Puisi  

Setangkup Rindu

Hadi Suroso. (Foto: Istimewa)

Oleh Hadi Suroso

Masih tentang rindu yang menggenangi hati lemah dan rapuh ini. Meski sekian kali coba ku benamkan namamu di tumpukan kenangan usang, rindu ini nyatanya masih kerap menyelinap di tengah kesunyian. Senyummu tampak jelas membayang di sudut kelopakku. Anganku terbang ke saat-saat dulu kita menghabiskan waktu bersama dengan canda ria.

Aku terperangkap pada kenangan tentang kita yang tak bisa ku hindarkan. Ku akui dulu kamu begitu memikat hati hingga seluruhku hanya tercurah untukmu. Aku hanyut dalam luapan rasa terkesima pada pesona yang kamu punya.

Rindu ini tak kuinginkan, namun rindu ini tak bisa ku elakkan. Saat sepenuhku ingin melupakan, justru segenap hatiku malah berat untuk melepaskan. Aku terkulai tak berdaya terjerembab di kubangan rindu yang melelahkan.

Entah pesan apa yang ingin semesta sampaikan. Kita hanyalah bagian dari masa lalu. Dan cerita kita telah usai di halaman akhir penutup kisah. Lalu untuk apa rindu itu kini kembali hadir menyapa malamku?

Jika memang rasa di antara kita masih ada, jika memang dulu itu hanya terjeda, dan jika memang esok adalah bahagia tersisa, maka biarlah rindu ini menjadi pembuka jalan untuk kita kembali. Menggenapkan apa yang memang selayaknya kita miliki.

Namun…

Jika rindu ini hanyalah bunga dari sepiku, jika rindu ini hanyalah selintas rasa di kesunyian, maka biarlah rindu ini sebatas angin lalu yang akan hilang di enyahnya kegelapan. Biarlah ia sekedar pendulum yang bergerak pelan menuju titik berhenti. Dan kita, tetaplah seperti adanya kini. Kita jalani kisah kita sendiri-sendiri dengan saling mendo’akan, karena hanya itu rasanya yang masih patut kita mintakan di setiap tengadah kita.

Bogor, 23042024

Hd’s

Hadi Suroso. Biasa dipanggil Mr/Mas Bob. Aktivitas keseharian, mengajar Math Cambridge di sekolah Bosowa Bina Insani Bogor, guru Bimbel dan juga guru privat SD sampai SMA untuk persiapan masuk PTN. Mulai menyukai menulis sejak satu tahun terakhir, khususnya Puisi dan Refleksi kehidupan sebagai percikan hikmah. Menulis bisa kapan saja, biasanya saat muncul gagasan dan keinginan untuk menuangkannya dalam bentuk tulisan. Menulis merupakan bagian dari  mengasah jiwa dan menggali hikmah.

Exit mobile version