News  

“Karya Untuk Negeri”: Kritikan Berkelas Anak LSPR terhadap Korupsi di Dunia Seni

“Karya Untuk Negeri”: Kritikan Berkelas Anak LSPR terhadap Korupsi di Dunia Seni

Milenianews.com, Jakarta – Industri seni pertunjukan Tanah Air memang lagi naik daun. Tapi di balik sorotan lampu panggung dan gemerlap musikal, ada realita pahit yang sering luput dibahas. Praktik korupsi diam-diam membunuh semangat seniman muda untuk terus berkarya.

Baca juga: Jejak Berdaya LSPR Bina Kampung Bedeng Jadi Pusat UMKM Berbasis Digital

Fenomena ini jadi sorotan mahasiswa Program Studi Performing Arts Communication dari LSPR Institute of Communication and Business. Lewat film musikal bertajuk “Karya Untuk Negeri”, mereka menyuarakan keresahan terhadap korupsi yang meracuni dunia seni sebuah tema yang jarang disentuh tapi sangat relevan.

Film berdurasi 45 menit ini merupakan produksi Waka Waka Production sebagai bagian dari tugas akhir mereka. Disutradarai oleh Amelia Angeliqa Hadinata, film ini dibintangi oleh 20 cast dan didukung oleh 60 kru lintas bidang. Premiere perdananya diadakan di CGV Central Park, Jakarta, dan disaksikan langsung oleh 300 tamu undangan.

Cerita yang dekat dengan konflik yang relate

“Karya Untuk Negeri” mengikuti kisah Diandra, seorang seniman muda idealis yang ingin menggelar teater bersama anak-anak dari rumah singgah. Tapi perjuangannya tak mudah. Ia harus berhadapan dengan birokrasi yang penuh pungutan liar dan sistem yang korup. Diandra juga dipaksa memilih antara idealisme dan realita saat kekasihnya, Adrian, seorang jurnalis, menyarankan untuk “menyesuaikan diri” dengan sistem agar pertunjukan tetap jalan.

Film ini nggak cuma menyoroti sisi kelam dunia seni, tapi juga menampilkan dinamika moral dan cinta yang bikin penonton ikut mikir: perlu nggak sih kita kompromi demi karya?

Amelia mengungkapkan bahwa proses produksi film ini bukan sekadar proyek tugas akhir biasa. Ini adalah bentuk cinta mereka terhadap seni dan keinginan untuk membawa perubahan nyata. Waka Waka Production juga bekerja bareng komunitas Taman Anak Pesisir dari Pantai Wika, Kalibaru, Jakarta Utara, di bawah bimbingan Aceng Gimbal, pendiri Yayasan Sanggar Seni Trotoar.

“Bagi kami, karya ini adalah bentuk nyata perlawanan dan kepedulian terhadap masa depan industri kreatif Indonesia. Kami ingin dunia seni jadi ruang yang adil, bebas korupsi, dan terbuka buat semua orang,” ujar Amelia.

Dosen pembimbing, Mikhael Yulius Cobis, memuji proyek ini sebagai karya yang matang. Bukan hanya dari sisi artistik, tapi juga karena keberanian menyuarakan isu yang sering dihindari. Ia menilai Angel, Ester, dan Cecil sebagai produser menunjukkan semangat generasi muda. Mereka nggak cuma kreatif, tapi juga kritis dan peduli terhadap lingkungan sekitar.

“Film ini lahir dari proses yang panjang dan reflektif. Saya harap, ini bisa jadi inspirasi bagi mahasiswa lain untuk tetap konsisten memperjuangkan ruang kreatif yang inklusif dan berkelanjutan,” kata Mikhael.

Lebih dari sekadar hiburan

“Karya Untuk Negeri” bukan hanya film musikal yang menyentuh, tapi juga semacam tamparan halus buat sistem yang selama ini membungkam seniman muda. Lewat karakter Diandra dan Adrian, film ini mempertanyakan: Apakah demi bisa tampil, kita harus tunduk pada sistem yang nggak adil?

Baca juga: LSPR Teatro Kembali Hadirkan Musikal dengan Karya Orisinil Dalam Produksi Tahunannya ke-22

Sebagai bentuk komitmen terhadap perubahan, film ini akan dirilis di YouTube dan Spotify. Tujuannya agar bisa dinikmati masyarakat luas, terutama generasi muda dan komunitas seni di seluruh Indonesia.

Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube MileniaNews.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *