Film, News  

LSF Hadirkan Praktisi Guna Nilai Muatan Dalam Film Nasional

lsf dan praktisi film

Milenianews.com, Jakarta – Lembaga Sensor Film (LSF) periode 2020-2024 melibatkan praktisi film untuk menilik muatan perfilman nasional. Ketua Subkomisi Penyensoran di Komisi I LSF Tri Widyastuti Setyaningsih, angkat bicara terkait hal ini dalam siaran pers yang dikutip MileniaNews, Selasa (4/6) di Jakarta.

Ia mengatakan bahwa, sejumlah praktisi diundang agar internal LSF yang terdiri atas 17 orang anggota dan 34 tenaga penyensoran bisa menilai film bukan dari perspektif yang sempit atau istilahnya ‘kacamata kuda’. Hal tersebut dilakukan seperti pada diskusi tahun 2023 lalu yang bertemakan ‘Perempuan di Balik Film Horor’, ‘Melihat dan Memahami Tayangan Visual dari Perspektif Anak’, dan ‘Menyelami Over The Top (OTT)’.

Baca juga: Disney Umumkan Sedang Proses Buat Dua Film Baru Pirates of The Caribbean 6

“Tahun 2023, kami mengundang para sutradara dan produser film untuk berdiskusi. Kami menanyakan misalnya, kenapa bikin film horor? Kenapa bukan film komedi? Apa rumusan dan kemasannya?,” kata Widyastuti.

Ia mengatakan pada Pasal 6 Undang-Undang Perfilman secara tegas melarang film yang menjadi unsur pokok kegiatan perfilman dan usaha perfilman. Khususnya yang mengandung beberapa unsur, seperti mendorong khalayak umum melakukan kekerasan dan perjudian serta penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.

Selain itu, film yang menonjolkan pornografi, memprovokasi terjadinya pertentangan antarkelompok, antar ras, dan/atau antargolongan. Selanjutnya, menistakan, melecehkan, dan/atau menodai nilai-nilai agama, serta mendorong khalayak umum melakukan tindakan melawan hukum dan merendahkan harkat dan martabat manusia.

LSF tekankan esensi sensor untuk majukan Industri Film Nasional

Namun UU Perfilman juga mendorong pelaksanaan pedoman dan kriteria sensor tersebut dengan prinsip dialogis antara LSF dengan pemilik dari film dan iklan yang disensor (dalam Undang-Undang Perfilman (UU Nomor 33 Tahun 2009 Pasal 60 ayat 2). Serta, adanya penilaian objektif dan independen agar sensor dapat memajukan industri perfilman nasional.

Film “Vina: Sebelum 7 Hari” (2024) sudah lulus sensor berdasarkan klasifikasi tontonan usia 17 tahun ke atas.

Baca juga: Film “Catatan Harian Menantu Sinting” Rilis Trailer Resminya

Karena berdasarkan penilaian objektif dan independen oleh LSF, adegan dialog pada film itu cocok untuk kalangan 17 tahun ke atas. Dan kalau ada muatan kekerasan dan pornografi, itu disajikan secara proporsional (tidak ditampilkan secara gamblang).

Ketua LSF Rommy Fibry Hardiyanto mengatakan adegan tersebut bisa menjadi masalah. Hal tersebut jika film tersebut diloloskan dengan klasifikasi tontonan semua umur (SU) sehingga anak-anak bisa ikut menonton.

“Tapi karena adegan yang ada dengan proporsi adegan yang ada, maka alasan mengklasifikasikan 17 tahun ke atas,” pungkas Rommy.

Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube Milenianews.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *