Milenianews.com, Jakarta– Dalam kegiatan AI Cyber & Fintech Summit 2025, Cyber University sebagai the first Fintech University in Indonesia membuka ruang penting untuk diskusi yang lebih dalam mengenai peran kecerdasan artifisial (AI) dalam transformasi digital nasional yang berlangsung pada Rabu (23/7).
Salah satu sesi yang menyita perhatian disampaikan oleh Agria Rhamdhan selaku ketua Tim Strategi Kerja Sama Nasional dan Penilaian GCI BSSN, mewakili Dr. Adhiguna Mahendra selaku direktur Data dan Kecerdasan Buatan Badan Otorita Ibu Kota Negara (IKN).
Lewat pemaparan bertajuk “Guiding the Digital Future: People Over Programs”, Agria menekankan bahwa di tengah pesatnya perkembangan teknologi, arah masa depan tetap harus ditentukan oleh nilai-nilai kemanusiaan dan kepemimpinan yang etis.
Menurut Agria, AI bukan hanya alat untuk mempercepat proses, meningkatkan akurasi, dan mengotomatisasi tugas-tugas manusia, tetapi juga merupakan teknologi yang sarat konsekuensi sosial.
“Di berbagai sektor seperti keuangan, kesehatan, pendidikan, pemerintahan, hingga kota pintar, AI telah digunakan untuk mengoptimalkan layanan publik dan mendeteksi risiko secara real-time. Namun demikian, pemanfaatannya harus disertai dengan tata kelola yang bertanggung jawab,” ujarnya.
Pesan sentral dalam pemaparannya ini adalah, bahwa kematangan implementasi AI tidak diukur dari seberapa cepat kita mengadopsi teknologi, tetapi seberapa siap kita membangun ekosistem yang kuat, berkelanjutan, dan manusiawi.
“Fondasi data yang berkualitas, tata kelola yang etis, serta keterlibatan aktif para pemimpin menjadi elemen kunci dalam menciptakan AI yang aman dan bermanfaat bagi semua,” ungkapnya.
Agria juga mengulas strategi nasional kecerdasan artifisial Indonesia 2020–2045, yang menempatkan lima bidang prioritas utama. Yakni, kesehatan, reformasi birokrasi, pendidikan dan riset, ketahanan pangan, serta mobilitas dan kota pintar. Visi strategis ini didukung oleh prinsip-prinsip etik yang menekankan pada inklusivitas, transparansi, akuntabilitas, perlindungan data pribadi, dan keberlanjutan.
“Tak hanya dari sisi nasional, sesi ini juga menyinggung rekomendasi global dari OECD dan UNESCO yang menggarisbawahi pentingnya tata kelola AI yang adil, etis, dan kolaboratif lintas sektor,” katanya.
Agria menekankan bahwa AI tidak bisa berjalan dalam ruang hampa. Ia harus diiringi dengan kepemimpinan yang mampu mengelola risiko, memahami data, serta menjalin jaringan kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan.
“AI bukan hanya soal mesin dan algoritma. Ia mencerminkan cara kita melihat masa depan. Apakah kita ingin membangun dunia yang adil, transparan, dan berkelanjutan, atau sebaliknya,” ujar Agria menutup sesi.
Pemaparannya pada kegiatan kegiatan AI Cyber & Fintech Summit 2025 yang diadakan oleh Cyber University ini memperkuat pandangan bahwa AI for Good bukan sekadar jargon, tetapi sebuah komitmen kolektif untuk memastikan teknologi hadir sebagai alat pembebasan, bukan penindasan; sebagai jembatan inklusi, bukan jurang ketimpangan.