Milenianews.com, Jakarta – Hari ini, pada tanggal 22 Juni 2023, DKI Jakarta merayakan ulang tahunnya yang ke-496. Dalam perayaan ini, tak ada salahnya untuk mengulas kuliner khas Betawi sebagai bagian dari perayaan Jakarta 2023 salah satunya roti buaya. Asal usul roti buaya menjadi ikon di event tersebut sangatlah menarik.
Roti Buaya adalah makanan yang sudah sangat terkenal di tengah masyarakat Jakarta. Makanan ini merupakan roti legendaris yang menjadi simbol khas masyarakat Betawi, bahkan sering kali menjadi ikon dalam tradisi pernikahan.
Baca juga : Deputi Gubernur DKI Jakarta Apresiasi The 11th Jakarta Marketing Week 2023
Asal-usul Roti Buaya
Roti Buaya yang merupakan kuliner khas Betawi umumnya memiliki bentuk yang menyerupai buaya muara. Bentuk ini memiliki dasar yang kuat dengan adanya data penyebaran buaya di perairan Indonesia, termasuk wilayah Jakarta.
Selain itu, pada zaman dulu, kawasan Batavia (sekarang Jakarta) merupakan tempat tinggal buaya yang paling banyak. Hal ini karena habitat asli buaya adalah rawa dan sungai, seperti kawasan Rawamangun di Jakarta Timur.
Sesuai kondisi geografis Jakarta, terdapat 13 sungai dan kali turut membentuk budaya masyarakat Betawi. Pada masa itu, penduduk betawi seringkali bertemu buaya.
Bagi masyarakat Betawi, buaya juga memiliki kisah yang melegenda. Inilah yang menjadikan Roti Buaya dikenal sebagai ikon kuliner khas Betawi yang terkenal, karena menggambarkan hubungan antara masyarakat Betawi dengan buaya dalam sejarah dan kebudayaan mereka.
Dulu tidak boleh dimakan
Pada awalnya, Roti Buaya hanya menjadi ikon atau simbol oleh masyarakat Betawi. Oleh karena itu, roti ini tidak untuk sebagai makanan, melainkan sebagai pajangan. Dalam tradisi pernikahan masyarakat Betawi, setelah prosesi ijab kabul, Roti Buaya biasanya ditempelkan di garda depan rumah atau dipajang di lemari.
Namun, pada abad ke-20, masyarakat mulai memprotes tradisi ini karena menganggap sebagai pemborosan.
Akibat protes tersebut, Roti Buaya yang awalnya memiliki rasa yang netral kemudian mulai terdapat rasa manis agar bisa dikonsumsi. Bahkan, tradisi ini pun berkembang.
Baca juga : Jakarta Business School Gelar Seminar Internasional ‘From Zero to Hero’, Hadirkan Sosok yang Menginspirasi
Awalnya bukan roti
Sejarah Roti Buaya menarik dengan catatan yang cukup menarik pula. Sebelum alat pembuatan roti ada, masyarakat Betawi menciptakan replika Roti Buaya dari anyaman daun kelapa dan kayu. Pada abad ke-17 hingga ke-18, industri pembuatan roti mulai berkembang, dan hasil anyaman buaya tersebut diubah menjadi roti.
Ada juga sejarah lain yang menyebutkan bahwa Roti Buaya mulai ada ketika bangsa Eropa menduduki kawasan Batavia. Pada saat itu, roti menjadi makanan langka dan mahal. Yang bisa menikmati hanyalah kaum bangsawan Eropa. Oleh karena itu, banyak yang menganggap Roti Buaya sebagai simbol kemakmuran.
Dalam konteks ini, Roti Buaya merupakan adaptasi lokal yang tercipta oleh masyarakat Betawi. Pada awalnya roti buata hanya replika dari bahan anyaman yang kemudian berubah menjadi roti sebagai respons terhadap perkembangan industri pembuatan roti. Roti Buaya kemudian menjadi simbol kemakmuran dan juga identitas kuliner khas Betawi.
Simbol kesetiaan (menjadi seserahan pernikahan masyarakat Betawi)
Pada masa lampau, bangsawan Eropa menggunakan bunga sebagai simbol kesakralan dalam upacara pernikahan. Namun, masyarakat Betawi menciptakan versi mereka sendiri dengan menggunakan Roti Buaya sebagai simbol kesakralan dalam pernikahan.
Masyarakat Betawi mempercayai bahwa buaya adalah hewan yang setia, karena buaya hanya kawin sekali seumur hidupnya. Oleh karena itu, banyak yang menganggap roti buaya sebagai simbol kesetiaan oleh masyarakat Betawi secara turun-temurun.
Selain itu, Roti Buaya juga memiliki simbol kemapanan ekonomi bagi pria. Harga roti yang terjangkau membuat pria mampu membeli Roti Buaya. Tidak mengherankan bahwa hingga saat ini, baik dalam ukuran kecil maupun besar, Roti Buaya masih digunakan sebagai seserahan dalam setiap pernikahan adat Betawi.
Setelah prosesi ijab kabul, Roti Buaya biasanya menjadi sajian kepada para tamu, terutama wanita lajang. Hal ini memiliki makna bahwa kebahagiaan pengantin juga akan menular ke orang lain. Bagi mereka yang belum menemukan pasangan hidup, harapannya segera menemukan jodohnya dan memasuki ikatan pernikahan.
Baca juga : Perayaan HUT Jakarta ke-493 akan Digelar secara Virtual
Dengan demikian, Roti Buaya tidak hanya menjadi simbol kesakralan dan kesetiaan dalam pernikahan adat Betawi, tetapi juga mewakili harapan akan kebahagiaan dan keberuntungan dalam hidup berkeluarga.
Jangan sampai ketinggalan info terkini bagi generasi milenial, segera subscribe channel telegram milenianews di t.me/milenianewscom.