Milenianews.com, Yogyakarta – Kisah seorang El di Lintasan Drift Sirkuit Mandala Krida sore itu, langit yang mendung diiringi hujan gerimis ketika deru mesin menggema. Bau karet terbakar bercampur bensin memenuhi udara, pertanda babak final Indonesian Drift Series (IDS) 2025 dimulai.
Di antara dentuman gas dan kepulan asap, tampak sosok kecil dengan helm lebih besar dari kepalanya sendiri. Namanya Zayd Elang Andotama, enam tahun, bocah yang hari itu tak hanya berlomba dengan mobil, tapi juga mengukir kenangan bersama sang ayah di lintasan, dan kini resmi menyandang gelar The Youngest Drifter di Indonesia.
Baca juga: El Andotama, Drifter Termuda di Indonesia yang Bikin Ban Menjerit di Sirkuit Mandala Krida
Kisah El, Sang The Youngest Drifter

Di lintasan, El tampak serius. Tapi ketika helmnya dilepas, senyumnya kembali seperti anak kecil kebanyakan. Ia mengusap keringat di dahi, menatap mobilnya yang masih berasap, lalu berbisik pelan pada Abi-nya (sebutan El pada sang ayah), Bimo Andotama, “Tadi agak meleset dikit, Bi, tapi aku bisa lebih halus abis ini.”
Bimo tertawa kecil, sambil memangku anaknya, dan menjawab singkat, “Namanya juga drift, El. El tadi mungkin gasnya terlalu over atau malah kebalikannya. Yang penting kamu nikmatin setiap belokannya.”
Percakapan sederhana itu mungkin biasa bagi mereka, tapi bagi siapa pun yang melihat, ada sesuatu yang menggetarkan, yakni hubungan ayah dan anak yang tak hanya diikat oleh darah, tapi juga oleh kecepatan, keberanian, dan semangat belajar tanpa henti.
Bimo bukan sosok baru di dunia drifting. Ia salah satu Drifter Nasional di Indonesia, jadi wadah di mana El belajar dasar-dasar mengendalikan mobil. “Dari kecil mau jadi pembalap motor, tapi dari keluarga nggak ada yang bolehin, jadi awalnya diusia 3 tahun coba gokart.”
Baca juga: Youtuber vs Entrepreneur Muda, di Webinar UBSI
Pengakuan Abi di Balik Pencapaian El

Sejak itu, El mulai berlatih serius. Tak dengan paksaan, melainkan dengan rasa ingin tahu khas anak-anak. “Kadang kalau anak lain minta mainan, El malah minta ganti ban belakang,” Bimo terkekeh.
Ketika ditanya soal kekhawatiran, Bimo jujur mengaku, “Deg-degan itu pasti. Tapi saya percaya, selama dia paham safety dan tahu kapan harus berhenti, lintasan justru jadi tempat dia belajar kontrol. bukan cuma mobilnya, tapi dirinya sendiri.”
Lanjut Bimo, “Ronoldo pernah bilang dalam wawancaranya, kerja keras dengan talenta lebih penting mana? Kata Ronaldo, talenta dulu. Saya lihat sudah ada talenta, maka sekarang harus kerja keras untuk kejar hal tersebut seperti Ronaldo.”
El, di sisi lain, punya jawaban yang jauh lebih polos. “Aku happy ngedrift karena seru, bisa bikin mobil belok dan mepetin ditembok tapi tetap jalan cepat,” katanya sambil memainkan sarung tangannya.
Ketika ditanya apakah takut, ia menjawab sambil tertawa, “Takut sih, tapi serunya lebih banyak. Papa bilang, kalau takutnya hilang malah bahaya.”
Itu mungkin kalimat paling dewasa yang pernah keluar dari bocah enam tahun. Dan di situ letak keistimewaannya, El bukan sekadar anak kecil yang diajarkan mengemudi, tapi anak yang belajar tentang keseimbangan antara keberanian dan kehati-hatian.
Baca juga: Garasi Drift, Tutup Kemeriahan BSI Diginofest, dengan Taxi Drift
Dunia drifting memang keras, penuh risiko dan adrenalin. Tapi di antara asap ban yang mengepul dan suara mesin yang meraung, ada kisah lembut tentang cinta seorang ayah, tekad seorang anak, dan semangat yang tak mengenal usia.
Dan mungkin, di setiap lintasan yang dilalui El, ada pesan kecil untuk semua orang dewasa bahwa keberanian itu bukan soal umur, tapi soal kemauan untuk terus belajar bahkan di tikungan paling tajam sekalipun.
Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube MileniaNews.








