Ketika AI Jadi Teman Main, Bukan Momok: Catatan dari PIDI 4.0

Ketika AI Jadi Teman Main
(Dok. MileniaNews)

Milenianews.com, Jakarta – Bayangkan suasana di Gedung PIDI 4.0, Jakarta Selatan, Rabu siang (17/9). Gedung futuristik dengan nuansa “masa depan” hari itu penuh manusia dari berbagai latar, seperti guru pendidik, content creator, praktisi media, sampai orang-orang industri kreatif yang biasanya sibuk memikirkan engagement Instagram. Mereka duduk rapi, bukan buat dengerin konser K-pop, tapi buat belajar soal satu hal yang sering bikin kita waswas sekaligus penasaran, yaitu ketika kecerdasan buatan alias AI bisa jadi teman main.

Acara itu diberi tema panjang “The Creative Catalyst: Elevating Your Impact – Mastering AI-Driven Workflows for Modern Media and Content Creators”. Panjang banget, ya. Kalau diucapkan sambil ngos-ngosan, bisa jadi judul sinetron malam. Tapi intinya sederhana, yakni bagaimana caranya kita nggak cuma jadi penonton AI, tapi juga paham cara memakainya dengan benar.

Baca juga: China Kembangkan AI Mirip Otak Manusia, Lebih Cepat dan Hemat Energi

Oce Priatna selaku Ketua Bidang Riset dan Pengembangan AI di Asosiasi AI Indonesia langsung buka pelatihan dengan satu kalimat yang sebenarnya bikin kita agak merenung, “Kami ingin para pendidik, kreator, dan praktisi media bisa memanfaatkan AI bukan hanya untuk efisiensi, tetapi juga mendorong inovasi dan kolaborasi yang beretika.”

Kalimat yang dalam, apalagi di tengah situasi dunia digital sekarang, di mana hoaks bisa lebih cepat viral daripada info resmi, dan deepfake kadang lebih dipercaya ketimbang wajah asli.

Bukan Sekedar Teori, Tapi Praktik Langsung

Ketika AI Jadi Teman Main
(Dok. MileniaNews)

Pelatihannya sendiri nggak cuma teori. Peserta diajak praktik langsung, dari riset topik pakai AI, nulis dan ngedit konten, bikin visual interaktif, sampai strategi distribusi biar postingan nggak cuma jadi “like satu, komen nggak ada”. Ada juga showcase teknologi di area PIDI 4.0, tempat di mana orang bisa merasa kayak lagi masuk laboratorium masa depan, lengkap dengan demo bikin konten pakai AI secara real time.

Baca juga: OpenAI Gandeng Oracle dalam Kontrak Raksasa US$300 Miliar untuk Project Stargate

Satu hal yang terus ditekankan adalah ini, AI bukan musuh. Ia cuma alat. Sama kayak kalkulator yang dulu dituduh bikin orang jadi malas ngitung, padahal justru bikin kita bisa ngitung lebih cepat. AI pun begitu, ia bisa mempercepat kerjaan, tapi tetap butuh otak, rasa, dan intuisi manusia.

Narasumber pelatihan AI, Rudianto menegaskan lagi dengan kalimat yang bisa jadi quotable di TikTok, “AI harus dilihat sebagai katalis, bukan pengganti kreativitas manusia.”

Dan benar juga, ya. Kalau cuma mengandalkan AI tanpa kreativitas manusia, hasilnya sering kaku, nggak ada nyawa. Tapi kalau manusia bisa menjinakkan AI, yang lahir bisa jadi karya gila-gilaan.

Baca juga: Kecerdasan Buatan: Solusi Modern untuk Tantangan Menulis di Dunia Pendidikan

Karena pada akhirnya, AI memang pintar, tapi ia tetap butuh manusia untuk diarahkan. Bedanya, manusia tanpa AI bisa saja masih bertahan. Tapi manusia yang bisa menjadikan AI sebagai kawan main? Nah, itu yang bisa memimpin.

Dan mungkin, suatu saat nanti, kita bakal cerita ke anak cucu, “Dulu, waktu AI baru-baru rame, kita sempat deg-degan. Tapi ternyata, kita bisa kok belajar berdampingan. Bahkan, kita sempat selfie bareng di PIDI 4.0.”

Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube Milenianews.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *