Ikhtiar dan Tanggung Jawab dalam Islam: Kritik atas Praktik Medis Modern

Ikhtiar dan Tanggungjawab

Milenianews.com, Mata Akademisi — Kajian ini bermula dari fenomena paradoks dalam masyarakat modern. Saat ini manusia semakin bebas berikhtiar (berusaha) berkat dukungan teknologi canggih, namun kesadaran akan tanggung jawab moral dan spiritual atas ikhtiar tersebut sering terabaikan. Berbeda dari banyak penelitian lain yang membahas hubungan antara ikhtiar dan tanggung jawab sebagai dua konsep teori yang saling melengkapi, makalah ini menyoroti keterputusan keduanya dalam praktik kontemporer.

Inseminasi buatan, sterilisasi, dan penggunaan IUD menjadi contoh nyata bagaimana perkembangan ilmu kedokteran mendorong manusia melakukan ikhtiar tanpa mempertimbangkan tanggung jawab komprehensif terhadap diri, keluarga, masyarakat, serta hukum Allah. Fokus kajian ini tidak hanya pada definisi konsep, tetapi pada kritik terhadap bentuk-bentuk ikhtiar modern yang tercerabut dari akar tanggung jawabnya.

Tafsir Klasik dan Kontemporer tentang Ikhtiar dan Tanggung Jawab

Ayat-ayat Al-Qur’an yang dikaji dalam makalah menunjukkan bahwa ikhtiar dan tanggung jawab adalah dua unsur yang tidak dapat dipisahkan. Dalam tafsir klasik, seperti Tafsir Ibnu Katsir pada Surah Al-Muddatstsir ayat 38 “Setiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya”, ditegaskan bahwa di akhirat akan ada perhitungan teliti terhadap setiap usaha manusia. Ayat ini memperlihatkan bahwa setiap tindakan dan usaha mengandung unsur pertanggungjawaban.

Sementara itu, tafsir kontemporer seperti Tafsir Al-Misbah karya Quraish Shihab memberikan penjelasan lebih dinamis. Dalam menafsirkan Surah Ar-Ra’d ayat 11, “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”, Shihab menegaskan bahwa ikhtiar terdiri dari usaha lahiriah dan transformasi batin. Perubahan nasib harus disertai kesiapan menanggung konsekuensi.

Selain itu, Surah Al-Isra’ ayat 36 juga menegaskan bahwa pendengaran, penglihatan, dan hati akan dimintai pertanggungjawaban. Ayat ini menjadi dasar bahwa teknologi kedokteran harus digunakan berdasarkan ilmu serta kesadaran moral. Dari perspektif tafsir klasik dan kontemporer, dapat disimpulkan bahwa setiap bentuk ikhtiar meniscayakan tanggung jawab. Ikhtiar yang dilakukan tanpa kesadaran ini merupakan bentuk penyimpangan.

Baca juga: Qirā’at QS. Al-Ahzab: 33 dan Ruang Karir Perempuan dalam Perspektif Matan Syatibi

Contoh Ikhtiar Modern yang Terlepas dari Tanggung Jawab dan Hukum Islamnya

1. Inseminasi Buatan dengan Donor Sperma

Praktik inseminasi dengan donor merupakan contoh ikhtiar medis untuk memperoleh keturunan. Namun tindakan ini sering dilakukan tanpa mempertimbangkan kemurnian nasab, hak anak mengetahui ayah kandungnya, serta keutuhan institusi perkawinan. Ikhtiar medis ini mengabaikan tanggung jawab sosial dan spiritual yang lebih besar.

Dalam hukum Islam, praktik ini haram dan dianggap setara dengan zina. Prinsipnya didasarkan pada penjagaan nasab serta hadis Nabi: “Tidak halal bagi seorang beriman mengalirkan air maninya ke rahim yang bukan miliknya (istrinya)”. Kerusakan akibat praktik ini dinilai jauh lebih besar daripada manfaatnya, seperti percampuran nasab, konflik keluarga, dan masalah status anak.

2. Sterilisasi (Vasektomi/Tubektomi) Non-Darurat

Sterilisasi permanen dilakukan untuk mengendalikan kelahiran secara praktis. Namun praktik ini sering mengabaikan tujuan luhur perkawinan dalam Islam, yakni memperoleh keturunan saleh. Jika dilakukan tanpa alasan medis darurat, praktik ini dipandang sebagai tindakan mengubah ciptaan Allah (taghyîr khalqillah).

Hukum Islam pada dasarnya mengharamkan sterilisasi permanen kecuali dalam keadaan darurat medis yang menyelamatkan nyawa atau mencegah penyakit genetik berat. Kaidah “al-dharuratu tubihul mahzurat” menjadi dasar pengecualian bagi kondisi darurat tertentu.

3. Penggunaan IUD (Intrauterine Device)

Penggunaan IUD merupakan ikhtiar dalam perencanaan keluarga. Namun karena mekanisme kerjanya belum sepenuhnya jelas dan berpotensi bersifat abortif, penggunaan IUD sering dilakukan tanpa tanggung jawab moral untuk memastikan kesesuaiannya dengan prinsip Islam dalam menjaga kehidupan sejak awal.

Mayoritas ulama mengharamkan atau memakruhkan IUD karena unsur syubhat pada mekanismenya dan persoalan aurat dalam proses pemasangan. Firman Allah dalam Surah Al-Isra’ ayat 36 serta hadis “Tinggalkan yang meragukanmu menuju yang tidak meragukan” menjadi dasar untuk bersikap hati-hati.

Menjembatani Ikhtiar dan Tanggung Jawab dalam Era Modern

Kajian ini menunjukkan bahwa manusia modern memiliki kemampuan untuk mengubah, mencipta, dan mengatur kehidupan secara luas melalui teknologi. Namun kemampuan tersebut sering melupakan konsekuensi moral dan spiritual yang menyertai setiap pilihan. Inseminasi donor, sterilisasi permanen tanpa alasan medis mendesak, dan penggunaan IUD menjadi gambaran nyata dari ikhtiar yang terlepas dari tanggung jawab.

Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan tiga pendekatan mendasar. Pertama, etika berbasis maqashid syariah harus diterapkan dalam pengembangan teknologi, agar inovasi tidak merusak tujuan penjagaan kehidupan dan keturunan. Kedua, pendidikan keluarga harus menanamkan kesadaran bahwa ikhtiar dalam rumah tangga membawa tanggung jawab besar terhadap anak. Ketiga, regulasi sosial dan hukum perlu diarahkan untuk melindungi nilai-nilai kemanusiaan sekaligus mendukung kemajuan ilmu.

Ikhtiar tanpa tanggung jawab adalah kesombongan, sedangkan tanggung jawab tanpa ikhtiar adalah bentuk kepasrahan keliru. Peradaban yang bermartabat lahir ketika kemajuan teknologi ditempatkan dalam bingkai pertanggungjawaban spiritual yang mendalam.

Penulis: Nurul Fahdilah, Mahasiswa Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta

Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube Milenianews.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *