Milenianews.com, Yogyakarta- Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB University, Prof Dr Ir Rokhmin Dahuri tampil sebagai narasumber Studium General “Pembangunan Ekonomi Maritim Untuk Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi Inklusif dan Berkelanjutan Menuju Indonesia Emas 2045” yang diadakan oleh Departemen Perikanan Universitas Gadjah Mada di Gedung Sekolah Pasca Sarjana UGM, Rabu (22/2/2023).
Ia membawakan makalah berjudul “Pembangunan Ekonomi Kelautan untuk Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi Inklusif dan Berkelanjutan Menuju Indonesia Emas 2024”.
Prof. Rokhmin mengawali makalahnya dengan mengupas terlebih dahulu makna Blue Economy. “Blue Economy atau Ekonomi Biru adalah semua kegiatan ekonomi yang terkait dengan lautan dan pesisir. Ini mencakup berbagai sektor-sektor ekonomi mapan (established sectors) dan sektor-sektor ekonomi yang baru berkembang (emerging sectors),” kata Prof. Rokhmin mengutip EC (2020).
Ia juga mengutip Conservation International (2010) yang menegaskan bahwa, “Blue Economy juga mencakup manfaat ekonomi kelautan yang mungkin belum bisa dinilai dengan uang, seperti Carbon Sequestrian, Coastal Protection, Biodiversity, dan Climate Regulator.”
Singkatnya, kata Prof. Rokhmin, “Jika potensi Blue Economy didayagunakan dan dikelola berbasis inovasi Ipteks dan manajemen profesional, maka sector-sektor ekonomi kelautan diyakini akan mampu berkontribusi secara signifikan dalam mengatasi segenap permasalahan bangsa, dan mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia serta Indonesia Emas paling lambat pada 2045.
Sembilan Alasan
Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia itu lalu menyebutkan sembilan alasan. Pertama, Indonesia negara kepulauan terbesar di dunia, 77% wilayahnya berupa laut. Wilayah pesisir dan laut Indonesia mengandung potensi ekonomi berupa SDA terbarukan, SDA tidak terbarukan, dan jasa-jasa lingkungan (environmental services) yang luar biasa besar, sekitar 1,4 trilyun dolar AS/tahun atau 1,5 kali PDB Indonesia dan dapat menciptakan lapangan kerja bagi sedikitnya 45 juta orang (30% total angkatan kerja).
Kedua, sebelas sektor Ekonomi Kelautan yang potensi nilai ekonominya 1,4 trilyun dolar AS/tahun itu dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi (> 7%/tahun) dan berkualitas (menyerap banyak tenaga kerja); mengurangi ketimpangan ekonomi; mengurangi disparitas pembangunan antar wilayah; dan memperkuat kedaulatan pangan, energi, farmasi, dan mineral.
Ketiga, secara geoekonomi dan geopolitik, letak Indonesia sangat strategis, dimana sekitar 45% total barang yang diperdagangkan di dunia dengan nilai ekonomi rata-rata US$ 15 trilyun/tahun dikapalkan melalui laut Indonesia (UNCTAD, 2016).
Keempat, ARLINDO (Arus Lintas Indonesia) yang secara kontinu bergerak bolak-balik dari Samudera Pasifik ke S. Hindia berfungsi sebagai ‘nutrient trap’ (perangkap unsur-unsur hara) à Sehingga, perairan laut Indonesia merupakan habitat ikan tuna terbesar di dunia (the world tuna belt), memiliki keanekaragaman hayati laut tertinggi, dan potensi produksi lestari (MSY = Maximum Sustainable Yield) ikan laut terbesar di dunia, sekitar 12 juta ton/tahun (13,3% total MSY ikan laut dunia) (Dahuri, 2004; KKP, 2021; dan FAO, 2022).
Kelima, sebagai bagian utama dari ‘the World Ocean Conveyor Belt’ (Aliran Arus Laut Dunia) dan terletak di Khatulistiwa, Indonesia secara klimatologis merupakan pusat pengatur iklim global, termasuk dinamika El-Nino dan La-Nina (NOAA, 1998).
Baca Juga : World Congress of Ocean di Jepang, Prof Rokhmin Kupas Akuakultur untuk Ketahanan Pangan
Keenam, kondisi oseanografi, geomorfologi, dan klimatologi NKRI menjadikan Indonesia sebagai pusatnya energi kelautan dunia yang terbarukan (renewable), seperti arus laut, pasang surut, gelombang, dan OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion) yang potensinya mencapai 10.000 megawatts, dan sampai sekarang baru dimanfaatkan kurang dari 5 persen.
Ketujuh, SDA(sumberdaya alam) dan ruang pembangunan di daratan semakin menipis atau sulit untuk dikembangkan. Padahal, seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan daya belinya, permintaan akan SDA, ruang pembangunan, dan jasa-jasa lingkungan bakal semakin berlipat ganda à Laut sebagai ‘development space’: kota, pemukiman, dan kegiatan ekonomi.
Kedelapan, suatu negara-bangsa akan lulus dari jebakan negara-mengah menjadi maju, makmur, dan berdaulat, bila ia mampu mengembangkan keunggulan kompetitif berdasarkan pada keunggulan komparatif nya (Porter, 2013). Bagi Indonesia, keunggulan komparatif utamanya adalah geokonomi, SDA, dan jasa-jasa lingkungan kelautan.
Kesembilan, Sejarah telah membuktikan bahwa kejayaan Emporium Inggris, Amerika Serikat, dan akhir-akhir ini China adalah karena ketiga negara adidaya tersebut menguasai lautan, baik secara ekonomi maupun hankam. “Maka, tepat yang dinubuatkan ahli strategi pertahanan dunia, AT. Mahan (1890), ‘who rules the waves, rules the world’. Siapa yang menguasai lautan, dia akan menguasai dunia,” kata Prof. Rokhmin Dahuri.