Renungan Hati kepada Sang Pencipta  

Mahasiswa STEI SEBI,  Aldi Saputra. (Foto: Istimewa)

Milenianews.com, Mata Akademisi– Semua orang pasti pernah merasakan sesuatu yang tidak diinginkan. Semua orang juga pasti  mempunyai masalah dan problem kehidupan. Di saat tertentu orang hidup bahagia dan  senang, di saat yang lain  boleh jadi sedih dan pilu. Dan ini adalah sunnatullah.

Dalam menyikapi masalah kehidupannya, orang memiliki beragam tindakan untuk  memecahkannya. Ada yang mencurahkan perasaan dan uneg-unegnya kepada keluarga,  teman, atau bahkan kepada benda-benda mati. Apalagi sering dijumpai tidak sedikit orang  yang apabila mempunyai problem, selalu ia curhatkan di jejaring sosial seperti facebook atau  twitter sehingga banyak orang mengetahuinya.

Ada pula seseorang yang status upated-nya adalah kegalauan hidup, seakan-akan tiada hari  tanpa kebahagiaan. Semua yang ditulisnya adalah situasi mengerikan dalam hidupnya.  Masalah-masalah kepada teman, guru, orangtua, atau bahkan masalah rumah tangga pun  diceritakannya di sana. Tak peduli apakah itu aib atau bukan.

Yang paling menyedihkan adalah tidak sedikit di antara kaum Muslimin yang masih saja  percaya kepada dukun dan peramal. Sehingga,  tatkala ia memiliki masalah, yang pertama kali  terbetik dalam hatinya adalah segera mendatangi dukun untuk mencari solusi. Sungguh ini  adalah kelemahan dan kebodohan. Tidakkah mereka tahu bahwa orang yang mendatangi  dukun itu bisa menyebabkan kekafiran?!

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, yang artinya:

“Siapa yang mendatangi peramal atau dukun lalu membenarkan apa yang diucapkannya,  maka ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad.” [Riwayat Imam  Ahmad dalam Al Musnad, Al Hakim dalam Al Mustadrak dan menilainya shahih, dan Al Baihaqi]

Sesungguhnya semua masalah itu tidak sepantasnya disebar dan diceritakan kepada setiap  orang yang diadukannya. Cukup semua perkara yang dihadapi seorang Muslim hanya  dicurhatkan kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Seorang Muslim hanya akan menampakkan  kelemahannya di hadapan Allah, tidak kepada makhluk yang sama-sama lemah.

Lihatlah Nabi Ya’qub ‘alaihissalam ketika menghadapi kesedihan berupa kehilangan putranya,  Yusuf, sehingga anak-anaknya yang lain mengiranya akan bertambah sakit dan sedih. Maka  dengarlah jawaban Nabi Ya’qub yang perlu diteladani setiap muslim  dan kita sebagai umat Muslim dan Muslimah. Ketika kita dilanda masalah atau diuji oleh Allah  SWT, cukuplah kita bersabar dan berdoa terus dan yakin bahwa ujian  yang kita terima dari Allah SWT mengandung  keberkahan,  rahmat dan  ridho Allah SWT  yang sempurna, sekaligus  jalan  menuju surganya Allah Yang Mahakuasa. Aamiin.

Penulis: Aldi Saputra, Mahasiswa STEI SEBI Depok

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *