Jejak Khawarij dalam Konteks Modern: Tantangan dan Solusi bagi Umat Islam

islamofobia

Mata Akademisi, Milenianews.com – Dalam sejarah Islam, kelompok Khawarij dikenal sebagai “mereka yang keluar” karena memisahkan diri dari pemerintahan yang dianggap tidak menjalankan hukum Allah dengan benar. Muncul pada masa awal Islam, mereka memiliki karakteristik sikap yang keras, terutama dalam menilai orang lain sebagai kafir jika dianggap menyimpang dari ajaran Islam. Namun, bagaimana pengaruh Khawarij terlihat di zaman modern ini?

Saat ini, terdapat banyak kelompok yang disebut sebagai Neo-Khawarij atau Khawarij masa kini, yang mewarisi sikap keras dan kecenderungan untuk mengkafirkan, mirip dengan Khawarij di masa lalu. Mereka sering mengambil sikap tanpa pertimbangan yang matang dan menggunakan kekerasan atas nama agama untuk menyelesaikan masalah. Keberadaan kelompok semacam ini menimbulkan tantangan besar bagi umat Islam dan masyarakat secara umum.

Baca juga: Tuhan dalam Gimik Influencer

Dampak nyata dari pemikiran Khawarij modern ini terlihat dalam kemunculan kelompok radikal seperti ISIS dan Boko Haram. Mereka tidak hanya menafsirkan teks agama secara literal, tetapi juga menerapkannya dengan kaku tanpa mempertimbangkan perubahan sosial dan konteks zaman sekarang. Dengan menggunakan takfir, mereka melegitimasi kekerasan, mengulangi pola kelompok Khawarij yang menolak otoritas dan menganggap pemerintahan yang sah sebagai musuh yang harus dilawan. Hal ini jelas mengancam perdamaian dan stabilitas di banyak negara.

Pengaruh ini juga menimbulkan masalah sosial yang serius. Di satu sisi, Islamofobia semakin meningkat karena tindakan kekerasan dari kelompok radikal ini sering disalahpahami sebagai representasi Islam secara keseluruhan. Di sisi lain, muncul perpecahan di kalangan umat Islam sendiri, di mana sebagian mulai meragukan peran ulama dan ajaran Islam yang moderat. Situasi ini mempersulit upaya dakwah Islam yang penuh kasih dan toleransi.

Untuk mengatasi permasalahan ini, penting untuk memperkuat prinsip moderasi atau wasathiyah dalam pemikiran Islam. Generasi muda perlu memahami sejarah Khawarij agar menyadari bagaimana pemikiran yang kaku dan ekstrem dapat berujung pada kekerasan. Pendidikan Islam harus menanamkan nilai-nilai kritis dan kontekstual dalam mempelajari Al-Qur’an dan sunnah, serta mengajarkan pentingnya sikap toleransi dan humanisme. Para ulama juga memiliki peran penting dalam memperkuat narasi damai dan menanggulangi paham takfiri yang merusak.

Islam adalah agama yang terus beradaptasi dengan perubahan zaman. Meskipun banyak aliran dan pemikiran baru muncul, menjaga keseimbangan dan moderasi adalah kunci utama untuk hidup berdampingan secara harmonis. Dialog antaragama dan sikap saling menghormati perbedaan menjadi fondasi penting untuk menciptakan perdamaian, terutama dalam masyarakat yang beragam dan multikultural. Memahami Neo-Khawarij dan paham ekstrem lainnya dengan tepat akan membantu umat Islam tetap teguh dan bijak dalam menghadapi tantangan zaman.

Baca juga: Dari Huruf ke Hafalan: Perjalanan Santri Bersama Metode Yanbu’a

Pada akhirnya, umat Islam harus kembali kepada esensi ajaran Nabi Muhammad SAW yang mengedepankan kasih sayang, persatuan, dan kedamaian. Dengan semangat tersebut, Islam dapat menjadi rahmat bagi seluruh alam tanpa menimbulkan konflik dan perpecahan di tengah masyarakat modern yang dinamis.

Penulis: Nur Izzah, A. Muthiah Maharani, Natasha Amelia Putri, Ria Fazza Amalia, Mahasiswa Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta

Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube MileniaNews.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *