Neurosains dan AI: Menjelajahi Koneksi Antara Otak dan Kecerdasan Buatan

neurosains dan ai

Milenianews.com, Jakarta – Kemajuan teknologi di era digital telah membawa kita ke titik di mana neurosains dan kecerdasan buatan (AI) semakin saling berkaitan. Bidang neurosains yang mempelajari sistem saraf, terutama otak, kini didukung oleh AI yang mampu meniru kecerdasan manusia melalui algoritma dan jaringan saraf buatan. Sinergi ini membuka berbagai peluang untuk memahami otak manusia lebih dalam dan mengembangkan teknologi yang semakin adaptif.

Diky Wardhani, Dosen Prodi Teknologi Informasi Cyber University, menjelaskan bahwa integrasi AI dalam neurosains telah memberikan dampak signifikan, terutama dalam analisis data otak.

Baca juga: Artificial Intelligence dan Bahayanya bagi Model Komputasi Manusia

“Dengan machine learning, kita dapat mengidentifikasi pola aktivitas otak yang berkaitan dengan berbagai kondisi psikologis dan neurologis. Teknologi pencitraan seperti fMRI dan EEG memungkinkan AI untuk mendeteksi perubahan kecil dalam aktivitas otak, yang kemudian bisa dikaitkan dengan emosi, kognisi, atau gangguan mental,” ujar Diky, dalam keterangan rilis, Rabu (26/3).

Menurutnya, AI juga punya peran penting dalam deteksi dini penyakit neurodegeneratif seperti Alzheimer dan Parkinson. “Dengan menganalisis pola perubahan otak pada tahap awal, AI dapat memberikan prediksi risiko yang lebih akurat, sehingga memungkinkan intervensi lebih cepat dan efektif,” tambahnya.

Inspirasi dari cara kerja otak manusia juga menjadi dasar dalam pengembangan jaringan saraf buatan (artificial neural networks, ANN). ANN bekerja dengan menyusun lapisan-lapisan node yang berinteraksi untuk memproses informasi, mirip dengan bagaimana neuron di otak berkomunikasi.

“Deep learning dalam AI memiliki banyak kesamaan dengan cara manusia belajar melalui pengalaman. Semakin banyak data yang diproses, semakin baik AI dalam mengenali pola dan meningkatkan kinerjanya,” jelas Diky.

Salah satu perkembangan paling menarik dalam bidang ini adalah Brain-Computer Interface (BCI), yang memungkinkan komunikasi langsung antara otak manusia dan perangkat elektronik. “BCI membuka peluang bagi orang dengan disabilitas untuk mengontrol komputer atau prostetik hanya dengan pikiran mereka. Teknologi ini terus berkembang dan bisa menjadi solusi revolusioner bagi banyak tantangan medis,” ungkap Diky.

Namun, meskipun ada banyak potensi dari integrasi neurosains dan AI, masih ada tantangan yang perlu diatasi. Diky menyoroti kompleksitas otak manusia yang luar biasa serta isu etika terkait dengan penggunaan AI dalam bidang ini.

“Kita harus berhati-hati dalam menjaga privasi data otak serta memastikan teknologi ini tidak disalahgunakan untuk manipulasi pikiran. Transparansi dan regulasi yang jelas sangat diperlukan agar pengembangan teknologi ini tetap berada dalam koridor etika yang benar,” tegasnya.

Baca juga: Peran Artificial Intelligence di Masa Mendatang

Ke depan, dengan penelitian yang terus berkembang, Diky optimis bahwa AI tidak hanya akan membantu kita memahami otak manusia, tetapi juga berinteraksi dengannya secara lebih alami dan efektif.

“Sinergi antara neurosains dan AI bisa membawa perubahan besar dalam dunia medis, komunikasi, dan bahkan peningkatan kemampuan kognitif manusia. Masa depan teknologi ini sangat menjanjikan,” pungkasnya.

Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube Milenianews.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *