Milenianews.com, Mata Akademisi – Perkembangan studi agama Islam di Indonesia terus mengalami evolusi. Perubahan ini tidak terlepas dari semakin kompleksnya tantangan sosial, politik, dan pemikiran yang dihadapi umat Islam. Pada masa sebelumnya, kajian keislaman cenderung berfokus pada aspek normatif, yakni aturan-aturan agama yang bersifat doktrinal. Akibatnya, studi agama sering kali berhenti pada pemahaman teks dan kurang bersentuhan dengan realitas sosial yang dinamis.
Kondisi tersebut menimbulkan kebutuhan akan pendekatan baru agar ajaran Islam tidak hanya dipahami sebagai pedoman normatif, tetapi juga dapat digunakan sebagai kerangka berpikir ilmiah untuk menganalisis dan merespons persoalan sosial secara objektif dan sistematis. Dari kebutuhan inilah muncul berbagai gagasan pembaruan yang ditawarkan oleh para intelektual Muslim Indonesia, salah satunya adalah Kuntowijoyo.
Baca juga: Krisis Etika Media Sosial Dan Relevansi Ilmu Akhlak Dalam Filsafat Islam
Kritik terhadap Studi Islam Normatif
Kuntowijoyo dikenal sebagai sejarawan sekaligus pemikir Muslim yang memiliki pengaruh besar dalam pembaruan studi Islam. Ia mengkritik keras pendekatan keislaman yang hanya bertumpu pada pemahaman normatif dan tekstual. Menurutnya, umat Islam perlu melangkah lebih jauh dari cara berpikir keagamaan yang berhenti pada teks, menuju pendekatan yang mampu melahirkan ilmu pengetahuan.
Kuntowijoyo menegaskan bahwa Islam tidak cukup hanya diposisikan sebagai sumber nilai moral, tetapi harus diolah menjadi konsep yang dapat diuji secara ilmiah. Dari gagasan besar inilah lahir konsep yang ia sebut sebagai pengilmuan Islam, yaitu upaya membangun tradisi keilmuan Islam dengan memanfaatkan ilmu-ilmu sosial, tanpa melepaskan diri dari nilai-nilai wahyu.
Dari Islamisasi Ilmu Menuju Pengilmuan Islam
Sebelum merumuskan gagasan pengilmuan Islam, Kuntowijoyo terlebih dahulu mengkritik konsep Islamisasi ilmu yang populer di dunia Islam pada era 1980-an. Ia menilai bahwa Islamisasi ilmu sering kali hanya berupa upaya menempelkan ayat Al-Qur’an atau hadis pada teori-teori yang telah ada, tanpa memberikan sumbangan signifikan terhadap metode pembentukan ilmu itu sendiri.
Menurut Kuntowijoyo, pendekatan tersebut justru membuat integrasi ilmu menjadi rapuh karena tidak menyentuh akar epistemologinya. Oleh karena itu, ia menawarkan alternatif berupa pengilmuan Islam, yakni usaha membangun ilmu sosial yang bersumber dari nilai, pandangan hidup (worldview), dan etika Islam, namun tetap menggunakan metode ilmiah yang objektif dan dapat diverifikasi.
Islam sebagai Ilmu dan Upaya Objektifikasi
Dalam gagasan Islam sebagai ilmu, Kuntowijoyo menjelaskan bahwa studi Islam perlu bergeser dari pola pikir yang hanya menekankan norma agama menuju pendekatan yang lebih ilmiah dan objektif. Wahyu tidak cukup hanya dipahami sebagai kumpulan nilai, tetapi harus diolah menjadi ilmu yang mampu menjelaskan fenomena sosial secara sistematis dan terukur. Dengan pendekatan ini, studi Islam di Indonesia diharapkan dapat menjawab persoalan masyarakat yang semakin beragam.
Pengilmuan Islam hadir untuk menjembatani jarak antara ilmu agama dan ilmu umum. Keduanya tidak harus dipertentangkan, melainkan dapat dipadukan melalui metode ilmiah yang tetap berpegang pada nilai-nilai wahyu. Inilah titik temu yang ingin ditegaskan Kuntowijoyo dalam pembaruan pemikiran Islam.
Konsep kunci dalam gagasan Kuntowijoyo adalah objektifikasi, yaitu proses mengubah nilai-nilai Islam menjadi teori ilmiah yang dapat digunakan secara universal. Nilai seperti keadilan, keberpihakan pada kaum lemah, dan kemanusiaan dapat menjadi dasar teori sosial apabila diolah dengan metodologi ilmiah. Dengan cara ini, Islam tidak hanya hadir sebagai slogan moral, tetapi juga sebagai sumber gagasan ilmiah.
Objektifikasi inilah yang kemudian melahirkan Ilmu Sosial Profetik (ISP), sebuah sintesis antara ilmu sosial modern dan ajaran profetik Al-Qur’an. Model ini dapat diterapkan dalam berbagai disiplin, seperti sosiologi Islam, pendidikan Islam, maupun sejarah, dengan menjadikan nilai moral sebagai konsep analitis yang dapat diuji. Selain objektifikasi, Kuntowijoyo juga mengembangkan metodologi integralisasi, yaitu upaya menyatukan kembali khazanah ilmu manusia dengan wahyu.
Tantangan dan Relevansi Pengilmuan Islam
Kuntowijoyo menyadari bahwa pengilmuan Islam bukan tanpa tantangan. Pertama, tidak semua nilai agama mudah diterjemahkan menjadi teori ilmiah tanpa mengalami penyederhanaan makna. Kedua, pengilmuan Islam masih berupa gagasan besar yang membutuhkan pengembangan lebih lanjut oleh para peneliti. Ketiga, terdapat ketegangan antara tuntutan objektivitas ilmiah dan keharusan menjaga etika agama.
Tantangan-tantangan ini menunjukkan bahwa pengilmuan Islam merupakan proyek jangka panjang yang masih terus berproses. Meski demikian, melalui gagasan ini Kuntowijoyo telah meletakkan fondasi baru dalam studi Islam. Ia berhasil menggeser kajian Islam dari sekadar wacana moral menuju ranah ilmiah melalui konsep objektifikasi. Kontribusi terbesarnya adalah membuka jalan bagi lahirnya Ilmu Sosial Profetik yang berakar pada nilai-nilai kenabian, tetapi tetap setia pada prinsip-prinsip ilmiah.
Baca juga: Peran Agama Islam Mengatasi Krisis Moral di Masyarakat Modern
Gagasan pengilmuan Islam pada dasarnya lahir dari kegelisahan agar Islam tidak berhenti sebagai ajaran moral semata. Kuntowijoyo ingin Islam dipahami sebagai sumber pengetahuan yang dapat diuji, didiskusikan, dan relevan dengan kehidupan modern. Cara pandang ini mendorong kajian Islam untuk bergerak dari penilaian subjektif menuju analisis yang lebih terbuka terhadap pengujian ilmiah, meskipun jalan yang ditempuh tidaklah mudah.
Nilai-nilai luhur Islam masih perlu dicari bentuk sosialnya agar dapat hadir secara nyata dalam kehidupan masyarakat. Di sisi lain, para peneliti muda ditantang untuk menemukan metode penelitian yang lebih tepat guna mengembangkan pendekatan ini. Kendati demikian, gagasan Kuntowijoyo tetap memberikan arah baru bagi studi Islam di Indonesia, yakni menjadikannya lebih dekat dengan persoalan sosial kontemporer dan lebih berdaya guna bagi kehidupan masyarakat.
Penulis: Anastyasa Intan Kumala Sari, Mahasiswa Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta
Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube MileniaNews.







