Oleh : Ulfa Hidayatun Nisa’
Milenianews.com – Malam yang sunyi ditemani bisikan angin kutulis mimpi-mimpi, harapan dan impian besar disebuah lembaran diary Areas. Sejenak aku terdiam memandang bintang di langit atas, mengukir senyuman dengan kedipan penuh semangat. Memori hidup tentang perjuangan, suka duka dan tangis menjadi sejarah tersendiri sebagai bekal menuju masa depan.
Namaku Ulfa Hidayatun Nisa, nama indah pilihan bapak dengan sepucuk harapan doa. Aku anak terakhir dari tiga bersaudara, kedua kakakku perempuan.Kakak pertamaku bernama Isti Bahati lahir tahun 1992 dan Kakak keduaku bernama Siti Aisyah lahir tahun 1997. Ayahku perantau di Jakarta. ia bekerja sebagai penjual nasi goreng keliling. Ayah adalah seorang yang pemaaf, bijak, dan pengalah. Saya selalu ingat akan pesan bapak “menjadi orang yang qona’ah dan bersyukur atas karunia yang telah Allah berikan”. Ibuku seorang ibu rumah tangga, ia adalah wanita terhebat didunia, lembut, tegar, dan kuat.
Tanda kecintaan Allah kepada hambanya yaitu dengan mengujinya. Awal Mimpiku dimulai ketika aku duduk dibangku Madrasah Ibtidaiyah tahun 2010. Saat itu, kondisi ekonomi keluarga sangat terpuruk usaha bapak bangkrut dan harus ditutup. Kondisi yang seperti ini membuat ibuku mau tidak mau berhutang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan sekolah. Tidak hanya sampai di situ, ibuku sempat menjual tanah warisan dari kakek. Sejak peristiwa itu aku sering melihat bapak melamun bahkan ibu dan bapak sering bertengkar. Seringkali aku menangis saat terbayang pertengkaran mereka tanpa sadar saat menjelang tidur air mataku tumpah membasahi bantal.
Beberapa hari setelah pertengkaran itu bapak memutuskan untuk merantau ke Malaysia. Karena bapak tidak punya uang untuk berangkat akhirnya ibu menggadaikan kebun dibelakang. Sebuah kemalangan terjadi kapal yang ditumpangi bapak ternyata ilegal, Bapakku kena tipu seluruh uang bekal habis diperjalanan. Haripun berganti, saat bersyukurlah atas kebahagiaan yang aku dapatkan kelas 1 semester 1 dan 2 mendapat ranking 1 dari 31 siswa.
Hidup adalah tantangan yang harus dihadapi dan perjalanan yang harus diselesaikan. Tahun 2015 merupakan tahun bersejarah didalam hidupku. Saat itu, aku kelas 5 MI dan mbak Aisha kelas 11 SMK. Musibah besar menimpa keluargaku, bapak mengalami
kecelakaan dia tergelincir dan jatuh dari gedung lantai atas menyebabkan patah tulang kaki dan tangan. Mataku tak kuasa menahan tangis melihat perban-perban darah menempel disekujur tubuhnya wajahnya pucat, matanya tertutup, dan jarum infus tertancap ditangannya. Setiap malam bapak merintih, menjerit kesakitan, sampai berteriak minta tolong. Pada saat itu posisi ibu tidak bekerja, biaya pengobatan kesana kemari, tagihan sekolah, pinjaman ke saudara tetangga, tagihan listrik membuat ibu terlilit banyak hutang.
Pertolongan Allah itu nyata dan aku membuktikannya. Ditengah kondisi bapak sakit ada program pemerintah meluncur di Desaku yaitu PKH (Program keluarga harapan) ibu sangat senang mendapat bantuan uang tunai sebesar 200- 400 ribu setiap bulan. Meski tak besar tapi ibuku sangat bersyukur karena bisa membantu biaya sekolah, biaya pengobatan dan makan sehari-hari.
Sepulang sekolah aku bekerja di rumah pamanku membantu memilih kopi (antara yang hijau dan yang merah dipisah) dengan upah 4-5 ribu sehari. Meski tak seberapa tapi aku sangat bersyukur bisa untuk jajan dan sebagian aku tabung. Disamping itu, setiap malam ibu membuat kripik singkong sebagian dibawa ke warung dan sebagian lagi aku jual keliling di sekolah. Aku tawarkan keripik itu pada teman-teman, ada yang membeli juga tak sedikit yang mencaci maki. Tapi itu tidak membuatku menyerah karena aku yakin semakin pohon itu besar maka akan semakin besar pula angin yang menerjangnya.
Tanpa sadar waktu telah membawaku ke kelas 9 MTs puji syukur alhamdullilah Bapak sudah sembuh, dia sudah bisa berdiri, berjalan dan memulai bekerja. Semanjak
kecelakaan itu bapak tidak lagi merantau kini ia bekerja dirumah menjadi buruh tani. Mendungnya awan disambut gelapnya malam ditengah keadaan mulai normal ibu terkena diabetes melitus (gula-gula basah) dan asam lambung. Dokter juga menvonis jantung dan ginjalnya bermasalah. Sejak saat itu ibu menjadi sakit-sakitan dan kurus.
Titik awal keberhasilan adalah impian, dan kini mimpiku telah didepan mata. Selepas perpisahan dan dinyatakan lulus UN (Ujian Nasional) aku langsung berbincang dengan Bapak dan Ibu mengenai sekolahku kejenjang yang lebih tinggi. Pilihan pertama atas usulan ibu SMK N 7 Kendal sekolah negeri di Kecamatan yang jaraknya dekat dan ongkos sedikit, tapi aku menolak dengan alasan pelajaran agamanya kurang. Pilihan yang kedua MA Mambaul Hisan Gresik Jawa Timur tempat kakakku dulu tapi ibu melarang, dikarenakan jarak yang jauh dan biaya mahal. Hingga akhirnya Bapak membawaku ke Ponpes Nurul Iman dan mendaftarkan sekolah di Ma Sunan Kalijaga.
Menjelang keberangkatan aku cium tangan dan pipi ibu saat itu juga aku menangis, aku memohon ridho dan doa terbaiknya, hari jumat 12 Juli 2019 aku berangkat ke Pondok Pesantren Nurul Iman. Pandanganku fokus kebelakang memandang wajah ibu dengan lambaian tangan dan harapan doa terbaik darinya agar kelak dikemudian hari aku bisa menjadi orang yang besar dan bermanfaat bagi banyak orang.
Bahagia, semangat, sedih dan kecewa merupakan makanan sehari-hariku di Pesantren. Aku niatkan untuk menuntut ilmu dengan sebaik-baiknya dan menaati peraturan Pesantren. Banyak perubahan yang terjadi padaku bangun jam 03.20 sholat tahajud, sholat duha, hafalan, mengaji kitab kuning, piket masak nasi, sekolah, tadarus al qur’an, publik speaking, dan aku baru bisa tidur jam 21.30 WIB.
Ditengah awal semester kelas 10 untuk pertama kalinya aku dipanggil BK aku tidak tahu kesalahan apa yang aku perbuat, hatiku takut dan tanganku gemetar. Dengan gugup aku melangkah ke ruangan itu “sekarang kamu siap-siap dan pulang” ucap Bu Riki guru BK di MA Sunan Kalijaga. “Maaf, emang kenapa bu? Apa saya ada salah?” jawabku dengan gugup “ibu kamu sakit”. Sep hatiku mencelos. Ternyata sudah ada Pak Solihin (tetanggaku) diluar yang menjemputku. Disepanjang perjalanan pulang aku ucap istighfar aku sebut nama Allah berkali-kali hatiku benar- benar takut dan cemas tapi aku ingat ayat Allah yang berbunyi َاَلاِبِذۡکِرالّٰلِہَ تۡطَمِئُّن اۡلُقُلۡوُب Hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.
Sesampai dirumah Bapak langsung memelukku sambil menangis. Hatiku menjerit, tanganku gemetar, perlahan tangisku pecah melihat ibu terbaring lemah dikasur. Wajahnya pucat, matanya tertutup dan tubuhnya sangat kurus. Semua orang menagis melantunkan surah yasin dan doa untuk ibu. Saat itu, Bapak tidak punya uang sepesarpun kecuali sisa uangku 200ribu BSM (Bantuan siswa miskin) untuk membawa ibu ke rumah sakit.
Di tengah derasnya hujan aku mendapat kabar ibu kritis dan tidak sadarkan diri. Mataku tak kuasa menahan tangis seketika aku mengambil air wudhu dan sholat. Aku ucap istighfar berkali-kali aku sebut nama Allah. Dalam sujud aku terus menangis, aku berdoa kepada Allah agar ibu sembuh dan keajaiban datang. Pada saat itu, aku sendirian dirumah karna badanku yang panas. Bapak dan mbak aisha ada di rumah sakit menemani ibu.
Bapak sangat panik, dia mondar-mandir berteriak memanggil dokter sambil bercucuran airmata. Mbak aisha pun melantunkan Ayat- Ayat Allah sambil menangis dan mencium ibu. Dengan tertatih bapak menutun ibu mengucap kalimat syahadat:
اشهدان لااله الاالله واشهدان محمدالرسول الله dan tepat pukul 22.00 WIB Hari Sabtu, 28 Maret 2020 ibu dinyatakan meninggal dunia.
Dunia seakan hancur seperti bumi kehilangan mentarinya. Semenjak kepergian ibu hidupku
sangat hampa, seringkali aku melamun sampai aku sempat ingin menyerah. Tapi, aku yakin akan janji Allah dalam surah al insyiroh ayat 5-6: Seseungguhnya setiap kesulitan ada kemudahan dan sungguh setiap kesulitan pasti ada kemudahan.
Hidup adalah perjuangan yang harus di menangkan dan impian yang harus diwujudkan. Di pesantren aku perbaiki niatku untuk menuntut ilmu dengan bersungguh-sungguh, aku hafalkan hadis,tafsir, mahfudhot, kosakata bahasa arab dan Iain sebagainya. Di Sepertiga malam aku bersujud kepada Allah memohon doa agar mimpi-mimpiku di kabulkan dan di mudahkan. Barang siapa yang bersungguh-sungguh maka Allah akan memberinya jalan- jalan keajaiban yang tiada sangka.
Alhamdulillah, kemudahan demi kemudahan aku temukan di pesantren Nurul Iman mendapat juara 1 pidato bahasa arab akhiru dirosah tahun 2020, juara 1 baca kitab kuning akhirussanah tahun 2021,dan menjadi perwakilan peserta lomba menulis profil pesantren tingkat kabupaten batang tahun 2021.
Hidup adalah pilihan tanpa bisa memilih apa yang telah Allah tetapkan, tapi percayalah pilihan Allah adalah bagian paling indah. Hujan pasti reda masalah pasti selesai. Angin berhembus bukan untuk merobohkan tapi untuk menguji seberapa besar kekuatan akarnya. Jadikanlah sholat dan sabar sebagai penolongmu.
لاتخف ولاتحزت انالله معنا