Membangun Kedaulatan Fintech Indonesia di Usia Kemerdekaan ke-80

Kedaulatan Fintech

Mata Akademisi – Tahun ini, Indonesia merayakan 80 tahun kemerdekaan. Delapan dekade lalu, para pendiri bangsa berjuang merebut kedaulatan politik dari penjajahan. Hari ini, kita menghadapi tantangan berbeda, yakni memastikan kedaulatan digital, salah satunya pada sektor financial technology (fintech), di tengah arus globalisasi dan kompetisi teknologi yang kian ketat.

Di sektor fintech, tantangan ini semakin penting. Layanan keuangan digital telah menjadi urat nadi ekonomi modern, mulai dari pembayaran QRIS, peer-to-peer lending, insurtech hingga investasi. Untuk memastikan keberlanjutan dan kemandirian di sektor ini, kita membutuhkan tiga pilar utama, yakni keamanan siber, sains data, dan pengalaman industri nyata.

Baca juga: Merdeka ke-80: Kampus Unggul, Talenta Tangguh, Indonesia Maju

1. Keamanan Siber: Kedaulatan yang harus dijaga

Kemerdekaan digital berarti kita menguasai dan melindungi infrastruktur serta data kita sendiri. Kepercayaan publik pada sistem keuangan digital bergantung pada ketangguhan keamanan siber.

Kebocoran data, penipuan daring, dan serangan peretas lintas negara adalah ancaman nyata bagi stabilitas ekonomi digital. UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) telah hadir, tetapi implementasi dan kesadaran pengguna masih menjadi pekerjaan rumah.

Di dunia fintech, semua pihak, mulai dari pengembang, analis, hingga manajemen, harus memiliki mindset keamanan siber. Tanpa itu, inovasi hanyalah “istana pasir” yang akan runtuh saat diterpa badai serangan digital. Di usia kemerdekaan ke-80 ini, kedaulatan tidak hanya diukur dari wilayah daratan dan laut, tetapi juga dari kemampuan menjaga kedaulatan data dan sistem kita sendiri.

Baca juga: 80 Tahun Merdeka, Tapi Gagasan Tan Malaka Masih Jadi PR Bangsa

2. Sains Data: Senjata intelektual di era digital

Jika keamanan siber adalah tameng, maka sains data adalah pedang yang menggerakkan inovasi. Setiap transaksi menghasilkan data yang bernilai strategis. Dengan pengolahan yang tepat, data dapat menjadi dasar credit scoring yang inklusif, deteksi penipuan yang akurat, dan personalisasi layanan yang relevan.

Namun, menguasai sains data berarti memiliki talenta yang paham teknologi sekaligus konteks bisnis dan regulasi. Inilah bentuk “kemerdekaan intelektual” yang dibutuhkan Indonesia, tidak bergantung sepenuhnya pada algoritma dan sistem asing, melainkan membangun model dan solusi sesuai kebutuhan masyarakat dan karakter pasar kita sendiri.

Dengan kemampuan ini, fintech Indonesia bisa menjadi pemain, bukan sekadar konsumen teknologi global.

Baca juga: Teknologi Informasi dan Makna Kemerdekaan Digital di Usia 80 Tahun Republik Indonesia

3. Magang: Menempa talenta di medan nyata

Kemerdekaan ekonomi digital juga berarti memiliki SDM yang siap bersaing secara global. Sebagai perguruan tinggi swasta yang relatif muda, Universitas Siber Indonesia (Cyber University) sebagai Kampus Fintech Pertama di Indonesia telah mengambil langkah inovatif dan strategis dengan mengimplementasikan Company Learning Program (CLP) melalui program 3+1: tiga tahun kuliah, satu tahun magang di industri, lembaga atau dunia usaha.

Program ini memastikan mahasiswa tidak hanya belajar teori, tetapi juga berkontribusi pada proyek nyata, memahami tantangan regulasi, dan membangun jejaring profesional. Bagi industri, ini adalah kesempatan untuk membentuk talenta sesuai kebutuhan, sekaligus memperkuat ekosistem inovasi nasional.

Inilah bentuk “magang merdeka” yang sesungguhnya, mahasiswa diberi ruang untuk belajar, berkreasi dan berkarya, industri mendapat mitra muda yang segar dan kreatif.

Baca juga: Jadi Warga Negara Indonesia Seutuhnya Bukan Sekadar Hafal Pancasila

Menuju 100 Tahun Indonesia Merdeka

Tiga pilar yang melliputi keamanan siber, sains data, dan pengalaman industri ini, merupakan modal strategis untuk menatap 100 tahun Indonesia Merdeka di 2045. Keamanan siber akan menjaga kepercayaan publik, sains data akan mendorong inovasi, dan magang terstruktur akan memastikan kesiapan SDM.

Kemerdekaan bukan hanya tentang bebas dari penjajahan, tetapi juga tentang mandiri mengelola masa depan. Di era digital, kedaulatan berarti menguasai teknologi inti, mengolah data sendiri, dan menyiapkan generasi yang tidak hanya konsumen, tetapi juga pencipta teknologi.

Jika perguruan tinggi, industri, dan pemerintah bersinergi, Indonesia tidak hanya akan menjadi pasar terbesar fintech di Asia Tenggara, tetapi juga pusat inovasi digital yang disegani dunia. Dan semuanya, bisa dimulai sekarang (di usia ke-80 kemerdekaan ini) dengan keberanian membangun fondasi yang kokoh untuk kedaulatan finansial digital bangsa.

Oleh: Agus Trihandoyo, Wakil Rektor I Bidang Akademik Cyber University (The First Fintech University in Indonesia)

Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube MileniaNews.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *