Peran Mahasiswa dalam Bela Negara Melalui Literasi Digital

Bela Negara

Milenianews.com, Mata Akademisi – Pada era maraknya teknologi saat ini, ancaman terhadap suatu negara tidak melulu tentang serangan fisik maupun militer. Informasi yang tersebar dengan luas di ruang digital dapat menjadi salah satu ancaman yang mampu memecah belah masyarakat tanpa disadari.  Indonesia tercatat sebagai salah satu negara dengan pengonsumsi media sosial terbanyak, laporan teranyar situs layanan manajemen media sosial We Are Social mengungkapkan, jumlah pengguna internet dunia mencapai 5,56 miliar pengguna di 2025. Satu hal, data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) 2024 menyebut bahwa 39,71% anak usia dini di Indonesia telah menggunakan telepon seluler, sementara 35,57% lainnya sudah mengakses internet. Apabila dirinci per kelompok usianya, maka terdapat 5,88% anak di bawah usia 1 tahun yang sudah menggunakan telepon genggam/gawai dan 4,33 persen anak di bawah usia tahun yang mengakses internet pada 2024. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat indonesia terutama anak muda sangat mudah mendapatkan informasi dengan cepat melalui internet. Dibalik dampak positif informasi tersalur dengan cepat kepada masyarakat, terdapat dampak negatif dari maraknya teknologi saat ini yaitu munculnya berita hoax (berita palsu) yang kebanyakan masyarakat belum mampu menyaring informasi dengan tepat sehingga banyak masyarakat yang tertipu dengan berita-berita yang tidak benar di sosial media. Hal ini dipengaruhi juga oleh kemampuan literasi digital masyarakat. Maka, dalam kontek essay ini perlu membahas pentingya peran mahasiswa dalam menerapkan literasi digital saat ini.

Baca juga: ‘Amil Tanazu’ Perspektif Bashrah : Prinsip Logis dan Penolakan Syadz Kufah dalam Nahwu Klasik

Literasi digital yaitu kemampuan mengevaluasi informasi, berpikir kritis, dan verifikasi data. Salah satu penelitian mengungkapkan bahwa literasi digital efektif dalam menangkal hoax di sosial media yaitu studi “Peran Kompetensi Literasi Digital Terhadap Konten Hoaks dalam Media Sosial” menunjukkan bahwa kurangnya literasi digital di masyarakat berkorelasi dengan tingginya penyebaran konten hoaks. Pada penelitian ini menyatakan bahwa munculnya kasus penyebaran berita hoax secara masif di Indonesia merupakan dampak negatif dari perkembangan teknologi  digital dan sosial media yang tidak diimbangi dengan literasi digital pada masyarakat. Dalam konteks bela negara, terdapat tiga hal penting yang perlu diimplementasikan dalam masyarakat terutama peran mereka sebagai mahasiswa.

Literasi digital menjadi salah satu pilar ketahanan informasi nasional yang memegang peran penting. Literasi digital tidak sekadar kemampuan mengoperasikan perangkat atau aplikasi, tetapi mencakup kemampuan yang lebih kompleks seperti analisis informasi, evaluasi kredibilitas sumber, pemahaman terhadap algoritma, serta etika dalam memproduksi konten. Mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat yang memiliki pemahaman intelektual yang baik harus mampu berpikir kritis. Kemampuan analitis yang dimiliki mahasiswa dapat berpotensi menjadi pilar ketahanan informasi nasional, karena dengan memiliki kemampuan analitikal yang baik, seseorang tidak akan dengan mudah mempercayai suatu berita tersebar secara masif di media sosial, mahasiswa akan mengevaluasi informasi yang mereka temukan terlebih dahulu sehingga akan memengaruhi tingkat terjebaknya masyarakat dengan berita hoax. Dengan demikian literasi  digital bukan hanya kompetensi teknis, tetapi bagian dari bela negara dalam bentuk paling relevan dengan tuntutan zaman.

Hal kedua dalam implementasi literasi digital pada masyarakat adalah pentingnya peran strategis mahasiswa dalam mendeteksi, memutus, dan melawan penyebaran hoax di media sosial. Mahasiswa dengan literasi digital tinggi memiliki tingkat kehati-hatian yang lebih besar dalam memberikan informasi (Putri, 2022). Mahasiswa seringkali melakukan pemeriksaan ulang terlebih dahulu terhadap beberapa sumber yang mereka temui dan tidak langsung menerima infromasi begitu saja, mahasiswa akan memanfaatkan web pemeriksa fakta, dan melakukan identifikasi tanda-tanda penipuan seperti judul sensasional, narasi emosional, serta sumber anonim. Kemampuan ini sangat penting karena sebagian besar berita hoax yang tersebar di sosial media dibuat untuk memancing reaksi cepat dan emosional masyarakat, bukan analisis rasional pada mereka. Mahasiswa yang aktif dalam berpikir kritis dapat berlaku sebagai ‘gatekeeper informasi’ dalam perlawanan berita hoax ini. Gatekeeper informasi ini adalah bentuk bela negara non-militer, hal ini memungkinkan mahasiswa mencegah penyebaran informasi hoax, mahasiswa dapat menjaga harmoni sosial yang ada di masyarakat. Selain sebagai pendeteksi berita hoax, mahasiswa dapat menjadi peran melawan berita hoax. Mahasiswa dapat membuat konten edukatif, menulis opini berdasarkan data yang konkrit, dan membuat thread informatif yang nantinya bertujuan untuk memberikan informasi yang benar terkait suatu isu yang terjadi kepada masyarakat luas sehingga akhirnya masyarakat mendapatkan informasi yang benar dan tidak terjebak berita hoax di media sosial terkait banyak isu yang terjadi.

Baca juga: Humanisasi di Era Modern: Integrasi Nilai Kemanusiaan Dalam Al-Qur’an dan Realitas Sosial

Hal ketiga yaitu kontribusi mahasiswa dalam pendidikan, advokasi, dan kampanye literasi digital. Mahasiswa dapat memanfaatkan ekosistem kampus, misalnya UKM, organisasi, forum diskusi, dan media digital kampus sebagai sarana menyebarkan pemahaman literasi  digital. Misalnya, mengadakan pelatihan literasi digital untuk siswa, masyarakat lokal, atau komunitas lokal sebagai bentuk pengabdian masyarakat, kemudian dapat mendirikan komunitas pendeteksi fakta dengan tugas mengedukasi publik dengan memverifikasi isu-isu yang viral di media sosial, sehingga masyarakat mendapat acuan dimana mereka dapat menemukan verifikasi berita terkini di media sosial. Hal lainnya yang dapat dilakukan adalah membuat konten edukatif, video pendek, atau blog bacaan yang menjelaskan cara mengenali hoax dan cara mengetahui kredibilitas suatu informasi di sosial media. Mahasiswa juga dapat bekerjasama dengan instansi pemerintah seperti Kominfo, BNPB, atau Badan Ideologi Pembinaan Pancasila (BPIP) dalam kampanye literasi digital. Tujuan akhir segala kegiatan dan upaya ini adalah untuk mengedukasi masyarakat dan menumbuhkan literasi digital masyarakat luas.

Maka, dari penjabaran tersebut, dapat disimpulkan bahwa bela negara di era digital tidak lagi terbatas pada kekuatan fisik, melainkan juga mencakup kemampuan menjaga integritas informasi dan ruang publik dari disinformasi, hoax, serta polarisasi opini; dalam konteks ini, mahasiswa memiliki peran strategis sebagai agen literasi digital karena kapasitas akademik, akses informasi, dan pengaruh sosial mereka. Melalui penerapan literasi digital, mahasiswa dapat mendeteksi dan memverifikasi informasi, melawan hoax dengan konten edukatif yang mereka buat dengan kreativitas, serta mengedukasi masyarakat melalui seminar, kampanye, atau komunitas pengecekan fakta dan sumber informasi, sehingga berkontribusi pada stabilitas sosial dan persatuan bangsa. Dengan kesadaran dan tindakan yang konsisten, mahasiswa saat ini tidak hanya menjadi konsumen informasi, tetapi juga agen perubahan yang aktif dan bertanggung jawab, sehingga memperkuat ketahanan bangsa dan memperluas makna bela negara menjadi tanggung jawab intelektual dan sosial.

Penulis: Ramadhani Zen, Mahasiswa Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta.

Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube Milenianews.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *