Milenianews.com, Mata Akademisi – Media sosial kini menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari Generasi Z. Generasi yang lahir dan besar di era digital hampir tidak bisa dilepaskan dari Instagram, TikTok, dan platform lainnya. Media sosial bukan hanya tempat untuk berbagi konten, tetapi berubah menjadi ruang pembentukan identitas diri. Karena itu, pengaruh media sosial terhadap kepercayaan diri Gen Z sangat besar. Dampaknya tidak selalu negatif atau positif, tetapi tergantung bagaimana platform digunakan dan bagaimana lingkungan mendukung mereka. Dalam pembahasan ini, media sosial akan dilihat melalui aspek pembentukan identitas, FOMO, self-esteem, serta perilaku keterbukaan diri.
Media Sosial dan Pembentukan Identitas Gen Z
Proses membentuk identitas adalah bagian penting dari perkembangan remaja dan dewasa awal. Jika dulu pembentukan identitas lebih banyak terjadi di lingkungan nyata, kini proses itu justru dominan di dunia digital. Media sosial memungkinkan Generasi Z mencoba berbagai gaya, minat, dan ekspresi diri sekaligus mendapat respons langsung dari pengikut mereka. Secara positif, hal ini dapat meningkatkan rasa percaya diri karena mereka menemukan komunitas yang mendukung.
Namun, media sosial juga memunculkan tekanan sosial yang tidak kecil. Standar kecantikan, gaya hidup, dan pencapaian yang terlihat sempurna membuat banyak anak muda merasa kurang berharga. Konten media sosial yang sudah sangat terkurasi menimbulkan perbandingan yang tidak sehat. Banyak remaja menilai diri berdasarkan jumlah like, komentar, dan pengikut sehingga penerimaan diri melemah.
Fenomena FOMO dan Dampaknya pada Percaya Diri
Selain identitas digital, fenomena Fear of Missing Out (FOMO) menjadi masalah besar. FOMO adalah rasa takut tertinggal informasi atau kegiatan terbaru, sehingga mereka merasa harus selalu terhubung. Penelitian menunjukkan bahwa FOMO sangat berkaitan dengan self-esteem rendah. Semakin seseorang tidak percaya diri, semakin besar rasa takutnya tertinggal tren.
Kebiasaan membuka media sosial setiap waktu membuat pikiran lelah dan ketergantungan meningkat. Siklus ini tidak sehat: semakin rendah kepercayaan diri, semakin tinggi intensitas penggunaan media sosial; semakin lama digunakan, semakin muncul perasaan tidak cukup baik.
Self-Esteem sebagai Pondasi Kesehatan Mental Generasi Z
Self-esteem atau harga diri menjadi faktor penting dalam hubungan Gen Z dengan media sosial. Mereka yang memiliki harga diri tinggi biasanya lebih stabil secara emosional, mampu membedakan konten realistis dan konten estetis, serta mampu mengatur waktu penggunaan media sosial.
Sebaliknya, self-esteem rendah membuat seseorang mudah merasa minder, tidak berharga, dan tertekan ketika unggahannya tidak mendapat respons memuaskan. Kondisi ini melemahkan penerimaan diri dan memunculkan ketergantungan akan validasi digital.
Self-Disclosure: Media Sosial sebagai Ruang Keterbukaan
Self-disclosure atau keterbukaan diri turut berhubungan dengan rasa percaya diri. Individu dengan rasa percaya diri tinggi lebih nyaman mengungkapkan pikiran dan pengalaman pribadi di media sosial tanpa terlalu takut dinilai. Namun banyak pula remaja yang pasif karena takut privasinya terganggu atau mendapat komentar negatif.
Ketika keterbukaan didorong oleh tekanan sosial atau FOMO, hal tersebut dapat meningkatkan stres dan mengurangi keyakinan diri.
Baca juga: Qirā’at QS. Al-Ahzab: 33 dan Ruang Karir Perempuan dalam Perspektif Matan Syatibi
Dampak Negatif: Cyberbullying dan Masalah Citra Tubuh
Dampak negatif media sosial semakin terlihat melalui meningkatnya kasus cyberbullying dan masalah citra tubuh di kalangan remaja. Komentar jahat dan hinaan online membuat rasa percaya diri anjlok. Standar kecantikan yang tidak realistis menimbulkan ketidaknyamanan terhadap tubuh sendiri hingga berdampak pada kesehatan mental, seperti gangguan makan.
Tekanan untuk selalu tampil sempurna membuat remaja merasa takut menjadi diri sendiri, padahal masa remaja seharusnya menjadi fase belajar dan membangun identitas secara sehat.
Dampak Positif Media Sosial bagi Generasi Z
Media sosial tidak selalu membawa dampak buruk. Banyak anak muda yang memanfaatkannya sebagai ruang berekspresi, mengembangkan kreativitas, menemukan komunitas positif, hingga memperjuangkan isu sosial. Pujian dan dukungan terhadap karya mereka dapat meningkatkan kepercayaan diri.
Selain itu, media sosial mempermudah akses terhadap edukasi, informasi, dan kesempatan berjejaring.
Literasi Digital sebagai Solusi Penguatan Kepercayaan Diri
Agar Gen Z menggunakan media sosial secara sehat, literasi digital menjadi kunci. Mereka perlu memahami cara kerja algoritma, memilah informasi, mengatur waktu layar, dan mengelola emosi. Peran keluarga dan sekolah juga sangat penting dalam membangun ruang komunikasi yang aman serta edukasi digital dan kesehatan mental yang terstruktur.
Media sosial ibarat pedang bermata dua bagi kepercayaan diri Generasi Z. Platform digital bisa menjadi sumber tekanan, tetapi juga peluang pertumbuhan. Kuncinya terletak pada literasi digital, penerimaan diri, dukungan keluarga, serta lingkungan sosial yang sehat. Jika hal tersebut tercapai, media sosial dapat menjadi ruang berkembang, bukan sumber kecemasan dalam kehidupan mereka.
Penulis: Nailatus Sa’adiah, Mahasiswa Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta
Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube Milenianews.













