Milenianews.com, Mata Akademisi– Shalawat mempunyai filosofi teologis sebagai penjaga iman dan iqrar tauhid kepada Allah subhanahu wata’ala
Dari segi menjaga aqidah, fadhilah (keutamaan) shalawat sungguh sangat esensial. Hal ini karena selain bukti maḫabbah atau cinta kita kepada Rasulullah Saw, shalawat juga bisa menjadi penyelamat pada hari kiamat kelak karena unsur filosofi teologis yang terkandung di dalamnya.
Filosofi teologis shalawat ini memiliki dua unsur pengakuan yang esensial dan mendudukkan relasi antara Allah dan Nabi secara proporsional. Pertama, mengakui Allah Subhanahu wata’ala sebagai Tuhan sekaligus mengakui Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam sebagai hamba-Nya.
Dalam shigat (redaksi) sholawat yang biasa kita lantunkan, yaitu Allahumma sholli ala sayyidina Muhammad, menunjukan kedudukan Allah subhanahu wata’ala sebagai Dzat yang Maha Pemberi dan Nabi Muhammad sebagai penerima. Betapapun tinggi derajatnya dan berstatus makhluk terbaik, Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam tetaplah hamba Allah Subhanahu wata’ala
“Jadi, membaca shalawat itu, di samping menunjukkan mahabbah (cinta) kita kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasallam dengan menyatakan beliau sebagai makhluk terbaik yang paling layak mendapat azkash shalawat dari Allah, juga menyatakan Allah sebagai (Tuhan) yang memberi.”
Penjelasan ini dilandaskan pada pandangan Sayyid Muhammad Murtadha Az-Zabidi, pengarang kitab kitab Ithafus Sadatil Muttaqin, syarah atas kitab Ihya Ulumudin, buah karya Imam Al-Ghazali.
و أن النبي و إن جلّ قدره فهو محتاج إلى رحمة الله عزّ وجل
Artinya: “Betapapun tingginya kedudukan Nabi Muhammad saw, ia tetap membutuhkan kasih sayang dan kemurahan Allah Subhanahu wata’aalaa.”
Inilah yang dimaksudkan shalawat sebagai penjaga akidah, umat muslim tetap mengagungkan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam sebagai status hamba Allah, dan tidak sampai menuhankannya.
Lain halnya dengan umat Nasrani yang sudah melakukan kesalahan fatal, yaitu menganggap Nabi Isa sebagai tuhan, sedangkan orang Yahudi yang tidak suka dengan Nabi Isa, menuduh Isa sebagai anak hasil zina. Sementara umat Nabi Muhammad saw, tetap menganggungkan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam dengan status sebagai hamba Allah Subhanahu wata’aalaa dan tidak sampai menuhankannya.
Penegasan senada juga tertuang dalam salah satu bait Qashidah Burdah karya Imam Al-Bushiri.
دَعْ مَا ادَّعَتهُ النَّصَارَى في نَبِيِّهِمُ * وَاحْكُمْ بِمَا شِئْتَ مَدْحًا فِيْهِ وَاحْتَكِمِ
“Tinggalkanlah olehmu apa-apa yang disangkakan oleh orang Nasrani terhadap nabi mereka (Isa ‘alaihissalam). Tak mengapa kamu memuji Nabi secara berlebihan, tapi tinggalkanlah tradisi yang dilakukan orang Nasrani.”
Sedalam-dalam cintanya kita menyanjung Nabi Muhammad, umat muslim tidak akan terjebak sampai mendudukkan Rasulullah setingkat dan sederajat dengan Allah Subhanahu wata’ala.
Inilah berkah shalawat. Ia tidak sekadar bukti cinta dan takzim, melainkan penjaga tauhid yang menyelamatkan kita di hari kiamat kelak.
Maka dari itu, teruslah perbanyak bershalawat kapanpun dan di manapun. Terkhusus di saat-saat sekarang ini dimana mayoritas manusia sedang masif menyekutukan Allah Subhanahu wata’ala dengan mengatakan bahwa Allah Subhanahu wata’aalaa mempunyai anak agar kita selamat dari murka Allah Subhanahu wata’aalaa.
Ucapan yang paling dimurkai Allah Subhanahu wata’aalaa di muka bumi adalah ucapan selamat natal yang bermakna bahwa Allah Subhanahu wata’aalaa mempunyai anak.
Allah Subhanahu wata’aalaa berfirman :
وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا (88) لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْئًا إِدًّا (89) تَكَادُ السَّمَوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ الْأَرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا (90) أَنْ دَعَوْا لِلرَّحْمَنِ وَلَدًا (91) وَمَا يَنْبَغِي لِلرَّحْمَنِ أَنْ يَتَّخِذَ وَلَدًا (92)
“Dan mereka berkata: “Tuhan Yang Maha Pemurah mempunyai anak.” Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar, hampir-hampir langit pecah karena ucapan (Allah beranak) itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka menda’wakan Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak.” (QS. Maryam: 88-92).
(لَّقَدۡ كَفَرَ ٱلَّذِینَ قَالُوۤا۟ إِنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلۡمَسِیحُ ٱبۡنُ مَرۡیَمَۚ قُلۡ فَمَن یَمۡلِكُ مِنَ ٱللَّهِ شَیۡـًٔا إِنۡ أَرَادَ أَن یُهۡلِكَ ٱلۡمَسِیحَ ٱبۡنَ مَرۡیَمَ وَأُمَّهُۥ وَمَن فِی ٱلۡأَرۡضِ جَمِیعࣰاۗ
“Sungguh, telah kafir orang yang berkata, “Sesungguhnya Allah itu dialah Al-Masih putra Maryam.” Katakanlah (Muhammad), “Siapakah yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah, jika Dia hendak membinasakan Al-Masih putra Maryam beserta ibunya dan seluruh (manusia) yang berada di bumi? ” [Surat Al-Ma’idah 17]
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
“Sungguh, telah kafir orang-orang yang berkata, “Sesungguhnya Allah itulah Al-Masih putra Maryam.” padahal Al-Masih (sendiri) berkata, “Wahai Bani Israil! Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu.” Sesungguhnya barang siapa mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka sungguh, Allah mengharamkan surga baginya, dan tempatnya ialah neraka. Dan tidak ada seorang penolong pun bagi orang-orang zalim itu.” (Al-Maidah : 73)
(لَّقَدۡ كَفَرَ ٱلَّذِینَ قَالُوۤا۟ إِنَّ ٱللَّهَ ثَالِثُ ثَلَـٰثَةࣲۘ وَمَا مِنۡ إِلَـٰهٍ إِلَّاۤ إِلَـٰهࣱ وَ ٰحِدࣱۚ وَإِن لَّمۡ یَنتَهُوا۟ عَمَّا یَقُولُونَ لَیَمَسَّنَّ ٱلَّذِینَ كَفَرُوا۟ مِنۡهُمۡ عَذَابٌ أَلِیمٌ).
“Sungguh, telah kafir orang-orang yang mengatakan, bahwa Allah adalah salah satu dari yang tiga, padahal tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa azab yang pedih.” [Surat Al-Ma’idah 73]
Wallahu a’lam bisshowab.
Penulis : Hasan Yazid Al-Palimbangy, Penyusun buku Mengungkap Tabir Rahasia Kedahsyatan Shalawat