Mata Akademisi, Milenianews.com – Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting dalam menilai keberhasilan suatu negara dalam meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Di Indonesia, isu pertumbuhan ekonomi terus menjadi perbincangan hangat, apalagi ketika angkanya stagnan atau tidak sesuai dengan target yang diharapkan.
Dalam beberapa tahun terakhir, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia berada pada kisaran 4–5 persen, angka yang belum cukup untuk membawa lompatan besar dalam pembangunan nasional, penciptaan lapangan kerja, maupun pengentasan kemiskinan.
Baca juga: Potensi Besar, Aksi Kecil: Dilema Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Fenomena ini menimbulkan pertanyaan besar: mengapa pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung rendah? Apa yang menjadi penghambatnya, dan bagaimana solusinya? Pertanyaan-pertanyaan ini penting untuk dikaji secara menyeluruh karena pertumbuhan ekonomi bukanlah sekadar angka dalam laporan, melainkan cermin dari kualitas hidup masyarakat.
Faktor-Faktor Penghambat Pertumbuhan Ekonomi
Salah satu penyebab utama melambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah terbatasnya investasi produktif, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Ketidakpastian regulasi, birokrasi yang berbelit, dan kepastian hukum yang lemah menjadi momok bagi para investor. Meskipun pemerintah telah mencoba mendorong iklim investasi melalui omnibus law dan reformasi perizinan, implementasi di lapangan masih sering menemui hambatan.
Selain itu, sektor industri nasional belum menunjukkan daya saing yang kuat. Kontribusi sektor manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) justru mengalami penurunan dalam dua dekade terakhir. Padahal, sektor ini sangat penting karena menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar dan dapat menghasilkan produk dengan nilai tambah tinggi. Dominasi sektor-sektor berbasis komoditas, seperti pertambangan dan perkebunan, masih terlalu tinggi, sementara sektor industri pengolahan belum berkembang optimal.
Ketergantungan pada ekspor komoditas seperti batu bara dan kelapa sawit membuat ekonomi Indonesia sangat rentan terhadap gejolak harga global. Ketika harga komoditas menurun, pendapatan negara menurun, neraca perdagangan terganggu, dan pada akhirnya berdampak pada perlambatan ekonomi secara keseluruhan. Belum lagi jika terjadi ketegangan geopolitik global atau perlambatan ekonomi negara mitra dagang utama seperti Tiongkok dan Amerika Serikat.
Di sisi lain, kualitas sumber daya manusia masih menjadi tantangan besar. Rendahnya produktivitas tenaga kerja Indonesia, yang disebabkan oleh rendahnya akses terhadap pendidikan berkualitas dan keterampilan kerja yang relevan, menjadi faktor pembatas utama. Bonus demografi yang seharusnya menjadi kekuatan pembangunan justru bisa menjadi beban jika tidak dikelola dengan baik.
Masalah lain yang tak kalah penting adalah tingginya ketimpangan ekonomi antarwilayah. Pertumbuhan ekonomi selama ini lebih terkonsentrasi di Pulau Jawa, khususnya di kota-kota besar, sementara daerah-daerah di luar Jawa masih tertinggal dalam hal infrastruktur, akses modal, dan keterhubungan ekonomi. Hal ini menyebabkan pertumbuhan nasional yang tidak inklusif dan tidak merata.
Langkah-Langkah yang Perlu Diambil
Menghadapi tantangan-tantangan tersebut, perlu ada langkah nyata dan komprehensif dari berbagai pihak, terutama pemerintah sebagai pengambil kebijakan utama. Pertama, perlu dilakukan penguatan sektor industri nasional, khususnya manufaktur dan industri hilir. Ini dapat dilakukan dengan memberikan insentif fiskal, kemudahan perizinan, dan dukungan terhadap riset serta inovasi teknologi.
Kedua, perlu adanya investasi besar-besaran di sektor pendidikan dan pelatihan kerja. Negara-negara yang berhasil mencetak pertumbuhan tinggi dan berkelanjutan adalah negara yang mampu membangun manusia unggul. Pendidikan vokasi, pelatihan berbasis kebutuhan industri, dan pengembangan wirausaha muda harus menjadi prioritas.
Baca juga: Ekonomi Islam ala Umer Chapra sebagai Solusi untuk Dunia yang Lebih Adil
Ketiga, pemerintah perlu melanjutkan dan mempercepat pembangunan infrastruktur, bukan hanya jalan dan jembatan, tetapi juga infrastruktur digital dan energi. Akses internet cepat dan listrik yang stabil menjadi syarat mutlak bagi pertumbuhan ekonomi di era digital ini, terutama untuk mendukung pertumbuhan UMKM dan ekonomi kreatif.
Selain itu, Indonesia harus mulai beralih dari ekonomi berbasis konsumsi ke ekonomi berbasis inovasi dan produksi. Konsumsi rumah tangga memang menjadi penopang utama ekonomi, tetapi tidak cukup kuat untuk mendorong pertumbuhan jangka panjang jika tidak diimbangi dengan ekspansi sektor produksi.
Penulis: Rama Haffi Maula, Mahasiswa STEI SEBI
Profil Singkat: Mahasiswa jurusan Hukum Ekonomi Syariah yang bercita-cita menjadi pribadi yang bermanfaat bagi orang lain dan membawa kebahagiaan melalui perbuatannya. Ia menyukai futsal dan sepak bola, serta mulai menekuni dunia kepenulisan. Terinspirasi oleh pesan Ali bin Abi Thalib, “Semua penulis akan mati, hanya karya-karyanya yang abadi,” ia bertekad untuk menulis hal-hal yang dapat membahagiakan dirinya di akhirat kelak.
Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube Milenianews.