Milenianews.com, Mata Akademisi – Turki Adalah sebuah negara yang terletak di dua benua, yaitu Asia dan Eropa, dan Sebagian besar wilayahnya berada di Anatolia dan sisanya berada di Kawasan Balkan. Negara ini memiliki Sejarah Panjang sebagai pusat peradaban besar, yaitu Romawi Timur (Bizantium), dan kesultanan Ottoman, sebelumnya akhirnya menjadi replubik sekuler pada tahun 1923 dibawah kepemimpinan Mustafa Kemal Ataturk.
Diskusi tentang sekularisme selalu menjadi topik yang sensitif, bukan hanya di negara-negara Barat, tetapi juga di dunia Islam. Namun, tidak ada satu pun negara yang perjalanan sekularismenya penuh lika-liku dan sedramatis Turki. Republik Turki dilahirkan dari ambisi modernisasi radikal Mustafa Kemal, yang sejak awal telah menjadikan sekularisme (laiklik) Barat sebagai pilar identitas nasional. Namun, sebagaimana ditunjukkan oleh sejarah, identitas bukanlah sesuatu yang statis: ia selalu dinegosiasikan, diperebutkan, dan seringkali menjadi medan konflik sengit.
Baca juga: Sekularisasi Di Era Modern: Dampak Terhadap Moral Dan Solusi Bagi Masyarakat Masa Kini
Selama ini, kajian tentang sekularisme cenderung terjebak dalam pendekatan formalistik yang memposisikannya sekadar sebagai relasi antara agama dan negara, atau terfragmentasi dalam dikotomi Timur versus Barat yang kaku. Secara umum, sekularisme didefinisikan sebagai prinsip pemisahan antara institusi agama dan institusi negara. Hal ini karena definisi tersebut memang dibangun dari masyarakat bangsa yang melahirkan konsep sekular ini
Dibawah kepemimpinan Mustafa Kemal Ataturk, sekularisme diterapkan bukan sekedar pemisah antara agama dan negara, tetapi sebagai proyek besar untuk mengubah Masyarakat dari pola pikir islam pada masa kesultanan Utsmaniyyah yang religious menjadi negara modern ala barat. Ataurk menghapus kekhilafahan yang telah berdiri selama berabad-abad, menutup madrasah, zawiyah, dan tarekat, yang dianggap menghambat moderanisasi, serta mengganti suistem hukum syari’ah menjadi hukum sipil barat seperti Swiss Civil Code. Termasuk juga mengganti huruf Arab menjadi huruf latin. Mengatur cara berpakaian, dan menetapkan adzan dalam bahasa Turki.
Semua kebijakan itu menunjukkan bahwa sekularisme ala Attaturk bersifat radikal dan menyeluruh, yang bertujuan untuk membentuk identitas nasional baru yang menempatkan agama sepenuhnya dibawah naungan negara. Meskipun dianggap berhasil membawa Turki menuju moderanita, penerapan sekularisme ini menimbulkan berbagai isu terutama di kalangan masyarakat religious yang merasa bahwa islam ditekan dan dipinggirkan.
Dan setelah wafatnya Attaturk, prinsip sekularisme tetap menjadi landasan utama negara dan dilindungi secara ketat oleh institusi militer yang berperan sebagai penjaga ideologi kemalisme yaitu ideologi politi yang bertujuan mengubah pemikiran religious kekaisaran ottoman. Beberapa kali kudeta terjadi pada tahun 1960, 2971, 1980, hingga campur tangan militer pada 1997 dengan alasan bahwa pemerintah sedang menyimpang dari sekularisme, sebagai contoh Tindakan yang mengancam sekulerisme tersebut yaitu jilbab dilarang disekolah, universitas, dan aktivitas keagamaan. meski sekularisme ini ketat, Masyarakat Turki pada kenyataanya tetap religious, sehingga ketegangan dan kebijakan negara terus terjadi.
Memasuki abad ke-21, terutama sejak partai keadilan dan Pembangunan (AKP) yang dipimpin oleh Recep Tayyib Erdogan berkuasa pada tahun 2002,arah sekularisme Turki mengalami perubahan besar. Pemerintahan AKP mulai membuka ruanag yang lebih luas bagi keagamaan diruang publik. Larangan jilbab dicabut secara bertahap hingga akhirnya diperbolehkan di sekolah, universitas, bahkan Lembaga pemerintahan. Pendidikan agama diperluas dalam kurikulum sekolah, dan anggaran Lembaga Diyanet meningkat pesat sehingga peran agama dalam kehoidupan Masyarakat menjadi semakin menonjol. Salah satu symbol besarnya ialah pengembalian Hagia Sophia dari museum sekuler menjadi masjid pada tahun 2002, yang menimbulkan reaksi beragam baik dari dalam atau luar negri.
Pemerintah Turki saat ini dinilai lebih dekat dengan identitas islam, sehingga muncul kritik dari kelompok oposisi bahwa Turki sedang menuju proses “islamisasi ilmu politik”. Meskipun turki masih menyatakan negaranya sebagau negara sekuler, banyak pengamat menilai bahwa politik, budaya, dan sosial di Turki semakin menjauh dari sekularisme ala Attaturk.
Perkembangan ini menciptakan isu baru dalam Masyarakat Turki yaitu apakah Turki tetap mempertahankan sekularisme warisan Attaturk atau Membuka diri untuk ekpresi religious umat muslim. Perjalanan panjang sekularisme di Turki dari masa Atatürk sampai era modern menunjukkan bahwa Turki adalah negara yang terus berusaha menyeimbangkan dua dalam Sejarah modernitasnya yaitu Barat dan tradisi Islam. Ketegangan ini bukan hanya sekedar kisah dari masa lalu, tetapi menjadi cerita yang terus berkembang hingga saat ini.
Baca juga: Makna Pancasila Sebagai Sistem Epistemologi Filsafat
Dan menurut saya cara mengatasi permasalahan tersebut adalah tidak harus memihak salah satunya tetapi dengan cara membangun ruang dialog yang jujur dan saling menghargai. Pemerintah dan Masyarakat perlu memahami bahwa sekularisme seharusnya tidak memusuhi agama, melainkan menjamin kebebasan berkeyakinan untuk beribadah masing-masing agama. Dan saya sebagai pelajar percaya bahwa pendidikan menjadi kunci penting. dan kita sebagai generasi penerus harus dibekali pemahaman yang kritis terkait dengan Sejarah Turki ini. Selain itu media juga harus teliti dan bijak dalam menyampaikan isu sensitif agar tidak memperburuk keadaan.
Dan menurut saya dibutuhkannya sikap saling menghargai, terbuka dan kejujuran juga saling menghormati untuk menyelasaikan masalah ini. Jika nilai-nilai tersebut diterapkan, saya berharap Turki bisa jadi negara yang damai juga harmonis yang Dimana agama dan modernitas busa hidup berdampingan.
Penulis: Athifah Dzakiyyah Halim, Mahasiswa Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta.
Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube Milenianews.













