Judul Buku: BATUR: Jantung Peradaban Air Bali
Penulis: I Ketut Sumarta
Epilog : I Wayan Absir
Penerbit: Wisnu Press, Kuta
Kelompok: Sejarah & Antropologi-Budaya
Tebal: xii + 146 hlm.
Tahun Cetak: 2015
Milenianews.com, Ngobrolin Buku– Secara total, Indonesia memiliki 840 danau dengan tipologi yang sangat bervariasi. Di Pulau Bali terdapat 4 (empat) danau, yaitu: Danau Batur, Danau Buyan, Danau Tamblingan dan Danau Beratan.
Danau Batur adalah danau terluas dan terbesar di pulau Bali. Terletak di kawasan pariwisata Kintamani, Kabupaten Bangli, danau ini terbentuk dari kaldera Gunung Batur yang cukup luas mencapai 16 km2. Danau Batur berada di ketinggian 1.050 mdpl sehingga menawarkan suasana sejuk.
Saya mencoba mengangkat Tulisan I Ketut Sumarta yang berjudul Batur: Jantung Peradaban Air Bali (Tahun 2015). Air/sungai-daratan (Danau) sebagai bagian dari kekayaan alam Nusantara. Lingkungan danau sebagai perpaduan, pertemuan antara budaya Agraris dan Perairan darat/air tawar dalam landasan kontinental.
Buku ini menarik dan sebenarnya sudah lama saya koleksi karena minat saya pada budaya leluhur Bali sebagai napak tilas diri. Saya jadi ingat apa yg digambarkan dan diceritakan oleh sastrawan angkatan Pujangga Baru, Sutan Takdir Alisyahbana (beliau sangat senang dan pernah tinggal di Toya bungkah, tepian Danau Batur). Saat SMA Tahun 1978-an, saya berkesempatan ketemu beliau. Beliau bercerita bahwa pertemuan antara Gunung dan Air adalah tempat terindah di bumi, ada kesuburan volkanik, ada kesejukan alam, ada keberlimpahan sumber daya alam, harmoni bak surgawi. Beliau menciptakan tarian bali Terang Bulan di Danau Batur bersama Ni Ketut Reneng Sang Maestro Tari Bali pada jamannya. Sungguh memori tak terlupakan.
Menurut penulis I Ketut Sumarta, betapa penting dan strategislah sesungguhnya arti, peran, maupun fungsi Batur sebagai kawasan hulu Bali. Sejumlah prasasti tinggalan masa Bali kuno hingga teks-teks tradisi yang muncul sesudahnya pun menegaskan itu. Kawasan Batur, dengan danaunya itu, merupakan jantung peradaban air Bali. Batur menduduki posisi titik pusat, sekaligus vital, dalam keseluruhan ekosistem maupun tatanan sistem kehidupan masyarakat Bali – spiritual, ritual, sosial.
I Ketut Sumarta mengidentifikasi Era Peradaban yang pernah ada di Bali, yaitu : (1) Era Peradaban Brahmana, peradaban yang berbasis utama pada Kesadaran Spiritual — setidak-tidaknya sampai akhir masa Bali Kuno dipertengahan abad ke-15.
(2) Era Peradaban Kesatria dengan penaklukan oleh para kesatria Majapahit. Spirit saling menghidupi untuk mahayu-hayuning-bhuwana (merahayukan kehidupan bersama untuk keberlangsungan alam semesta raya ini) semasa peradaban brahmana lantas beralih menjadi semangat menundukkan, menaklukan. Universitas Kehidupan bukan lagi dijiwai semangat saling mendukung dan memuliakan untuk kemuliaan bersama, namun berubah menjadi semangat menang-kalah untuk kepentingan wibawa kekuasaan politik dan sosial.
(3) Era peradaban Wesya yang berorientasi hidup utama pada kepentingan ekonomi, penumpukan sumber dan aset-aset material. Hal ini Setelah memasuki kolonialisasi Barat lewat penaklukan oleh Belanda di abad ke-19.
(4) Era peradaban sudra, setelah berembus gelombang globalisasi belakangan ini. Era ini didominasi pandangan hidup para pekerja, yang berkutat pada pemuasan badaniah semata.
I Ketut Sumarta membagi Era peradaban berdasarkan terminologi catur warna yang ada di Bali berdasarkan fungsi/peran/profesi seseorang di masyarakat, yaitu Brahmana, kesatria, wesya dan sudra.
Memahami Batur-Bangli, sebagai bentukan alam Geologi Kaldera, merupakan bentangan alam yang harmoni. Gunung-Danau Batur. Penyatuan energi api dan air, sekaligus garba Ibu dan Akasa Bapa. Bangli merupakan kota tertua di Bali karena kisahnya bermula sejak tahun 1126 Saka, atau 1204 Masehi (ref. Prasasti 705 Bangli, Pura Kehen C.).
Bangli dapat dikatakan sebagai lumbung kekunaan Bali yang dimasa silam justru menjadi pusat peradaban spiritual, peradaban rohani bali. Tercatat otentik dalam prasasti 001 Sukawana A-I yang dikeluarkan di Singamandawa dengan angka tahun 804 Saka (tepatnya 19 januari 882 M), pernah berdiri Kampus besar Perguruan tinggi Kerohanian model Bali Kuno berupa pertapaan dan pasraman. Lewat prasasti tersebut sesungguhnya Bangli telah memberi sumbangan terbesar, baru, dan monumental bagi peradaban Bali berupa Revolusi Aksara: bahwa itulah, sementara ini, disepakati sebagai prasasti tertua yang ditemukan di Bali. Sejak itulah peradaban aksara sebagai pembuka bagi babakan zaman sejarah ( dalam arti sempit sebagai zaman aksara) Bali dimulai.
Esei berjudul Cintamani : Mutiara Pikiran Bali Bersinar. Cintamani (kini disebut Kintamani mempunyai makna mutiara pikiran…bersubstansi makna nonragawi, niskala, rohaniah) merupakan situs spiritual penting bagi semesta kosmologis gumi Bali. Tercatat juga dalam prasasti Sukawana A-I bahwa Cintamani sebagai pusat transaksi perdagangan dan pemasok utama perdagangan kapas di Bali Utara pada Masa Bali Kuno.
Masuk di akal bahwa kekawatiran penulis terhadap kondisi Cintamani sebagai objek wisata dengan mencermati bangunan-bangunan fasilitas pariwisata dan pemukiman yang tumbuh liar, memunculkan kegelisahan dan keprihatinan penulis. Bila akhirnya Cintamani tiada kuasa dijaga makna dan fungsi kosmologisnya, bukan mustahil itulah pertanda mahkota dan kepala Bali yang kehilangan taksu/karisma-nya. Itu berarti, hilanglah mutiara pikiran bersinar yang menjadi ciri pembeda keunggulan alam dan manusia Bali.
Banyak lagi esei-esei lain, seperti : Api + Air, Pemujaan sepanjang Hayat; Situs Jantung, 11 Gunung + 11 Patirtan; Alir Peradaban Air-Aksara Bali; Batur-Bangli-Pakerisan: Jejak Kearifan di Pusat Jagat Bali; Simpul-simpul Peradaban Air Bali; Upacara Air Bali; Pusaran Mistis Kosmis Gunung-Gunung Bali; Sasmita Serba 11 Situs Batur; Konser Kulkul Fajar Kesadaran Batur; Pelajaran Kepemimpinan dari Batur; Kemahadalaman Makna Diam Batu Trunyan; Kearifan dari Wingkang Ranu Batur; Bapa Abang, Ibu Batur; Jati Ning Jati di Pura Jati; Bali Nungkalik: dari Nusa Dua ke Batur.
Esei-esei penulis dalam buku ini yang terkait dengan Batur sebagai Kawasan Hulu Bali sangatlah menarik, terlebih bagi yang berminat di bidang historiografi-sejarah-budaya-antropologi. Penulis memaparkan betapa harmonisnya hubungan antara Manusia-Sang Pencipta-Alam sekitar yang tertuang dalam filosofi TRI HITA KARANA.
Dan patut dijaga dilestarikan dari segala aspek. Bali terkenal dengan Agama Tirta. Sangat banyak dijumpai Patirtan disegala pelosok gumi Bali. Adat istiadatnya sangat menyatu dalam agama dan tradisi, sehingga membuat unik Bali secara sekala maupun niskala.
Bagian Epilog berjudul Menjadikan Batur The Nirwana of Bali, ditulis oleh I Wayan Absir. I Wayan Absir adalah putra asli Batur yang pernah merantau, kuliah dan kerja ke Jakarta. Tahun 2001 kembali ke Bali. Kini sebagai direktur utama Perusahaan Desa Adat Batur. Ia juga aktif menjadi pembicara di bidang manajemen ekonomi berbasis nilai-nilai tradisi dan spiritual dalam seminar nasional dan internasional.
Beliau kerap kali berefleksi, mencari solusi jalan: bagaimana cara mempertahankan tanggung jawab warisan tradisi keagamaan, adat, dan budaya Batur itu di masa-masa mendatang- masa depan yang tampak semakin pragmatis daripada idealis, semakin menyukai permukaan dibandingkan kedalaman makna?
Dengan membaca buku ini akan memberi asupan wawasan pengetahuan bagi yang berminat tentang sejarah Bali Kuno, geografi, antrologi budaya Batur, peradaban air Bali, serta obyek wisata spiritual dan segala aspek lainnya termasuk ekonomi dan pariwisata.
Apalagi Unesco telah menetapkan Kawasan Kaldera Gunung Batur sebagai geopark pada Tanggal 19 September 2012. Kini pengelolaan Kawasan Batur mesti terpadu dan memerlukan keseriusan- kesungguhan Para Pemangku Kepentingan untuk Pelestarian alam dengan segala isinya termasuk kesejahteraan warga penghuni khususnya dan Indonesia umumnya. Terberkatilah terjadilah.
Resensor: Pande Made Oka Iriana