Oleh : Fahma Aisyah Putri Alwa
Milenianews.com – Setiap hari kupandangi langit yang tidak selalu cerah, awan yang tidak selalu berwarna putih, merasakan sapuan angin yang tidak selalu tenang, sambil memberikan senyuman dengan kedipan-kedipan semangat. Sejenak aku mengingat bayang-bayang yang membawaku mengingat kembali susah dan senangnya hidup, perjuangan, harapan, dan kekecewaan, bahkan bagaimana cara mengikhlaskan. Di usiaku yang masih sangat muda, hidup di zaman penuh dengan musibah didalamnya membuat seakan-akan aku dipaksa untuk menjadi dewasa secara cepat, dan meninggalkan masa bahagia yang seharusnya ada pada remaja umur sebaya sepertiku.
Namaku Fahma Aisyah Putri Alwa, aku tinggal di rumah kecil sederhana di pinggiran kota secara kontrak, dan aku menjadi anak sulung di keluarga kecilku, aku mempunyai adik yang duduk di bangku sekolah dasar, namanya Juwita. Ayahku bekerja sebagai satpam di perusahaan menengah kecil, ia sudah menekuni profesi itu sejak aku lahir hingga sekarang, sedangkan ibuku hanya seorang ibu rumah tangga dengan pekerjaan sampingan sebagai pembantu dirumah tetangga, ibuku juga mencari secuil uang tambahan dari berjualan baju dan kebutuhan rumah tangga lainnya, ibu bisa dibilang sebagai wanita pekerja keras, karena dia melakukan pekerjaan apa pun untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga kecil kami.
Saat itu aku masuk ke Sekolah Madrasah dan menduduki kelas 7, hari itu aku sangat bahagia sekaligus kecewa, karena itu adalah hari pertama masuk sekolah, namun bukannya aku mendapatkan banyak teman baru, aku hanya mendapatkan cemoohan dari teman sekelas karena fisikku yang buruk. Semua percikkan kebencian selama 2 tahun lamanya aku tampung dalam diam, sambil menangis membayangkan perlakuan teman-teman disekolah. Aku menjadi korban pembullyan selama 2 tahun penuh, diejek secara verbal dan fisik tanpa memberitahu guru maupun orang tua sendiri dan pembelaan dari orang yang menjadi saksi pembullyan itu.
Seperti halnya dengan warna, warna kehidupan tidak sepenuhnya terang, bahkan terkadang bisa sangat gelap. Memasuki tahun 2020 menjadi tahun yang sangat berperan penting dalam lembaran hidupku. Tahun dimana musibah datang kepada seluruh warga tanah air, bahkan keluargaku juga terkena pengaruhnya. Ayah tiba-tiba menjadi korban PHK dikantornya, hasil penjualan ibu menurun dan gaji pekerjaan sampingannya dikurangi secara drastis. Perasaan dan pikiran penuh dengan kecemasan yang melanda dengan tiba-tiba. Orang tuaku stres memikirkan keuangan yang semakin hari semakin menipis, memikirkan bagaimana caranya membayar uang kontrakan, uang masuk sekolah, uang makan, uang listrik, uang keperluan sekolah, hutang dan bagaimana cara mengatasinya, mereka khawatir dikarenakan ayah sudah tidak bekerja, dan ibuku sudah bangkrut dengan penjualan barang-barangnya, dan uang yang didapat dalam sebulan tidak kurang dari 1 juta rupiah, sedangkan untuk bayar uang kontrakan saja sebesar 1 juta rupiah. Memikirkan sulitnya ayah dan ibuku membuatku iba namun tak bisa apa-apa, hanya bisa menangis di malam hari sambil berdoa kepada Allah agar selalu berikan rezeki kepada keluarga kecil kami. Aku selalu memohon kepada Allah di setiap sujud, berdoa sambil menangis setiap waktu, memohon kepada-Nya untuk segera memberikan jalan untuk segala musibah.
Setelah berjuang berpendidikan selama 3 tahun, aku melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, walaupun keadaan keuangan orang tuaku sangat amat tidak membaik, mereka selalu percaya padaku bahwa aku bisa sukses di dunia pendidikan, dan tidak peduli dengan masalah keuangan yang ada, mereka hanya ingin aku sekolah tinggi-tinggi bagaimanapun keadaannya. Hari itu adalah hari pengumuman seleksi, aku sangat menginginkan bisa sekolah di sekolah negeri, karena nanti ibu tidak akan membayar uang bulanan sekolahku, aku sangat yakin bisa lolos seleksi karena nilaiku yang diatas rata-rata semasa sekolah dulu. Namun takdir Allah berkata lain, aku sama sekali tidak lolos seleksi dikarenakan usiaku yang belum cukup, sehingga secara otomatis aku masuk ke sekolah swasta dekat rumah yang biayanya juga tidak murah sebesar 300 ribu rupiah setiap bulannya. Aku sedih dan kecewa membayangkan bagaimana caranya ke dua orang tuaku membayar uang sekolah yang tidak murah, namun ibu selalu bilang padaku “Cha, yang penting kamu belajarlah yang sungguh-sungguh, kamu harus bisa sarjana dan sukses kerja di masa depan, urusan biaya ibu yang urus yah, jangan khawatirkan ibu” Perkataannya membuatku sedih sekaligus yakin bahwa aku harus bekerja keras pada pendidikan yang aku tempuh sekarang, iktikad ibu membuka mataku lebar-lebar bahwa aku harus bisa sukses dimasa depan, dan mengikhlaskan bahwa memang bukan rezekiku untuk bisa lolos seleksi masuk sekolah negeri, dan berjuang mengikuti alur kehidupan yang sudah diatur oleh Allah.
Bagaikan lidah ular yang selalu keluar setiap ada mangsa yang terlihat, setelah aku menjadi siswa di sekolah swasta, banyak tetangga menilai bahwa siswa yang masuk sekolah swasta itu tidak pintar dan tidak punya kualitas, sehingga aku kembali di cemooh oleh mereka, tidak apa jika hanya aku yang terkena percikkan kebencian itu, namun ibu juga terkadang menjadi bahan omongan para tetangga karena aku masuk sekolah swasta. Aku dan keluarga hanya bisa mengikhlaskan keadaan yang sangat sulit dan rumit ini. Berpikir mengapa warna terang kehidupan tidak muncul-muncul, aku lelah dengan semua perlakuan orang di sekitar, menganggap remeh keluarga kami, keuangan yang tidak kembali stabil, dan masalah lain yang muncul di setiap harinya membuat kedua orang tuaku sering stres dan bertengkar. Aku hanya bisa menghela nafas, menangis lelah kepada Allah, memohon ampun dan meminta rezeki melimpah kepada-Nya. Aku juga sedih melihat adikku tidak cukup makan, beras dirumah selalu habis, ayahku mencari pekerjaan baru ke mana-mana, ibuku menjual barangnya kembali supaya laku, dan berbagai usaha mereka lakoni hanya untuk uang yang sangat didambakan. Aku yakin dan percaya pada Allah bahwa tidak akan selamanya aku diberikan kesusahan seperti ini, jika aku bisa merubah takdirku menjadi lebih baik maka takdir akan berubah menjadi lebih baik.
Pikiran dan hatiku tergerak secara bersamaan bahwa aku harus mengalahkan asumsi mereka tentang siswa yang bersekolah di sekolah swasta tidak berkualitas, aku menjanjikan niat kepada diri sendiri dan tidak lupa selalu melibatkan Allah dalam setiap urusanku, aku belajar dengan giat dan sungguh-sungguh, aktif pada kegiatan pembelajaran dan selalu mengembangkan minat dan potensi pada diriku sendiri, sampai dimana aku berpikir untuk memanfaatkan zaman dan teknologi saat ini, aku belajar untuk berkreasi dan mencapai segudang relasi, aku menemukan titik terang kebahagiaan dihidupku “Yaa Allah, bimbing hamba selalu ya Allah” Aku merasa bahwa zaman yang penuh penyakit ini adalah waktu untukku menunjukkan silaunya jati diriku sebenarnya. Akhirnya aku sudah menemukan dimana jati diri itu, aku sangat tertarik pada bidang ilmu bahasa terutama bahasa Inggris selama aku menduduki kelas 10, menanggapi hal itu aku dengan tekun dan giat mencapai klimaks untuk menjadi yang terbaik, melatih cakap dan tulis bahasa Inggris, tidak sampai disitu aku selalu mengikuti ajang perlombaan yang melibatkan bahasa Inggris, semua aku ikuti dari ajang bicara bahasa Inggris, sampai Olimpiade bahasa Inggris, memang tidak sepenuhnya aku menang, aku sering mendapatkan kekalahan dalam setiap ajang, namun seperti yang teman-teman lihat pada gambar saya diatas itu adalah gambar saya memenangkan kejuaraan medali perunggu pada Olimpiade Nasional Bahasa Inggris bulan lalu. Untuk mendapatkannya aku meluangkan banyak waktu bermain dan menghabiskannya untuk berlatih bahasa, dan aku bahagia ketika menjalaninya. Orang tuaku bangga dan bahagia atas diriku, dan tetangga yang sebelumnya menganggap rendah menjadi kagum. Ayah, ibu selalu mendukung prestasi apa yang aku kembangkan. Walaupun kalah itu hal yang biasa karena sukses berasal dari kegagalan awal dan kita bisa menjadi luar biasa dibandingkan dengan lawan kita sebelumnya.
Roda takdir berputar seperti yang apa Tuhan inginkan, jika kamu sungguh-sungguh ingin mengubah takdir menjadi baik, maka takdir akan menjadi lebih baik. Keluargaku selalu serius dalam berdoa, mengikhlaskan semua titik sulit dalam hidup, percaya adanya takdir baik, selalu bertawakal kepada Allah, dan bekerja keras mencari uang untuk kebutuhan kami. Tidak berjauhan dengan bulan dimana aku memenangkan ajang Olimpiade, ayah mendapatkan kembali pekerjaannya, bahkan lebih baik dari sebelumnya, perusahaan tempat ayah bekerja sebagai satpam sering memberikan makanan gratis kepada seluruh karyawannya, jadi kami tidak sering menghabiskan uang untuk makanan sehari-hari dan menggunakannya untuk menabung, dan ibu kembali mendapatkan gaji yang sebelumnya dikurangi, serta penjualan barang-barang ibu lumayan laku tahun ini.
Semua terasa bagaikan lahir kembali. Aku belajar dari pengalaman hidupku ini, bahwa titik sulit kehidupan tidak akan selalu muncul, beratnya mengikhlaskan sesuatu membuahkan berbagai momen kebahagiaan di setiap waktu, percaya dengan takdir Allah tidak semuanya buruk, jika kita mau mengubah takdir menjadi lebih baik dan berusaha mencari segenap ide baru, selalu melibatkan Allah dalam setiap urusan, niscaya momen kebahagiaan akan terukir di lembaran kehidupan.
Aku dan keluargaku sangatlah berterima kasih kepada Allah atas karunia yang kami alami sekarang, segenap usaha yang aku perjuangkan untuk menjadi seorang yang berkualitas terwujud, usaha orang tuaku mencari nafkah juga menjadi lebih baik. Aku berpesan pada teman-teman untuk jangan ragu dan berat hati mengikhlaskan sesuatu dan selalu percaya pada takdir baik Allah. Hidup adalah perjuangan yang harus dimenangkan, selalu ada tantangan yang harus dihadapi. Saat kesusahan menerpaku, saat itulah Allah mewariskan semangat, pantang menyerah, kerja keras, dan berani menjadi yang berbeda. Mengalahkan rasa takut kunci utama. Bukan kekurangan finansial yang menjerumuskan pada kegagalan, justru alasan-alasan yang harus di hindarkan.