Mata Akademisi, Milenianews.com – Fenomena brain drain atau “pembuangan otak” kian terasa di Indonesia. Istilah populer #KaburAjaDulu, yang ramai di media sosial, menjadi simbol keresahan generasi muda yang memilih mencari peluang kerja dan pendidikan di luar negeri. Bagi sebagian besar, hal ini bukan sekadar tren, melainkan cermin dari rasa kecewa terhadap kondisi dalam negeri yang dianggap stagnan.
Pertanyaannya, apakah fenomena ini murni akibat minimnya peluang domestik, atau justru wujud keyakinan generasi muda bahwa masa depan lebih cerah di negeri orang?
Mengapa #KaburAjaDulu Muncul?
Indonesia tengah memasuki era bonus demografi, di mana mayoritas penduduk adalah generasi produktif. Namun, kesempatan kerja yang layak masih terbatas. Banyak lulusan baru menghadapi kesulitan mendapatkan pekerjaan dengan gaji sepadan, sehingga melirik negara lain yang menawarkan upah lebih tinggi.
Faktor lain yang turut mendorong adalah sistem ketenagakerjaan yang dinilai belum adil. Implementasi upah minimum yang timpang, akses jaminan sosial yang tidak merata, serta perlakuan berbeda antara pekerja lokal dan asing memperkuat keinginan sebagian anak muda untuk “melarikan diri”. Bagi mereka, #KaburAjaDulu adalah bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan struktural.
Membaca dengan Kacamata Teori Konflik Karl Marx
Fenomena ini bisa dipahami melalui lensa teori konflik Karl Marx. Marx menekankan bahwa konflik sosial lahir dari pertentangan antara kelas dominan dan kelas tertindas. Dalam konteks Indonesia, kelas dominan adalah elit ekonomi dan politik, sedangkan generasi muda yang potensial menjadi tenaga kerja berada di posisi yang termarjinalkan.
Ketidakadilan dalam dunia kerja, ditambah minimnya keberpihakan kebijakan pada generasi muda, menciptakan rasa frustasi kolektif. Tak heran jika migrasi keluar negeri dianggap solusi, meskipun harus meninggalkan tanah air.
Antara Kekecewaan dan Nasionalisme
Tagar #KaburAjaDulu bukan semata-mata bentuk kebencian pada Indonesia. Justru, banyak generasi muda yang tetap bangga sebagai warga negara Indonesia di manapun mereka berada. Mereka membawa nama baik bangsa di kancah global, meskipun merasa kurang dihargai di negeri sendiri.
Fenomena ini mencerminkan dilema: di satu sisi ada kekecewaan terhadap pemerintah dan ketidaksetaraan sosial, di sisi lain masih ada cinta pada tanah air yang tak lekang oleh jarak. Generasi muda berharap Indonesia mampu memberi ruang lebih besar agar potensi mereka tidak hanya berkembang di luar negeri, tetapi juga di rumah sendiri.
Brain Drain Indonesia melalui fenomena #KaburAjaDulu adalah ujian besar di era digital dan globalisasi. Jika tidak segera direspon dengan kebijakan yang adil, peluang bonus demografi bisa berubah menjadi bumerang.
Generasi muda bukan hanya “kabur” karena upah rendah, tetapi juga karena ketidakpercayaan terhadap sistem. Maka, pekerjaan rumah besar pemerintah adalah mengembalikan kepercayaan itu, dengan menciptakan ekosistem yang adil, layak, dan berpihak pada masa depan anak bangsa.
Penulis: Alyah Safitri, Ifti Hidayatul Putri, Shafira Pratama Putri
Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube MileniaNews.













