Milenianews.com, Paris– Anggota Komisi IV DPR RI yang juga Guru Besar Fakultas Perikanan dan Kelautan IPB University dan Rektor Universitas UMMI Bogor, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MSc diundang dalam acara yang sangat prestigious, Konferensi Dunia tentang Cold Chain System yang digelar di Paris, Perancis, Rabu (18/6/2025). Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan RI itu menjadi salah satu dari 2 keynote speakers (pembicara kunci).
Selain itu, ketua umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) itu juga menjadi salah satu panelis dalam Diskusi Panel I bersama Menteri Lingkungan Hidup Pantai Gaading, Nigeria, dan Senegal, serta salah satu direktur dari Uni Eropa.
Momentum peringatan “World Refrigeration Day 2025” itu dihadiri oleh 200 orang peserta dari 60 nergara dari kalangan ilmuwan, engineers, beberapa menteri, anggota DPR, pengusaha dan masyarakat sipil. Juga hadir Dr. Yosr Allouche, direktur International Institute of Refigeration yang didirikan 100 tahun lalu.
Dalam kesempatan tersebut, Prof. Rokhmin Dahuri membawakan makalah berjudul “Mengembangkan Sistem Rantai Dingin yang Berkelanjutan, Tangguh, dan Adil untuk Keamanan Pangan dan Pelayanan Kesehatan yang Lebih Baik di Era Perubahan Iklim Global”.
“Perubahan iklim global telah mulai mengubah ritme pertanian dan perikanan kita, mengganggu rantai pasokan global, dan membebani sistem pelayanan kesehatan. Meningkatnya suhu global, naiknya permukaan laut, pengasaman laut, peristiwa cuaca ekstrem, dan perubahan pola curah hujan mengancam hasil panen, produktivitas ternak, dan ekosistem perairan,” kata Prof. Rokhmin di awal pidatonya.
Pada saat yang sama, ia menambahkan, pertumbuhan populasi global, industrialisasi, dan urbanisasi meningkatkan dan mempercepat permintaan akan makanan yang aman dan bergizi serta layanan kesehatan yang efektif. “Paradoksnya jelas: sementara teknologi dan inovasi terus berkembang, kesenjangan dalam akses terhadap makanan, vaksin, obat-obatan, dan infrastruktur pendingin (rantai dingin) masih mengakar kuat baik di dalam suatu negara maupun antara negara maju dan berkembang (miskin),” ujarnya dalam rilis yang diterima Milenianews.com.
Ia mengungkapkan, produksi dan pasokan pangan saat ini telah menyumbang sekitar sepertiga dari emisi gas rumah kaca global, menggunakan lahan, energi, dan air dalam jumlah yang sangat besar, dan bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan yang meluas di seluruh dunia, mulai dari penggundulan hutan dan perusakan habitat, hingga polusi udara, tanah, air, dan laut.
“Jadi, memastikan bahwa rantai dingin masa depan berkelanjutan dengan menghadirkan perubahan paradigma dari teknologi dan model ‘bisnis seperti biasa’ saat ini ke yang berkelanjutan adalah keharusan,” tegasnya.
Namun tidak hanya itu, rantai dingin adalah infrastruktur penting untuk berfungsinya masyarakat modern, sama seperti air, listrik, dan jaringan internet, dan karenanya harus tangguh terhadap guncangan dan ekstrem, khususnya di dunia yang memanas, di mana suhu sekitar meningkat dan gelombang panas menjadi lebih sering, parah, dan berkepanjangan. “Lebih jauh, memastikan akses yang adil ke rantai dingin untuk memberdayakan miliaran petani dan nelayan skala kecil, khususnya di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah yang penting bagi sistem pangan global saat ini dan masa depan sangat penting,” ujar Prof. Rokhmin yang juga Member of International Scientific Advisory Board of Center for Sustainable Coastal and Ocean Development, University of Bremen, Germany.
Ia menjelaskan, sistem rantai dingin – rantai pasokan yang dikontrol suhu untuk barang-barang yang mudah rusak – adalah tulang punggung peradaban manusia modern yang sunyi namun tak tergantikan. Dari pertanian hingga meja makan, dan dari laboratorium hingga pasien, rantai dingin menjaga integritas, keamanan, dan kualitas komoditas dan produk.
“Dalam sistem pangan, rantai dingin mengurangi pembusukan, meningkatkan masa simpan, dan memungkinkan akses sepanjang tahun terhadap komoditas dan produk pangan yang aman dan bergizi, termasuk ikan, makanan laut, daging, produk olahan susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran,” paparnya.
Keberlanjutan harus dimulai dengan energi. Sederhananya, karena sistem rantai dingin membutuhkan banyak energi. “Oleh karena itu, mulai sekarang kita harus beralih ke pendingin bertenaga terbarukan, meningkatkan efisiensi energi, mengatur ulang titik setel suhu untuk makanan beku, dan menggunakan refrigeran GWP rendah untuk meminimalkan jejak iklim dari pendingin,” tegasya.
Baca Juga : Hadiri Konferensi Kelautan (UNOC) Ke-3 di Perancis, Prof. Rokhmin Tekankan Pentingnya Kolaborasi Dunia
Sistem rantai dingin yang tangguh terhadap iklim memerlukan infrastruktur yang kuat yang dapat beroperasi dalam kondisi ekstrem – seperti gelombang panas, banjir, atau pemadaman listrik. Kita harus berinvestasi dalam teknologi pintar termasuk: sensor IoT untuk pemantauan waktu nyata, AI untuk pemeliharaan prediktif, dan Blockchain untuk keterlacakan.
Untuk mewujudkan visi sistem rantai dingin yang berkelanjutan, tangguh, dan adil, Prof. Rokhmin menawarkan empat arahan strategis.
- Kebijakan dan Regulasi: Pemerintah harus menyediakan kerangka kerja yang memungkinkan termasuk insentif untuk pendinginan hijau, mandat untuk rantai dingin vaksin, dan subsidi untuk infrastruktur pedesaan.
- Investasi dan inovasi: Memobilisasi pembiayaan untuk teknologi dingin bersih (hijau) termasuk teknologi hemat energi, refrigeran alami, dan teknologi pendinginan tanpa limbah; perusahaan rintisan; dan logistik cerdas iklim. Dorong penelitian dan pengembangan dalam pendinginan di luar jaringan dan solusi berbiaya rendah termasuk solusi pompa panas, dan berbagai teknologi dingin bersih lainnya.
- Pengembangan kapasitas: Menyediakan pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan pengawasan untuk teknisi rantai dingin, petani, nelayan, pekerja layanan kesehatan, dan manajer rantai pasokan. Ingatlah, sumber daya manusia adalah landasan sistem rantai dingin yang berkelanjutan, tangguh, dan adil.
- Kolaborasi global: Mari kita perkuat dan tingkatkan pertukaran pengetahuan dan teknologi internasional, kerja sama Selatan-Selatan, dan keselarasan dengan SDGs, Perjanjian Paris, amandemen Kigali terhadap Protokol Montreal, dan Agenda Keamanan Kesehatan Global.
Di akhir pidatonya, Prof. Rokhmin mengemukakan, “Rantai dingin mungkin tidak terlihat oleh banyak orang, tetapi rantai ini menyentuh kita semua – dalam makanan yang kita makan, vaksin yang kita terima, dan obat-obatan yang menyelamatkan hidup kita. Oleh karena itu, memperkuat dan meningkatkan sistem rantai dingin bukan sekadar upaya teknis. Ini adalah keharusan moral dalam menghadapi perubahan iklim global, ketidaksetaraan, gangguan, dan kerapuhan. Mari kita berkomitmen hari ini – sebagai ilmuwan, insinyur, pembuat kebijakan, pemimpin sektor swasta, dan masyarakat sipil – untuk membangun sistem rantai dingin yang berkelanjutan bagi planet Bumi kita, tangguh dalam menghadapi krisis, dan adil bagi semua warga dunia.”