SWF: Daulat Ekonomi

Judul buku: Fenomena Sovereign Wealth Funds (SWF)

Penulis: U Saefudin Noer (USN)

Penerbit: (PBK) Penerbit Buku Kompas

Cetakan:  I, 2023

Tebal buku: xxi + 459 halaman

Milenianews.com, Ngobrolinb Buku– Sore itu saya sedang menikmati kabut senja. Ya. Pada suatu sore saat daun pinus jatuh. Meluruh. Kabut ini mengingatkanku pada syair di buku Barzanji: engkaulah cahaya di atas cahaya. Pada kabut dan langit itu, bahagiamu di atas bahagia. Memeluk hujan, menadah gelap malam. Saat terindah itulah pesan dari Prof. Burhanudin Abdullah masuk.

“Kalau tak ada acara, besok kita halal bihalal di kantor,” demikian isi teksnya. Singkatnya kemudian kami berjumpa. Bertegur sapa dan diskusi. Selanjutnya sejarah. Sebab ada buku bagus yang harus dikampanyekan isinya. Buku karya koleganya: Saefudin Noer.

Buku ini mengingatkanku pada nasihat ibu tentang kehidupan, “Hidup tanpa prestasi adalah hidup tanpa warisan. Hidup tanpa warisan adalah hidup bagai malam tanpa bintang. Hidup tanpa bintang adalah cinta tanpa sambutan. Cinta tanpa sambutan adalah rindu bertepuk sebelah tangan; kangen bagai panas tanpa hujan; bersama tanpa rengkuhan. Ngenes. Itulah hidup kita kini di republik selokan.”

Ya. Kita paham bahwa ekonom/i yang sejati tak pernah butuh pengakuan—ia tetap hidup. Kadang mengembara, tertatih mendaki semak dan ngarai. Tetapi tetap setia bahkan saat waktu mengikis segalanya. Ia tetap berkedip. Ia tetap berkedut. Mungkin saat kau tuangkan kebisuan. Ia melayu. Ia sendu. Mungkin saat kau lemparkan ketulian ke dalam tungku yang tengah panas menyala. Ia menangis. Ia meratap. Mungkin saat kau kebutaan saat padamkan bara. Tetapi tetap bergemuruh tatkala hangat mulai membuai jiwa penuh seluruh.

Sayangnya, para ekonom sedang hidup dalam jalan buntu. Ide-idenya mati. Sikonnya krisis berulang. Yang tersisa hanya SWF (Sovereign Wealth Funds). Apa itu? Adalah dana kedaulatan negara, dana kesehatan rakyat. Dana milik negara yang diinvestasikan dalam aset riil dan finansial seperti saham, obligasi, real estat, logam mulia, atau dalam investasi alternatif seperti dana ekuitas swasta atau dana lindung nilai agar surplus APBN-nya dan tidak jadi pengemis serta pencari hutang.

Tentu saja, buku ini mengulas sebagian dinamika dan fenomena SWF di berbagai zona, kekuatan dan potensinya untuk masa depan ekonomi kita. Inilah buku pertama dalam bahasa Indonesia yang mengulas dengan detil dan komprehensif isu SWF.

Hal ini karena penulisnya adalah ekonom cum banker yang sarat pengalaman di sektor keuangan. Ia profesional dan eksekutif senior bidang perbankan, financial dan korporasi, dengan pengalaman lebih dari 25 tahun di pasar domestik maupun internasional. Umurnya paten. Sebab, ia lahir di Pandeglang, Banten, 15 September 1965, jelas senioritasnya clear dan clean.

Kepakaran penulis makin jelas ketika kita baca perlahan isinya. Secara berurut, ia mencatat literasi SWF, dari mulai sejarah pembentukannya, teorinya, manfaatnya, bagaimana lembaga bekerja, hingga keberadaannya yang memicu kontroversi di seluruh dunia dan menorehkan kekhawatiran bahwa SWF adalah “kendaraan politik” yang digunakan negara-negara di luar blok AS dan Eropa, untuk menguasai negara-negara maju.

Pengetahuannya tentang isu SWF begitu detil karena penulis memiliki rekam jejak di bidang yang pernah digelutinya. Safeudin pernah menyandang berbagai jabatan mentereng di BUMN, di antaranya sebagai Direktur Keuangan dan Direktur Utama  Pelindo III, serta Direktur Utama Perum Jasa Tirta II.

Jika menilik lebih serius, isu SWF sebenarnya adalah bentuk monoterisme baru sebagai lawan dari isu valaster yang gagal membentuk kapitalisme negara baru. Moneteris baru ini tentu saja digerakkan untuk mencapai efisiensi keuangan dan tujuan politik berupa “kedaulatan negara” dalam hal financial (hal 42 dan 169).

Di tangan pemerintahan baru yang menargetkan pertumbuhan ekonomi tinggi hingga 8%, buku ini adalah kompas. Ia dapat digunakan sebagai panduan bagi pengelolaan lembaga Danantara yang fenomenal tersebut. Mestinya, sang penulis dilibatkan dalam usaha-usaha serius pemerintah dalam perbaikan warisan ekonomi yang porak poranda.

Presiden Prabowo Subianto harus mengajaknya bergabung mengelola Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) Indonesia yang diyakini bakal menjadi salah satu lembaga dengan dana kekayaan terbesar di dunia. Ya, kita tahu Danantara adalah bentuk pengelolaan dana kekayaan negara atau Sovereign Wealth Fund (SWF) yang menjadi program unggulannya.

Ini sangat penting sebab kedaulatan ekonomi kita sedang rentan bahkan kelam. Padahal, kedaulatan ekonomi merupakan unsur terpenting dalam daulat suatu bangsa, suatu negara, suatu pemerintahan. Kedaulatan ini adalah kemampuan mengendalikan dan menggerakkan semua daya ekonominya untuk kepentingan nasional, tanpa bergantung pada pihak luar.

Tentu saja kedaulatan ini mencakup kemampuan untuk mengatasi KKN, kesenjangan, pengangguran, kemiskinan dan stagnasi ekonomi, bahkan krisis bin stagflasi. Dus, isu kedaulatan ekonomi juga berarti negara tidak bisa ditekan atau dipermainkan oleh pihak eksternal dan anasir internal via hit man yang sering hadir di sekitar kita.

Singkatnya, membaca buku ini mengajak kita merekonstruksi ulang bentuk kedaulatan sebagai tanggung jawab utamanya (sovereignity as responsibility). Dengan daulat ekonomi maka kita menempatkan negara sebagai agen dan manifestasi dari kedaulatan rakyat yang mengemban tugas untuk menghadirkan kesejahteraan, kebahagiaan dan kesentosaan bagi semua warganya dan mempertangungjawabkan mandatnya secara internal maupun eksternal; kepada Tuhan, alam raya dan rakyatnya.

Resensor: Yudhie Haryono, Teoritikus Nusantara Studies.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *