Workshop Eduplay Dorong Inovasi Pembelajaran Komputasional Thinking di PAUD

Tim Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Panca Sakti Bekasi dengan dukungan dana hibah dari Direktorat Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat (DPPM) Kemendikti tahun 2025 menggelar Workshop Implementasi Komputasional Thinking dengan Eduplay. (Foto: Dok Universitas Panca Sakti)

Milenianews.com, Tangerang Selatan–  Pendidikan anak usia dini (PAUD) tidak lagi sekadar soal mengenal huruf, angka, atau warna. Di tengah tuntutan zaman yang serba cepat dan berbasis teknologi, anak-anak sejak dini perlu dibekali kemampuan berpikir sistematis dan kreatif.

Inilah yang menjadi semangat utama dalam Workshop Implementasi Komputasional Thinking dengan Eduplay yang digelar oleh Tim Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Panca Sakti Bekasi dengan dukungan dana hibah dari Direktorat Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat (DPPM) Kemendikti tahun 2025.

Workshop ini dilaksanakan di Gugus VIII Pamulang, Tangerang Selatan, dengan dukungan penuh dari Ketua Gugus, Izzun Nimah, M.Pd. Kegiatan ini dipimpin oleh Dr. Nita Priyanti, M.Pd. selaku ketua tim pengabdian, bersama Dr. Irma Yuliantina dan Ali Mulyanto, M.Kom. Peserta terdiri dari para guru PAUD yang berasal dari berbagai lembaga pendidikan di wilayah Pamulang dan sekitarnya.

Membumikan Konsep computasional Thinking di Dunia Anak Usia Dini

Istilah komputasional thinking sering kali terdengar teknis dan identik dengan dunia komputer. Namun, para dosen dari Universitas Panca Sakti Bekasi berhasil menunjukkan bahwa konsep ini justru bisa diadaptasi dalam pembelajaran anak usia dini tanpa harus melibatkan perangkat digital.

Komputasional thinking pada dasarnya adalah cara berpikir logis dan terstruktur untuk menyelesaikan masalah. Ada empat komponen utama dalam pendekatan ini: dekomposisi, pengenalan pola, abstraksi, dan desain algoritma. Empat komponen ini menjadi landasan berpikir yang dapat ditanamkan pada anak usia dini melalui aktivitas bermain yang menyenangkan.

Komputasional thinking bukan berarti anak belajar komputer sejak kecil. Tapi anak belajar berpikir sistematis, mengenali pola, dan menemukan solusi dari hal-hal sederhana di sekitar mereka,” jelas Nita Priyanti saat membuka kegiatan.

Dalam konteks PAUD, pendekatan ini diterapkan melalui kegiatan bermain. Misalnya, anak diminta mengelompokkan mainan berdasarkan bentuk atau warna (pengenalan pola), menyusun langkah kegiatan mencuci tangan (desain algoritma), atau memecah masalah saat menata balok yang mudah roboh (dekomposisi dan abstraksi).

Dengan kata lain, tanpa disadari anak sedang berlatih berpikir seperti ilmuwan kecil menemukan cara, mencoba, dan memperbaiki.

Belajar Melalui Bermain : Konsep Eduplay

Workshop ini mengusung pendekatan eduplay education through play atau belajar melalui bermain. Pendekatan ini menekankan bahwa bermain bukan kegiatan pelengkap, tetapi inti dari proses belajar anak usia dini.

Selama sesi pelatihan, para dosen pengabdi memandu guru-guru untuk melihat potensi komputasional thinking dalam kegiatan bermain sehari-hari di kelas. Misalnya, permainan “Robot Mini” di mana anak mengikuti instruksi teman untuk melangkah maju atau berbelok ke kanan, sebenarnya sudah melatih desain algoritma. Permainan “Cari Pola” dengan kartu warna membantu anak mengenali kesamaan dan perbedaan (pengenalan pola), sementara permainan “Rencana Pagi” melatih anak menyusun urutan aktivitas dengan logika sederhana (algoritma dan dekomposisi).

Irma Yuliantina menjelaskan bahwa eduplay memberi ruang alami bagi anak untuk bereksperimen dan berpikir. “Anak usia dini belajar paling baik lewat bermain. Dalam permainan, mereka bebas bereksplorasi dan bereksperimen. Di situlah sebenarnya proses berpikir tingkat tinggi mulai terbentuk,” katanya.

Pendekatan ini, lanjutnya, membantu guru melihat kegiatan bermain bukan sekadar pengisi waktu, melainkan wahana untuk menumbuhkan kemampuan berpikir logis, kreatif, dan kolaboratif

Guru PAUD Sebagai Fasilitator Berpikir

Salah satu hasil penting dari workshop ini adalah perubahan cara pandang guru terhadap peran mereka. Guru tidak lagi hanya berfungsi sebagai pengajar yang menyampaikan informasi, tetapi sebagai fasilitator yang menuntun anak berpikir.

Izzun Nimah, M.Pd, ketua Gugus VIII Pamulang, menilai kegiatan ini memberi inspirasi baru bagi guru di wilayahnya. “Selama ini kami banyak fokus pada kegiatan bermain yang menyenangkan, tetapi belum terlalu memikirkan unsur berpikir di baliknya. Setelah mengikuti pelatihan ini, kami menyadari setiap kegiatan bisa diarahkan untuk melatih cara berpikir anak,” ujarnya.

Para guru kemudian dibagi dalam kelompok kecil dan diberi tantangan untuk merancang kegiatan pembelajaran yang mengandung keempat komponen komputasional thinking. Ada yang merancang kegiatan “Mengurutkan Gambar Cerita” untuk melatih algoritma, ada pula yang membuat permainan “Tebak Pola” untuk mengenalkan konsep pengulangan dan keteraturan.

Setelah sesi praktik, setiap kelompok mempresentasikan ide mereka di hadapan peserta lain. Suasana berlangsung dinamis.Tim dosen memberi umpan balik dan membantu guru melihat potensi berpikir yang tersembunyi dalam aktivitas yang mereka rancang.

Menurut Nita Priyanti, guru yang memahami dasar berpikir anak akan lebih mudah mengarahkan kegiatan bermain menjadi pembelajaran yang bermakna.

“Kuncinya bukan menambah beban guru, tapi mengubah cara pandang. Anak bisa belajar logika bahkan lewat permainan yang sederhana,” tegasnya.

Peningkatan Pemahaman dan Antusiasme Guru

Hasil refleksi menunjukkan adanya peningkatan signifikan dalam pemahaman guru terhadap konsep komputasional thinking. Sebelum pelatihan, sebagian besar guru mengaku belum memahami istilah tersebut dan menganggapnya terlalu rumit untuk diterapkan di PAUD. Namun setelah mengikuti sesi eduplay, mereka mulai menyadari bahwa prinsip komputasional thinking sudah sering digunakan dalam kegiatan rutin anak, hanya belum disadari sepenuhnya.

Beberapa guru membagikan pengalaman langsung. Salah satunya, Nurul, guru PAUD di wilayah Cabe Ilir , mengaku mendapatkan banyak ide baru untuk pembelajaran ini

“Ternyata waktu anak mengelompokkan daun berdasarkan bentuk atau menyusun puzzle, itu sudah bagian dari berpikir komputasional. Sekarang saya jadi ingin lebih sadar saat merancang kegiatan bermain,” ujarnya antusias.

Guru lain menambahkan bahwa kegiatan ini juga mengajarkan pentingnya komunikasi dan refleksi antar guru. Melalui kerja kelompok, mereka saling bertukar ide dan pengalaman, sehingga muncul banyak bentuk kegiatan baru yang relevan dengan tema pembelajaran PAUD.

Kolaborasi Perguruan Tinggi dan Lapangan

Program pengabdian masyarakat ini merupakan wujud nyata sinergi antara dunia akademik dan praktisi pendidikan di lapangan. Universitas Panca Sakti Bekasi melalui dukungan DPPM Kemendikti berkomitmen menghadirkan inovasi yang tidak berhenti di ruang kuliah, tetapi langsung memberi manfaat bagi masyarakat, khususnya pendidik anak usia dini.

Ali Mulyanto, M.Kom, yang berperan dalam merancang materi pelatihan berbasis teknologi edukatif, menegaskan bahwa komputasional thinking merupakan dasar dari problem solving skills yang sangat dibutuhkan pada era digital.

“Jika anak terbiasa berpikir terstruktur, mereka akan lebih mudah beradaptasi dengan teknologi di masa depan. Tapi semuanya harus dimulai dari hal sederhana, dari permainan yang mereka sukai,” katanya.

Kegiatan ini juga menjadi sarana bagi perguruan tinggi untuk memperkuat fungsi tridarma, khususnya pengabdian kepada masyarakat. Melalui kegiatan seperti ini, dosen dapat menyalurkan ilmu sekaligus menyerap aspirasi dari para pendidik lapangan untuk pengembangan riset dan kurikulum yang lebih kontekstual.

Menuju PAUD Bermutu dan SDM Unggul

Pelatihan ini sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam mewujudkan PAUD Bermutu dan penguatan SDM unggul Indonesia. Konsep berpikir komputasional yang dikemas melalui eduplay mendukung upaya tersebut dengan menanamkan dasar berpikir kritis, kreatif, dan kolaboratif sejak dini. “Masa depan pendidikan bergantung pada kemampuan anak untuk berpikir, bukan sekadar mengingat. PAUD adalah titik awal yang menentukan,” ujar Nita Priyanti dalam sesi penutupan.

Dengan mengintegrasikan unsur dekomposisi, pengenalan pola, abstraksi, dan desain algoritma dalam kegiatan bermain, anak-anak PAUD dapat belajar mengenali masalah, mencari solusi, dan mengambil keputusan dengan cara yang menyenangkan. Hal ini diharapkan menjadi pondasi penting bagi pembelajaran di jenjang berikutnya.

Tindak Lanjut dan Harapan ke Depan

Sebagai tindak lanjut, Gugus VIII Pamulang berencana melanjutkan kegiatan dengan membentuk komunitas praktik antar guru untuk berbagi pengalaman dan praktik terbaik penerapan komputasional thinking di kelas. Tim dosen dari Universitas Panca Sakti Bekasi juga berkomitmen melakukan pendampingan lanjutan untuk membantu guru mendokumentasikan kegiatan, mengembangkan modul , serta melakukan evaluasi keberhasilan penerapan di lapangan.

Program ini diharapkan menjadi model pengabdian masyarakat yang dapat direplikasi di gugus PAUD lain di wilayah Tangerang Selatan maupun daerah lain di Indonesia. Melalui kolaborasi yang berkelanjutan antara kampus, pemerintah, dan lembaga PAUD, inovasi pembelajaran seperti ini diyakini mampu memperkuat mutu pendidikan sejak jenjang paling dasar.

Workshop “Implementasi Komputasional Thinking dengan Eduplay” bukan hanya sekadar pelatihan guru, melainkan sebuah langkah strategis untuk menanamkan cara berpikir abad ke-21 sejak usia dini. Melalui permainan, anak-anak diajak berpikir logis, mengenali pola, dan menyusun Langkah kemampuan yang akan berguna dalam kehidupan mereka kelak.

Dengan dukungan Universitas Panca Sakti Bekasi, Gugus VIII Pamulang, dan DPPM Kemendikti, kegiatan ini menjadi bukti bahwa inovasi pendidikan tidak selalu harus berbiaya besar atau berbasis teknologi tinggi. Cukup dengan kemauan untuk belajar, kolaborasi, dan kreativitas guru, pendidikan anak usia dini bisa menjadi pintu masuk bagi lahirnya generasi Indonesia yang cerdas, adaptif, dan berdaya saing. “Dari ruang kecil PAUD di Pamulang, kita sedang menanam benih pemikir masa depan,” tutup Nita Priyanti dengan senyum optimis.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *