Milenianews.com, Mata Akademisi – Memancing ikan merupakan kegiatan yang menyenangkan dan disukai oleh banyak orang. Dalam kegiatan ini, manusia sebagai subjek menangkap ikan sebagai objek menggunakan alat pancing yang terdiri dari joran, reel, benang pancing, kail, umpan, dan lain-lain. Selain mendapatkan ikan, memancing juga dapat membantu menghilangkan stres atau beban pikiran. Banyak orang, terutama laki-laki, mengisi waktunya dengan memancing di kolam pemancingan atau di laut, baik karena hobi, sekadar pengisi waktu akhir pekan, maupun alasan lainnya.
Namun, bagi kita yang ingin memancing ikan di kolam pemancingan atau memiliki usaha di bidang ini, perlu memperhatikan agar tidak melanggar syariat Islam. Lalu, apakah memancing ikan di kolam pemancingan diperbolehkan dalam syariat Islam?
Baca juga: Mengenal ZISWAF: Empat Pilar Berbagi dalam Islam
Pada dasarnya, kegiatan memancing diperbolehkan. Namun, dalam konteks memancing ikan di kolam pemancingan, hukumnya bergantung pada akad antara pemancing dengan pemilik atau pengelola kolam pemancingan. Akad yang digunakan dapat berbeda-beda, yang pada akhirnya mempengaruhi hukum boleh atau tidaknya dalam syariat Islam.
Salah satu bentuk akad yang dilarang adalah menyewa kolam pemancingan untuk mengambil ikan. Umumnya, para pemancing memancing secara berkelompok dan patungan untuk membayar sewa kolam pemancingan tersebut. Setelahnya, mereka mengambil tempat masing-masing dan mulai memancing hingga batas waktu yang telah disepakati. Setelah selesai, mereka membawa pulang ikan hasil pancingan dengan jumlah yang berbeda-beda, tergantung seberapa banyak ikan yang didapatkan. Dalam situasi ini, beberapa pemancing mungkin mengalami kerugian atau tidak mendapatkan ikan sama sekali, sementara yang lainnya mendapatkan keuntungan. Sebaliknya, pemilik kolam bisa saja mengalami kerugian jika pemancing mendapatkan ikan dengan nilai lebih tinggi dari yang mereka bayarkan di awal, atau sebaliknya.
Memancing dengan sistem ini dilarang karena penerapan sistem sewa pada kolam pemancingan dinilai tidak tepat, mengingat objek atau barang sewaan tidak boleh menjadi milik. Hal ini didasarkan pada kitab I’anatut Thalibin jilid III halaman 114 tentang ketentuan sewa, yang menyatakan bahwa tidak sah transaksi sewa-menyewa apabila seseorang menyewa kambing namun kemudian memerah susunya, menyewa kolam tetapi mengambil ikannya, atau menyewa kebun untuk memetik buahnya. Akad sewa seperti ini juga mengandung unsur gharar, karena pemancing bisa mendapatkan ikan dalam jumlah banyak, sedikit, atau bahkan tidak mendapatkan ikan sama sekali.
Ada juga sistem pemancingan lain yang hampir serupa, di mana pemancing membayar sejumlah uang kepada pengelola kolam pemancingan dengan nominal tertentu. Setelah pembayaran, pengelola kolam tersebut melepaskan sejumlah kilogram ikan ke kolam pemancingan. Kemudian, pemancing mencari tempat duduk di sudut kolam untuk memancingnya. Dalam sistem ini, hasil yang didapatkan oleh pemancing tidak dapat diprediksi. Mereka bisa mendapatkan ikan sedikit, lebih banyak dari yang dibeli, atau bahkan tidak mendapatkan ikan sama sekali, yang juga mengandung unsur ketidakjelasan dan maysir. Karena itu, praktik ini juga dilarang.
Baca juga: Gharar, Apakah itu?
Namun, tidak semua praktik memancing di kolam pemancingan dilarang dalam syariat Islam. Ada praktik yang diperbolehkan, misalnya ketika pemancing mendatangi kolam pemancingan untuk mengail ikan, kemudian hasil pancingannya ditimbang bersama pemilik kolam. Pemilik kolam kemudian menentukan harganya sesuai dengan bobot ikan yang diperoleh. Setelah itu, pemancing membayar ikan tersebut dengan harga yang telah ditentukan oleh pemilik kolam. Dalam kasus ini, akad yang digunakan diperbolehkan dalam syariat Islam karena tidak mengandung unsur gharar dan maysir.
Oleh karena itu, bagi masyarakat yang menyukai kegiatan memancing ikan di kolam pemancingan atau memiliki usaha di bidang ini, sangat penting untuk berhati-hati dalam melakukan akad-akad yang ada, dengan menjauhi larangan-larangan dalam syariat Islam seperti gharar, maysir, riba, dan lain-lain.
Penulis: Muhammad Zhilal Al Haq, Mahasiswa STEI SEBI
Profil Singkat: Mahasiswa semester 3 jurusan Hukum Ekonomi Syariah di STEI SEBI. Di dalam kampus, saya berusaha untuk mengasah skill dan keterampilan dengan mengikuti organisasi Himpunan Mahasiswa Ikatan Talaqqi Fiqih Muamalah (IKTAFI). Saya seorang mahasiswa yang disiplin, bertanggungjawab, dan bersungguh-sungguh. Target kelulusan kuliah yaitu 7 semester. Saya juga lulusan Ponpes Husnul Khatimah Kuningan, yang memiliki hafalan Al-Qur’an. Saya sangat menyukai kebersihan dan kerapihan, berinsiatif tinggi,mudah bergaul. Memiliki hobi bermain futsal dan mendengarkan musik.
Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube Milenianews.







