Milenianews.com, Jakarta – Menurut hasil survey nasional, pengalaman hidup anak dan remaja tahun 2018 menyatakan bahwa tiga dari 5 anak perempuan mengalami kekerasan emosional. Sedangkan satu dari 2 anak laki-laki juga mengalami hal serupa. Hal ini membuat gangguan depresi bisa terjadi pada anak. Hal itu memberi dampak buruk bagi siswa.
Bahkan hasil riset kesehatan dasar tahun 2018 menyebutkan bahwa gangguan depresi sudah mulai terjadi sejak rentang usia remaja kisaran 15 hingga 24 tahun. Gangguan depresi merupakan salah satu bentuk gangguan psikososial yang dapat berpengaruh pada perkembangan remaja, termasuk prestasi dan sosialisasi di sekolah.
Baca Juga : UBSI Bersama MGBK SMK Kabupaten Bogor Akan Gelar Webinar
Hal tersebut diungkapkan Karyadi, M.Pd dalam webinar yang bekerjasama dengan kampus Universitas Bina Sarana Informatika (UBSI) bertemakan ‘Mengenal Gangguan Psikososial Remaja dan Workshop Layanan BK Kreatif dengan E-Learning’ secara live via zoom dan youtube, Kamis (15/10). Gangguan depresi, menurutnya, menyebabkan gangguan psikososial yang bisa menimbulkan niat siswa untuk mengakhiri hidupnya.
“Sebagai guru sudah kewajiban bagi kita untuk mengenali faktor apa saja yang menyebabkan gangguan psikososial pada siswa, misalnya faktor kehilangan keluarga, kerentanan kondisi fisik, kurang kasih sayang, ataupun mengalami kekerasan dalam rumah tangga dan lingkungan sekolah,” ujar Karyadi selaku ketua MGBK SMK kabupaten Bogor.
Ia juga menjelaskan bahwa untuk mendeteksi dini gangguan psikososial dapat melihat perilaku remaja. Sebagai contohnya sering memulai atau memancing keributan dengan orang lain, berkata atau bertindak kasar terhadap orang lain termasuk yang dituakan. Juga mencuri untuk kepentingan pribadi, menyakiti binatang yang tergolong tidak berbahaya. Dan suka menyakiti diri sendiri dan menceritakan ide bunuh diri.
Berikut aktivitas-aktivitas untuk menangani peserta didik jika menemui gejala psikososial:
Baca Juga : Intip, Peluang Karir Prodi Administrasi Bisnis UBSI
1. Berlatih teknik pernapasan
Mengatur nafas menjadi lebih lambat dan teratur membuat lebih banyak oksigen yang masuk ke otak. Hal ini menstimulasi sistem saraf parasimpatis yang membuat tubuh menjadi lebih tenang.
2. Ajarkan relaksasi otot ke Siswa
Gerakan teratur pada otot membuat tubuh menjadi lebih rileks. Sehingga saat tubuh mengalami relaksasi maka emosi pun juga ikut menjadi tenang dan kecemasan menjadi menurun.
3. Simulasi bilateral
Tepukan atau sentuhan secara teratur pada tubuh bagian kanan dan kiri dapat membantu seseorang memproses informasi dengan lebih baik.
4. Menggambar tempat yang aman
Melihat gambar yang aman, tenang, dan nyaman membuat otak berfokus pada kondisi tersebut walaupun tidak benar-benar terasa. Kemudian, stimulasi bilateral bisa membantu otak untuk memproses informasi mengenai situasi pada gambar agar seperti hal yang benar-benar dirasakan.
5. Safety hand
Saat merasa sendiri, maka beban masalah akan terasa lebih berat. Mengingat orang yang dapat menolong atau menyayangi dapat membuat beban tersebut terbagi dan bisa mengatasinya secara bersama-sama.
6. Body scan body map
Ketika seseorang menyadari hal yang terjadi, termasuk emosi yang terasa, seseorang bisa lebih terbantu untuk menerima emosi tersebut. Menemukan penyebabnya hingga muncul dan mencari solusinya agar emosi tersebut bisa mereda.
7. Balon air
Ketika marah ada energi dalam tubuh yang ingin terlampiaskan. Cara ini bisa membantu mengeluarkan energi tersebut tanpa membahayakan siswa dan orang lain. Berkegiatan dengan air juga dapat membuat seseorang menjadi lebih tenang.
8. Mengenali kejadian positif
Mengingat pengalaman positif membuat otak berfokus pada kondisi tersebut. Kemudian stimulasi bilateral bisa membantu otak untuk memproses informasi mengenai situasi pada saat itu agar rasa tenang dan senangnya kembali.(Lady Agustine)