Milenianews.com, Jakarta– Forum Insinyur Muda Persatuan Insinyur Indonesia (FIM-PII) mengadakan acara Young Engineer Festival (YEF) dengan tema “Collaboration With Nature to Build Sustainable Environment Through Blue Economy and Green Energy”. Kegiatan itu digelar di Auditorium Mataram, Kementerian Perhubungan Jakarta, Jumat (10/11/2023) malam.
Ajang YEF 2023 turut menghadirkan para pembicara ahli di bidang engineering, mulai dari kalangan akademisi, praktisi, hingga pemerintahan. Salah satu narasumber pada Interactive Talkshow 2 : Optimizing Maritime Potential To Build A National Blue Economy adalah Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB University, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS.
Menurut Bank Dunia (2016), Blue Economy (Ekonomi Biru) adalah penggunaan sumber daya laut secara berkelanjutan untuk pertumbuhan ekonomi, peningkatan lapangan pekerjaan dan kesejahteraan umat manusia, dan secara simultan menjaga kesehatan serta keberlanjutan ekosistem laut.
“Blue Economy adalah semua kegiatan ekonomi yang terkait dengan lautan dan pesisir. Ini mencakup berbagai sektor-sektor ekonomi mapan (established sectors) dan sektor-sektor ekonomi yang baru berkembang (emerging sectors).” EC (2020).
Bicara Ekonomi Biru (Blue Economy), Prof. Rokhmin mengemukakan, bahwa potensi Ekonomi Biru Indonesia sangat besar. Yakni, sekitar 1,4 triliun dolar AS per tahun atau 1,2 kali lipat Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia saat ini. “Ekonomi Biru Indonesia berpotensi untuk menyerap tenaga kerja lebih dari 45 juta orang,” kata Prof. Rokhmin dalam rilis yang diterima Milenianews.com.
Ketua Dewan Pakar MPN (Masyarakat Perikanan Nusantara) itu menjelaskan, potensi ekonomi itu tersebar di 11 sektor Blue Economy, yakni: (1) Perikanan Tangkap, (2) Perikanan Budidaya, (3) Industri Pengolahan Hasil Perikanan dan Seafood, (4) Industri Bioteknologi Kelautan, (5) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), (6) Pariwisata Bahari, (7) Kehutanan Pesisir (Coastal Forestry), (8) Sumber Daya Wilayah Pulau-Pulau Kecil, (9) Industri dan Jasa Maritim (seperti galangan kapal, pabrik alat tangkap ikan, pabrik mesin kapal, pabrik kincir air tambak, pabrik mesin pakan ikan, dan coastal and ocean engineering), (10) Transportasi Laut, dan (11) Sumber Daya Alam laut non-konvensional.
Namun, kata ketua Gerakan Nelayan Tani Indonesia itu, sejauh ini, bangsa Indonesia baru memanfaatkan sekitar 25% dari total potensi Blue Economy tersebut di atas. “Untuk lebih mengoptimalkan pemanfaatan Blue Economy bagi kemajuan, kemakmuran; dan kedaulatan bangsa, selain dukungan APBN, alokasi kredit perbankan, unfrastruktur dan konektivitas, juga yang tak kalah penting adalah SDM (human capital), khususnya para insinyur dan teknolog yang dibutuhkan untuk pengembangan kesebelas sektor Blue Economy di atas,” papar Prof. Rokhmin yang juga ketua umum Masyarakat Akuakultur Indonesia.
Dalam beberapa kesempatan sebelumnya, Prof. Rokhmin mengemukakan, “Jika potensi Blue Economy didayagunakan dan dikelola berbasis inovasi Iptek dan manajemen profesional, maka sektor-sektor ekonomi kelautan diyakini akan mampu berkontribusi secara signifikan dalam mengatasi segenap permasalahan bangsa, dan mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia serta Indonesia Emas paling lambat pada 2045.”