Aksiologi dan Etika Penggunaan AI dalam Media Sosial: Tantangan Hoaks di Era Digital

aksiologi penggunaan AI

Milenianews.com, Mata Akademisi — Perkembangan teknologi media sosial berlangsung sangat pesat seiring dengan modernisasi zaman. Di tengah arus tersebut, kemunculan informasi hoaks yang didukung oleh AI tools menjadi salah satu persoalan serius di era digital. Dampaknya terasa luas, baik pada tataran individu maupun kehidupan sosial. Penggunaan media sosial yang tidak bijak telah memicu perubahan psikologis, menurunnya kepercayaan antarindividu, hingga konflik sosial yang berkepanjangan.

Media sosial yang semestinya menjadi ruang berbagi informasi secara cepat dan mudah justru kerap berubah menjadi arena adu domba, pengalihan isu politik, serta berbagai bentuk penipuan digital yang membahayakan masyarakat. Fenomena ini menuntut sikap kritis dan kesadaran etis dalam bermedia sosial.

Memahami AI dan Risiko Penyalahgunaannya

Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan merupakan teknologi yang dirancang manusia untuk membantu dan meringankan berbagai aktivitas. AI mampu mempercepat pekerjaan, mengolah data, dan memberikan solusi praktis dalam kehidupan sehari-hari. Namun, AI dapat menjadi sangat berbahaya apabila digunakan tanpa prinsip etika dan tanggung jawab.

Penyalahgunaan AI berpotensi mengancam privasi melalui pencurian data pribadi, manipulasi visual dan suara, hingga pembentukan informasi palsu yang tampak seolah-olah nyata. Ketergantungan berlebihan terhadap AI juga dikhawatirkan melemahkan daya berpikir kritis manusia. Oleh karena itu, penggunaan AI perlu dibarengi dengan kesadaran moral agar teknologi tetap berfungsi sebagai alat bantu, bukan pengganti nalar manusia.

Etika sebagai Fondasi Bermedia Sosial

Dalam kehidupan individu maupun sosial, etika memegang peranan penting sebagai pedoman untuk membedakan antara baik dan buruk, serta benar dan salah. Prinsip etika menjadi landasan utama dalam penggunaan AI dan media sosial agar setiap pengguna mampu bertanggung jawab atas informasi yang dikonsumsi maupun disebarkan.

Etika bermedia sosial menuntut pengguna untuk mencerna informasi sebelum memposting, menghindari penyebaran hoaks, serta tidak menciptakan dampak negatif bagi orang lain. Dengan etika, media sosial dapat difungsikan sebagai ruang edukatif dan konstruktif, bukan sebagai sarana penyebaran kebencian dan disinformasi.

Baca juga: Qirā’at QS. Al-Ahzab: 33 dan Ruang Karir Perempuan dalam Perspektif Matan Syatibi

Aksiologi sebagai Penuntun Moral di Era Digital

Aksiologi, sebagai cabang filsafat yang membahas nilai dan etika, memiliki relevansi kuat dalam penggunaan AI dan media sosial. Aksiologi berfungsi sebagai penuntun moral untuk mencegah munculnya ujaran kebencian, manipulasi informasi, serta tindakan tidak bertanggung jawab di ruang digital.

Penerapan aksiologi dalam kehidupan sehari-hari membantu individu menjaga integritas moral di tengah derasnya arus informasi. Nilai-nilai etis yang kokoh diperlukan agar masyarakat tidak mudah terombang-ambing oleh kabar viral yang belum tentu benar, terlebih di era ketika informasi dapat menyebar dalam hitungan detik.

Etika Penggunaan AI dan Media Sosial

Etika dalam penggunaan AI dapat diwujudkan dengan cara menggunakan teknologi secara bertanggung jawab, tidak menyalahgunakan data pribadi, serta tidak memanipulasi foto atau video orang lain. AI seharusnya dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia, bukan untuk menjatuhkan reputasi atau menciptakan konflik sosial.

Sementara itu, etika bermedia sosial meliputi sikap tidak memposting konten yang merugikan orang lain, membuat konten yang bersifat edukatif, memverifikasi kebenaran informasi sebelum berkomentar, serta menyampaikan pendapat secara santun dan konstruktif. Nilai-nilai ini perlu ditanamkan dalam diri setiap individu demi terciptanya ruang digital yang aman dan beradab.

Etika bagi Konsumen Informasi

Penerapan nilai aksiologi tidak hanya berlaku bagi penyebar informasi, tetapi juga bagi penikmat berita. Masyarakat perlu menghindari sikap mudah berasumsi terhadap isu atau tren yang sedang viral. Setiap informasi sebaiknya ditelaah terlebih dahulu kebenarannya sebelum disebarkan kembali.

Selain itu, penting untuk menilai apakah suatu tren membawa dampak positif atau justru membahayakan diri sendiri dan orang lain. Sikap kritis ini menjadi benteng moral agar masyarakat tidak terjebak dalam arus viralitas yang menyesatkan.

Hoaks, Keviralan, dan Krisis Moral

Di era digital, banyak berita yang sengaja dimanipulasi dengan tambahan narasi provokatif demi menarik perhatian publik. Tidak sedikit individu yang mengikuti tren berbahaya hanya demi keviralan, tanpa mempertimbangkan dampak moral dan sosialnya. Praktik semacam ini bertentangan dengan nilai-nilai aksiologi dan etika.

Kasus video manipulatif berbasis AI yang menampilkan tokoh publik atau pejabat pemerintah menjadi contoh nyata bahaya penyalahgunaan teknologi. Video yang tampak autentik tersebut dapat memicu kebencian, memojokkan pihak yang tidak bersalah, serta menurunkan kepercayaan publik terhadap institusi negara.

Etika Berkomentar di Media Sosial

Berkomentar di media sosial juga memerlukan kesadaran etis. Sebagaimana pepatah “lidah lebih tajam daripada pedang,” komentar digital dapat melukai perasaan seseorang meskipun tidak diucapkan secara langsung. Banyak komentar dilontarkan tanpa memahami konteks berita atau memverifikasi kebenarannya.

Dampak dari komentar negatif tidak dapat dianggap sepele. Tekanan psikologis, stres, depresi, hingga tindakan bunuh diri dapat muncul akibat ujaran kebencian di ruang digital. Oleh karena itu, etika komunikasi menjadi kebutuhan mendesak dalam bermedia sosial.

Penerapan etika dalam perspektif aksiologi terhadap penggunaan AI dan media sosial merupakan kebutuhan mendesak di era digital. Nilai-nilai moral menjadi penuntun agar manusia tetap bijak, bertanggung jawab, dan beradab dalam memanfaatkan teknologi. Tanpa etika, AI dan media sosial justru berpotensi memperparah krisis moral dan sosial.

Dengan memperkuat fondasi aksiologis dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat dapat memanfaatkan teknologi secara kritis tanpa kehilangan nilai kemanusiaan. Jangan sampai kealpaan moral menjadikan teknologi sebagai sumber kerusakan, bahkan hanya melalui satu unggahan atau rangkaian kata yang diketik tanpa pertimbangan etis.

Penulis: Aldila Rohmatuz Zahro, Mahasiswa Semester 1 (IAT) Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta

Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube MileniaNews.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *