seluruh dunia. Saya berjalan melalui trotoar yang lebar; jalan rayanya sendiri tidak terlalu lebar—kalau ingin perbandingan seperti jalan dan trotoar di Jalan Melawai Raya atau Jalan Wahid Hasyim. Ada musisi jalanan dengan biolanya memainkan lagu dengan apik, pakaiannya rapi, peralatannya tidak kumuh. Melangkah ke depan ada karikaturis menggambar wajah wisatawan yang ceria; ada juga dipajang produknya—lukisan Times Square—yang bisa langsung dibeli, dibawa pulang.

Beberapa petugas berseragam mengajak, ada juga yang agak memaksa, untuk ikut wisata malam keliling kota memakai bus hip-hop. Times Square tidak hanya gedung tinggi dan lampu terang, tapi juga denyut kehidupan budaya pop dunia—kota yang menjadi panggung perjalanan hidup dengan jutaan harapan dan mimpi.

Dan saya berhenti di penjual burger halal dengan foodcart-nya, gerobak ukuran kontainer kecil. Urusan kuliner, fenomena menarik dari Times Square: di sini hadir restoran berskala besar dengan rantai internasional, sebut saja Starbucks, Hard Rock, Planet Hollywood, Red Lobster, dan lainnya. Di samping itu, di area ini hadir banyak gerobak kelas street food, banyak foodcart di trotoar.

Sepanjang berjalan keliling, saya bertemu banyak foodcart, hadir hampir di setiap persimpangan jalan. Kontainernya tampak kokoh, ada roda sehingga bisa mudah berpindah, terbuat dari baja tahan karat. Urusannya seperti banyak outlet bentuk kontainer di Cikini atau Blok M—dan di kontainer ini semua bisa dilakukan: tempat pajang, dapur, dan berjualan.

Dengan adanya kontainer ini, maka bisa membeli makanan panas menu dunia dengan harga 5 sampai 10 dolar. Jadi bagian dari budaya kuliner, sumber energi para pengunjung dan pekerja dari subuh sampai subuh lagi. Pekerja teater dan pengunjung teater lewat tengah malam tentu banyak yang mampir.

Kontainer makanan halal bagian dari budaya

foodcart halal

Diamati lebih dalam, mayoritas foodcart berjualan makanan halal. Tertulis di papan merek, tulisan halal food juga dengan tulisan Arab. Di persimpangan 47th St ada tiga kontainer, dua berjualan makanan halal. Makanya sudut jalan dipenuhi aroma bumbu Arab, karena memang dipanggang di dapur terbuka dengan menu Timur Tengah. Tersedia nasi briyani ayam atau domba, ada aneka kebab dengan daging panggang yang mengepul di gerobak.

Makanan paling populer adalah chicken over rice—terdiri dari nasi briyani berbumbu, dengan daging ayam berlimpah lalu disiram saus putih, saus bawang putih yang lezat. Ada kontainer, maka cari makanan halal di New York City bukan jadi masalah.

Tentu tidak hanya kontainer makanan halal. Di antara yang halal ada kontainer yang menjual makanan cepat saji ala Amerika. Saya lihat ada yang jual pretzel, sejenis roti panggang dengan bentuk yang khas, seperti simpul memutar. Ada yang jual burger atau hot dog—makanan Amerika banget. Roti diisi sosis panas, disajikan dengan sayuran dan mustard. Ini makanan instan Amerika banget. Penjual makanan kontainer melengkapi kehidupan di Times Square—perpaduan antara modernitas, kreativitas, dan keramaian New York.

Saya mengintip dan mengamati kontainer yang jualan makanan halal. Saya mencatat ada beberapa merek di Times Square New York ini: The Halal Guys, Royal Grill Halal Food, Halal Food Cart. Menu utama tersedia di kontainer food: selalu ada chicken over rice, sandwich dan burger, falafel, lamb gyro over rice.

Ada berbagai menu lain yang tertulis dan sebagian ada gambarnya—terbaca oleh saya French fries, extra white sauce. Kontainernya berwarna putih aluminium, pintu dari belakang, ada jendela terbuka dan etalase di depan—koki bekerja dengan bahan makanan yang dipajang terlihat jelas. Di kotak plastik ada es dengan isi soft drink kaleng, air mineral, dan jus botolan.

Di bagian depan kontainer terlihat lemari stainless berisi sayuran: tomat, kol, dan selada; ada roti pita, roti Arab yang ditumpuk masih dalam plastik; wadah daging. Menonton chef sendirian menyiapkan makanan seperti seni monolog. Dia memakai topi koki, apron, baju yang bersih, sarung tangan plastik, serta gerakan yang cekatan dan terlatih.

Antrian halal legendaris di awal 90-an

kontainer food

Foodcart kontainer halal telah menjadi fenomena unik dan ikonik di New York City, khususnya di daerah Midtown di mana Times Square bagian darinya. Sebuah kisah yang layak jadi bahan cerita dan bahan kajian—kisah luar biasa yang mengandung etos kewirausahaan, inovasi, dan tantangan sebagai imigran.

Awalnya tumbuh dari sopir taksi New York yang banyak muslim, berasal dari India, Pakistan, Maroko, Mesir, tahun 90-an. Mereka membutuhkan makanan halal, murah, mudah dijangkau kapan saja. Jam kerja sopir taksi 24 jam. Berdirilah The Halal Guys oleh tiga imigran Mesir. Awalnya hanya menjual yang mudah disiapkan: hot dog dan hamburger halal.

Penjual baru satu, maka menghasilkan antrian panjang orang dan taksi di persimpangan 53rd & 6th. Lokasi di pusat kota, banyak pelanggan yang masih mengenang antrian legendaris ini. Sopir taksi yang sudah berubah jadi pedagang hot dog ini tidak berpuas diri dan terus berinovasi, bertemu dengan kota New York—kota sejuta peluang dan kemungkinan.

Baca juga: Seoul, Si Kota Futuristik yang Tetap Muslim Friendly

Di tengah standar industri kuliner AS yang ketat, mereka tetap berinovasi: meluaskan produk, menjual nasi briyani plus daging domba atau ayam, diberi warna muslim, dibungkus dengan roti pita yang pipih itu. Ledakannya mungkin setara dengan lahirnya McD pada saat awal. The Halal Food melesat populer; lahirlah para follower, hikmahnya makanan halal jadi bagian budaya kuliner kota New York.

Para food blogger dan kritikus kuliner banyak menulis di media, memposting keajaiban pertumbuhan kuliner halal ini, selanjutnya membuat makin terkenal. Kontainer street food ini semakin meningkatkan pelayanannya, mulai dilirik media dan event organizer mainstream, mulai masuk televisi, ada juga memenangkan penghargaan kuliner level nasional. Makanan jenis ini menjadi kebutuhan harian dan jadi bagian budaya kota New York.

Karena halal food Timur Tengah, kini di New York City kita bisa menemukan foodcart, kontainer yang berjualan Kebuli Uzbekistan, Mie Bangladesh, Tacos Meksiko, Falafel Yordania, Kebab Turki, dan lainnya. Sopir taksi Mesir dan Pakistan di Times Square, kami penggemar dan pengamat makanan halal berterima kasih padamu.

Kontributor: Dr. Ir. Wahyu Saidi, MSc, seorang Entrepreneur, Peminat dan Penikmat Kuliner

Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube MileniaNews.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *