Milenianews.com, Jakarta – Proses Pemilu 2024 sudah dilakukan. Rakyat tinggal menunggu hasil dari perhitungan suara yang dilakukan KPU (Komisi Pemilihan Umum).
Indonesia menjadi negara dengan tingkat literasi peringkat 11 terbawah dari 81 negara di dunia. Asmariah Supriyadi, Pegiat Literasi Indonesia yang juga seorang Penyair Perempuan Indonesia (PPI) dari Yogyakarta ini, ingin pemerintahan terpilih mendatang, untuk mendukung penuh dunia literasi Indonesia.
“Alhamdulillah proses demokrasi Pemilu 2024 yang telah dijalani rakyat Indonesia berjalan dengan lancar dan sukses. Bagi kami, siapapun presidennya tetap kami dukung, terpenting support penuh dari pemerintah akan kegiatan dunia literasi di Indonesia,” ujarnya dalam keterangan tertulis, pada Jumat (1/3) di Jakarta.
Baca juga: Talkshow Infinity Sukses Berikan Literasi Keuangan Bagi Milenial dan Gen Z
Menurutnya, komunitasnya menjadi perpanjangan dari pemerintah, yang sifatnya membantu dalam mencerdaskan anak bangsa serta memberantas buta huruf dengan menjamin ketersediaan sumber bahan bacaan yang layak baca. Selain itu, gagasan Free Cargo Literacy (FCL) diserukan dan disetujui Presiden RI, Joko Widodo.
“Semoga bisa dilanjutkan oleh presiden terpilih dan sekaligus dibuatkan payung hukumnya,” pinta penyair wanita berwajah manis dan murah senyum ini yang karya puisinya telah diterbitkan lebih dari 100 buku antologi puisi bersama penyair seluruh Indonesia.
Sementara itu, dalam memperingati hari Buku Nasional, Asmariah Supriyadi mengatakan ada beberapa hal yang penting dan perlu disampaikan yakni tingginya minat baca rakyat Indonesia yang terhambat oleh akses bacaan bermutu.
“Sejak dahulu mungkin sebelum tahun 2016, telah mengundang kepedulian sekelompok masyarakat untuk membantu mengatasinya dengan cara melakukan kerja sama pengiriman buku dengan biaya seminimal mungkin, bahkan gratis jika perlu,” ucap founder sekaligus Ketua Taman Baca Temon Yogya ini.
Seperti telah dilakukan sejumlah pengusaha kargo, antara lain Aziz, Direktur Cargonesia Utama Trans yang menggratiskan pengiriman buku ke wilayah manapun, khususnya yang memiliki pelabuhan kargo di Pulau Sulawesi dan Papua.
Kemudian Keri Sui Malau yang menggratiskan pengiriman buku sepanjang jalur yang dilewati armada kargonya di Pulau Sumatera dan Jawa.
Selain itu juga, kelompok relawan penggiat literasi seperti ONE (Our Nation’s Education) yang dibantu sebuah perusahaan farmasi dengan jaringan distribusi yang luas, sampai mencapai 1001 buku serta yang melakukan pengiriman buku dengan menanggung biaya sendiri.
Baca juga: Tantangan Gerakan Literasi, Membahas Tanpa Menyentuhnya
Menerima paket buku

Mengingat, perlunya pemecahan yang relatif menyeluruh atas problem akses, agar setiap orang yang memenuhi syarat dapat mengirim dan menerima paket buku di wilayah mana pun di Indonesia.
“Maka pada tanggal 20 Mei 2017 dilakukan pengiriman pertama kali Free Cargo Literacy melalui PT. Pos Indonesia. Dimana selanjutnya akses mengirim bahan bacaan ke wilayah yang sulit dijangkau ini dibuat menjadi lebih mudah yakni setiap tanggal 17, semua orang bisa mengirim buku donasi secara gratis tanpa membayar ongkos kirim sepeser pun, dengan mengirimkannya langsung ke kantor pos pusat,” jelas Asmariyah.
Namun, lanjutnya, gerakan pengiriman buku gratis setiap tanggal 17 yang disambut gembira oleh semua lapisan masyarakat ini dan ditahbiskan sebagai “Hari Raya Pustaka”, mulai tersendat pada bulan Oktober 2018.
Hal ini dikarenakan PT. Pos Indonesia selaku pelaksana pengirim buku belum mendapat kejelasan berupa legalitas formal maupun pembagian beban pengiriman yang telah dilakukan.
Untuk merespon hal ini, maka Kemdikbud melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, pada tanggal 23 Januari 2019, menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan PT. Pos Indonesia.
Melalui PKS ini, maka urusan pendanaan dan mekanisme pembiayaan program Free Cargo Literacy menjadi tanggung jawab Kemdikbud. Pada bulan Februari 2019, mendapat kabar bahwa mekanisme pengiriman buku donasi akan mengalami perubahan dari yang biasanya dilakukan.
“Hal ini selanjutnya menjadi keprihatinan kita bersama, dengan terbitnya Surat Edaran dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa No. 0009/G/BS/2019 tentang Program Pengiriman Buku dalam Pelaksanaan Gerakan Literasi Nasional, yang diperkuat dengan Surat Edaran dari Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan No. 3381/G1/TU/2019 tanggal 2 April 2019, justru menghambat dan mempersulit akses masyarakat untuk melakukan pengiriman buku donasi,” ujarnya.
Asmariyah menjelaskan, mekanisme pengiriman buku donasi dari masyarakat yang semula mudah, kini menjadi rumit. Jika sebelumnya donatur buku dapat mengemas dan mengirim buku langsung ke kantor pos, kini mereka wajib datang ke salah satu dari 32 Satker (Satuan kerja) Kemdikbud yang telah ditunjuk untuk menerima buku donasi.
Baca juga: SD Bina Insani Belajar Literasi ke Perpustakaan dan Galeri Bumi Parawira Kota Bogor
Selanjutnya, Satker Kemdikbud lah yang akan menentukan dan mengirim ke alamat tujuan, dimana alamat tujuan itupun dibatasi hanya dalam 1 provinsi dan yang sudah terdaftar di aplikasi Donasi Buku daring Kemdikbud.
Atas perubahan mekanisme tersebut, maka “Hari Raya Pustaka” yang biasanya dirayakan secara meriah setiap tanggal 17 dengan saling berbagi buku, menjadi tak bermakna. Kini masyarakat harus kembali dihadapkan pada kesulitan akses akan bahan bacaan.
“Para donatur buku, relawan dan penggiat literasi, harus kembali mengeluarkan biaya lebih untuk melanjutkan gerakan donasi buku jika tak mau repot dengan mekanisme yang telah diatur Kemdikbud. Kita semua kembali ke titik awal sebelum gagasan Free Cargo Literacy diserukan dan disetujui Presiden RI, Joko Widodo,” tutup ibu satu anak ini.
Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube Milenianews.