Milenianews.com, Depok- Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) SEBI Depok bersama dengan Akademizi LAZ Inisiatif Zakat Indonesia (IZI), mengadakan Forum Group Discussion (FGD) bertajuk “Risiko Reputasi pada Lembaga Filantropi Islam di Indonesia: Tantangan dan Pengelolaannya” pada Selasa, 27 Desember 2022. Acara dilaksanakan secara hybrid di Hotel Savero, Depok dan Zoom Meeting.
FGD itu menghadirkan narasumber sebagai berikut: Prof. Mahfud Sholihin, M. Acc., Ph.D (Guru Besar Ilmu Akuntansi UGM/Ketua DSAS IAI), Dr. Ahmad Juwaini, SE., MM. (Direktur Keuangan Sosial Syariah, KNEKS), Yusuf Wibisono, SE., MM (Direktur IDEAS), Faozan Amar, S.Ag., MM (Staf Khusus Mensos RI) dan Agus Budiyanto (Direktur Eksekutif FOZ).
Narasumber dihadirkan dari berbagai latar institusi baik dari akademisi, pemerintah, hingga praktisi. Tujuannya agar memperkaya diskusi yang ditargetkan dapat memberikan rekomendasi kebijakan kepada pihak terkait berupa Policy Brief.
Acara tersebut dihadiri berbagai pihak dengan jumlah yang terbatas, yaitu dari anggota SIBERC selaku pelaksana, Akademizi, praktisi lembaga Zzkat dan filantropi lainnya. FGD dibuka langsung oleh Sigit Pramono, Ph.D., CA., CPA selaku ketua STEI SEBI dan Nana Sudiana SIP, MM selaku direktur Akademizi, LAZ Inisiatif Zakat Indonesia.
Trust Menjadi Isu Penting
Dalam sambutannya, Sigit menggarisbawahi bahwa lembaga filantropi Islam dinanti oleh umat dan trust menjadi isu penting untuk dikaji lebih dalam. “FGD ini diharapkan dapat menjadi pencerahan bagi publik dan menjadikan lembaga filantropi menjadi lebih baik,” kata Sigit Pramono.
Nana dalam sambutannya menyampaikan bahwa FGD diharapkan mampu memberi solusi atas masalah membangun jalan baru di filantropi, menyelesaikan masalah yang akan ditemui, membangun gagasan yang berguna, dan membantu umat lebih baik.
FGD ini dimoderatori oleh Dr. Endang Ahmad Yani, SE, MM selaku wakil ketua IV STEI SEBI dan ketua Baznas Kota Depok. Narasumber pertama adalah Prof. Mahfud Sholihin, M. Acc., Ph.D yang merupakan Guru Besar Ilmu Akuntansi UGM sekaligus sebagai ketua DSAS IAI. Prof Mahfud membahas tema tentang “Perspektif Akuntansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Zakat”.
Ia mengemukakan, akuntabilitas merupakan alat strategis untuk mencapai tujuan meningkatkan trust pada masyarakat. “Karena, accountability bukan hanya sebagai pertanggungjawaban, tetapi juga pertanggung jelasan atas amanah dari sebuah instansi,” kata Prof. Mahfud Sholihin.
Baca Juga : Gandeng PT Sucofindo, STEI SEBI Gelar Sharing Session Melalui Program IYES
Narasumber FGD yang kedua, Dr. Ahmad Juwaini, SE., MM. selaku Direktur Keuangan Sosial Syariah, KNEKS mengupas tema “Risiko Reputasi Lembaga Filantropi Islam: Perspektif Regulator dan Arah Pengembangan Lembaga Zakat”. Ia berpesan, bahwasanya lembaga zakat memiliki 3 prinsip yang harus selalu dipahami oleh seluruh pihak di dalamnya. Yaitu, lembaga zakat merupakan lembaga nirlaba, lembaga amanah, dan merupakan lembaga publik yang bertanggung jawab atas titipan umat untuk diberikan kepada penerimanya. “Dan KNEKS akan memberikan dukungan penuh melalui regulasi untuk arah perbaikan sektor filantropi Islam ke depannya,” ujarnya.
Dua Sistem Pengelolaan Dana Filantropi
Narasumber ketiga Yusuf Wibisono, SE., MM merupakan direktur IDEAS. Ia membincangkan tema FGD “Kepercayaan publik dan pengawasan OPZ di bawah Rezim UU No.23/2011”. Yusuf menjelaskan, ada dua sistem pengelolaan dana filantropi atau spesifiknya zakat, yaitu obligatory kekuasaan dari atas dan voluntary bergerak dari bawah.
“Sistem voluntary memang terkesan lemah, namun sistem obligatory juga berpotensi timbul masalah, seperti di Pakistan misalnya, di mana ketika zakat diwajibkan malah orang tidak membayar zakat,” kata yusuf. Oleh sebab itu, Yusuf menjelaskan bahwa pentingnya membangun trust masyarakat, karena sistem yang bagus akan hancur tanpa trust.
Narasumber keempat adalah staf khusus Kementerian Sosial RI (Kemensos) Faozan Amar, S.Ag., MM. Ia membicarakan tema “Perspektif Regulator dan Dampak Risiko Reputasi Lembaga filantropi Islam ke Depan”. Ia menjelaskan regulasi pengumpulan uang dan barang yaitu Pasal 1 UU no 9 tahun 1961 dan Dasar hukumnya UU No 9 Tahun 1961, peraturan pemerintah RI No 29 Tahun 1980 dan peraturan menteri sosial No 8 Tahun 2021.
“Pengumpulan uang dan barang tujuannya agar bersama membantu dan meringankan beban masyarakat,” kata Faozan. Ia juga mengungkapkan bahwa saran-saran terkait regulasi dari pemerintah akan senantiasa selalu ditampung dan ditindaklanjuti.
Narasumber kelima adalah Agus Budianto, direktur Eksekutif Forum Zakat (FOZ). Ia mengupass tema “Perspektif Praktisi dan Implementasi Manajemen Risiko Reputasi”. Budi menjelaskan bahwa FOZ hingga saat ini memiliki anggota 204 lembaga zakat se-Indonesia. “Adapun manajemen reputasi yang disampaikan meliputi respons cepat dan tepat, edukasi berkelanjutan, dan memperkuat penetrasi di sosial media,” kata Agus.
Regulasi Filantropi Islam
Pada sesi diskusi, Dr. Ai Nur Bayinah selaku direktur eksekutif SIBERC menanyakan kepada pemateri terkait regulasi bagi filantrofi Islam secara khusus. “Sejauh ini sudah ada PSAK 109 untuk zakat, dan 112 untuk wakaf. Namun, Filantropi tidak hanya dua kegiatan tersebut,” kata Ai Nur Bayinah.
Prof Mahfud menjelaskan bahwa lembaga filantropi Islam sangat strategis. Dalam hal pilar standarisasi akutansi keuangan, filantrofi mengacu pada kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan syariah dan pilar SAK Syariah.
Baca Juga : STEI SEBI Gelar Kuliah Tamu, Soroti Pengelolaan Keuangan Dana Desa
Dilanjutkan pertanyaan tentang adanya kasus baru-baru ini yang menimpa lembaga filantropi, terobosan seperti apa yang perlu untuk lembaga Islam.
Yusuf menjawab bahwa dari Kemensos perlu adanya Undang-undang penyelenggaraan sumbangan, karena potensinya sangat besar. “Adanya UU tersebut dapat mendorong penyelenggara sumbangan lebih transparan dan kredibel. Hal ini berguna untuk pelindungan donatur,” kata Yusuf.