Milenianews.com, Mata Akademisi – Di tengah gelombang modernitas yang kerap menggerus nilai-nilai spiritual, Indonesia dihadapkan pada tantangan sekaligus peluang strategis: mencetak kader-kader dai dan daiyah yang tidak hanya fasih dalam retorika, tetapi juga memiliki kedalaman ilmu dan kemurnian hafalan Al-Qur’an. Dr. Oki Setiana Dewi, dengan visi yang lahir dari cita-cita ibundanya, merespons kebutuhan ini melalui pendirian Pesantren Maskanul Huffadz pada September 2016. Pesantren ini bukan sekadar lembaga tahfidz biasa, melainkan sebuah laboratorium kaderisasi yang dirancang khusus untuk melahirkan muslimah penghafal Qur’an yang siap berdakwah. Esai ini akan menganalisis model pengkaderan di Maskanul Huffadz melalui lensa teoritis tiga tahapan dakwah (at-ta’rif, at-takwin, at-tanfidz) yang digagas oleh Hasan al-Banna.
Tahap at-ta’rif (pengenalan) dalam konteks Maskanul Huffadz dijalankan dalam dua dimensi yang saling memperkuat. Pertama, pada level individu calon santri. Pesantren ini menarik para pemudi dari berbagai penjuru Indonesia, dari Aceh hingga Papua, yang telah memiliki motivasi intrinsik yang kuat untuk menghafal Al-Qur’an dan berkontribusi untuk umat. Proses seleksi dan penerimaan menjadi momen ta’rif, di mana calon santri dikenalkan pada visi besar pesantren: bukan hanya mencetak hafidzah, tetapi mencetak daiyah. Pernyataan dan bimbingan langsung dari Oki Setiana Dewi sebagai figur sentral berperan penting dalam memperkuat komitmen awal ini, menyelaraskan niat individu dengan misi kelembagaan.
Kedua, pada level masyarakat luas. Maskanul Huffadz melakukan ta’rif melalui pameran keberhasilan (showcase). Wisuda akbar yang diselenggarakan di venue prestisius seperti Masjid Istiqlal atau Jakarta Convention Center bukan sekadar seremoni. Acara tersebut merupakan pernyataan publik bahwa model kaderisasi ini terbukti berhasil meluluskan ratusan santri yang tidak hanya hafal 30 juz, tetapi juga siap berdakwah. Peristiwa ini berfungsi sebagai ta’rif efektif kepada orang tua, masyarakat, dan dunia pendidikan, memperkenalkan sekaligus meyakinkan mereka tentang kredibilitas dan output dari sistem yang dibangun.
Tahap at-takwin (pembentukan/pengkaderan) adalah jantung dari seluruh proses di Maskanul Huffadz, yang diwujudkan dalam Program Pengkaderan Dai Qur’an (PDQ) selama dua tahun. Program ini dirancang dengan struktur kurikulum yang berlapis dan progresif, mengintegrasikan tiga pilar utama: Tahfidzul Qur’an, Penguasaan Bahasa Arab, dan Dirosah Islamiyah (Ilmu-ilmu Syar’i). Pendekatan takwin di Maskanul Huffadz sangat menekankan pada integrasi dan aplikasi. Hafalan Al-Qur’an (tahfidz) tidak berdiri sendiri, tetapi disinergikan dengan pemahaman bahasa (Arab) dan pendalaman makna melalui ilmu tafsir, fiqh, dan aqidah. Metode muraja’ah (pengulangan) dan mutqin (pemantapan) menjadi kunci untuk memastikan hafalan yang berkualitas dan melekat. Lebih dari itu, melalui program muhadharah (latihan pidato), para santri dilatih untuk mengomunikasikan ilmu yang mereka dapatkan, sebuah simulasi awal dari aktivitas dakwah yang akan mereka jalani.
Tahap at-tanfidz (pelaksanaan) menjadi pembeda utama model Maskanul Huffadz dengan banyak pesantren tahfidz lainnya. Tahap ini diwajibkan dalam bentuk Program Pengabdian selama satu tahun bagi para santri/santriwati yang telah menyelesaikan hafalan 30 juz. Inilah ujian sebenarnya dari seluruh proses takwin. Para dai/daiyah muda ini ditempatkan di berbagai lembaga, masjid, atau komunitas yang membutuhkan, untuk mengajarkan Al-Qur’an dan mengaplikasikan ilmu dakwah mereka.
Dalam konteks teori sasaran dakwah Hasan al-Banna, momen pengabdian inilah dimana mereka akan berhadapan langsung dengan beragam karakter mad’u (objek dakwah): menghadapi al-mu’min yang butuh penguatan, mendakwahi al-mutaraddid (yang ragu) dengan pendekatan lembut dan dialogis, membimbing al-mughtarri (yang tertipu) dengan hikmah, dan mungkin juga berinteraksi dengan al-mu’aridh (yang menentang). Pengalaman lapangan ini adalah transformasi dari kader pasif menjadi daiyah aktif, sekaligus umpan balik yang berharga bagi pesantren untuk terus menyempurnakan kurikulum takwin-nya.
Maskanul Huffadz memahami bahwa kaderisasi tidak berhenti di gerbang pesantren. Untuk memastikan keberlanjutan peran alumni, pesantren menjalin kerjasama strategis dengan institusi pendidikan tinggi, seperti dengan Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA (UHAMKA), Institut Tazkiya, Universitas Borobudur, Institut Daarul Qur’an dan beberapa perguruan tinggi lainnya. Kerjasama ini membuka jalan bagi para alumni berprestasi untuk melanjutkan studi di jurusan yang relevan seperti Pendidikan Bahasa Arab atau Pendidikan Agama Islam, ataupun sesuai dengan minat dan bakatnya dengan beasiswa. Kebijakan ini cerdas, karena ia menjawab kebutuhan masa depan daiyah tersebut untuk memiliki legitimasi akademik yang dapat memperluas medan dakwah dan pengabdian mereka, sekaligus menjadi bentuk investasi jangka panjang bagi peradaban.
Baca juga: Epistimologi Gen Z
Pesantren Maskanul Huffadz pimpinan Oki Setiana Dewi telah membuktikan diri bukan hanya sebagai pelaksana, tetapi juga sebagai inovator dalam teori kaderisasi dakwah. Melalui struktur Program Pengkaderan Dai Qur’an (PDQ) yang jelas, pesantren ini telah menerjemahkan konsep klasik at-ta’rif, at-takwin, dan at-tanfidz menjadi sebuah blueprint operasional yang efektif di zaman modern. Ia berhasil mengintegrasikan kesalehan individual (hafalan Qur’an) dengan kesalehan sosial (dakwah dan pengabdian), antara kedalaman spiritual dan kompetensi intelektual.
Keberhasilan model ini memberikan pelajaran berharga bahwa dakwah yang transformatif memerlukan kaderisasi yang sistematis, berjenjang, dan berorientasi pada output nyata. Maskanul Huffadz telah menancapkan tonggak penting, menawarkan sebuah paradigma bahwa pesantren tidak hanya tempat “menimba ilmu” tetapi juga “pabrik pencetak pelaku perubahan” yang siap ditugaskan ke garda terdepan peradaban. Tantangan ke depan adalah menjaga konsistensi, memperluas dampak, dan mungkin, menginspirasi lahirnya banyak “Maskanul Huffadz” lain di berbagai penjuru negeri.
Penulis: Siti Fauziah, Mahasiswa Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta.
Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube Milenianews.













