News  

Ketika AI Ngobrol Bareng Anak Sekolah! Antara Hype, Harapan, dan Harus Ngerti Dulu

Ketika AI Ngobrol Bareng Anak Sekolah! Antara Hype, Harapan, dan Harus Ngerti Dulu

Milenianews.com, Jakarta – Kalau dulu peringatan kemerdekaan diisi lomba makan kerupuk, tarik tambang, dan joget balon di halaman RT, lain cerita dengan Universitas Bina Sarana Informatika (UBSI) kampus Cikarang. Mereka merayakan kemerdekaan dengan cara yang digital banget, Seminar Kemerdekaan Digital bertema “Artificial Intelligence: Hype & Reality in Indonesia – Building AI Powered Ecosystems in a Global Vision” pada kamis (7/8).

Baca juga: Merdeka Berinovasi! Seminar AI dan Kreativitas Siap Guncang Sukabumi

Kemerdekaan + teknologi = perjuangan Baru

Jangan buru-buru ngeluh karena judulnya panjang dan terdengar kayak makalah dosen pembimbing skripsi. Justru dari situlah keseruan dimulai.

Bertempat di Hotel Prime Biz Cikarang, acara ini sukses nyedot perhatian peserta dari berbagai kalangan. Mulai dari siswa, guru, mahasiswa, sampai para praktisi yang mungkin biasanya lebih akrab dengan laporan mingguan ketimbang nonton robot bicara.

Yang bikin acara ini beda bukan cuma lokasi yang adem dan wifinya kenceng, tapi juga semangatnya, menyatukan semangat kemerdekaan dengan semangat teknologi. Alih-alih membebaskan negeri dari penjajah, sekarang kita ditantang membebaskan diri dari kebodohan digital dan ketertinggalan teknologi.

Acara dibuka oleh sambutan dari Rektor UBSI, Prof. Dr. Ir. Mochamad Wahyudi, yang diwakili oleh Adi Supriyatna selaku Wakil Rektor II Bidang Non Akademik. Katanya, kecerdasan buatan bukan lagi sekadar tren atau fitur aplikasi kamera buat bikin muka lebih glowing.

“AI sekarang adalah revolusi. Bukan yang pakai senjata, tapi pakai algoritma,” ujar Adi, kamis (7/8).

Kalimat yang paling nyantol dari Adi? “AI harus dimanfaatkan untuk membangun ekosistem global yang inklusif dan berkelanjutan.” Kalimat ini cocok buat dipajang di bio LinkedIn atau didebatin pas diskusi malam-malam sambil ngopi sachet.

Bukan tukang jual mimpi, tapi praktisi nyata

Yang bikin kepala tambah panas (tapi dalam arti positif) adalah para narasumbernya. Bukan tukang jualan mimpi, tapi mereka yang udah jungkir balik sama AI di dunia nyata:

1. Wandha Dwitarri selaku co-founder Postinc Media sekaligus content creator

2. Daniel Manihuruk selaku co-founder AICO

3. Rian Septian Anwar selaku Chief Creative Officer DICO

4. Verry Riyanto selaku Head of Technology and Information UBSI

5. Kevin Anggito selaku data scientist Bank BCA

Semua dibantu dua moderator Suhardi selaku dosen UBSI sekaligus AI enthusiast, dan Diva Rahma Novitasar selaku mahasiswa UBSI yang buktikan bahwa jadi pemandu acara tuh bukan cuma soal suara merdu tapi juga bisa nyambungin obrolan yang njlimet jadi lebih ramah di kepala.

Peserta seminar ini datang dari berbagai latar belakang. Ada siswa yang mungkin tadinya cuma ngerti AI dari film, ada guru yang mulai khawatir pelajaran TIK-nya ketinggalan zaman, dan ada mahasiswa yang penasaran apakah skripsinya bisa dibantu AI.

Yang paling seru? Sesi tanya jawab. Banyak pertanyaan kritis muncul, dari soal etika, peluang kerja, sampai ke pertanyaan pamungkas, “Kalau AI makin pintar, manusia masih dibutuhin nggak?”

Jawaban dari narasumber nggak cuma menenangkan, tapi juga menyadarkan. AI nggak bakal gantiin manusia, tapi yang malas belajar, ya siap-siap digantiin.

Melek teknologi lebih dari sekadar pakai aplikasi

Seminar ini bukan cuma soal transfer ilmu, tapi juga bentuk nyata bagaimana kampus kayak UBSI sebagai Kampus Digital Kreatif yang serius ngajak siswa sekolah dan masyarakat melek teknologi.

Bukan cuma diajak install CapCut atau Canva, tapi diajak mikir soal masa depan, soal sistem, soal algoritma, soal masa depan kerja yang makin kompleks.

Di tengah semua hype soal AI, seminar ini jadi oase yang memberi konteks, memberi arah, dan memberi semangat. Bahwa jadi cerdas itu bukan soal hafal spesifikasi teknologi terbaru, tapi soal ngerti cara berpikir dan beradaptasi.

Baca juga: Integrasi AI dalam Pendidikan, Cyber University Sukses Gelar Workshop Untuk Guru SMKN 15 Jakarta

Karena pada akhirnya, kemerdekaan itu bukan cuma urusan masa lalu. Hari ini, bentuk baru dari perjuangan adalah bertahan dan tumbuh di tengah badai informasi, lautan teknologi, dan gelombang perubahan. Dan jika kita nggak siap, bukan AI yang salah, tapi kita yang terlalu nyaman jadi penonton di tengah revolusi.

Jadi, selamat merdeka dari ketidaktahuan, dari rasa malas belajar, dan dari percaya diri palsu. Karena hari ini, lebih dari sebelumnya, belajar itu bukan pilihan. Tapi kebutuhan.

Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube MileniaNews.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *