Milenianews.com, Jakarta — Di tengah derasnya arus digitalisasi dan kecerdasan buatan (AI) yang semakin maju, Dr. Fuad Gani, S.S., M.A. mengingatkan pentingnya memberi sentuhan kemanusiaan dalam setiap langkah inovasi teknologi.
Dalam wawancara eksklusif bersama Milenianews.com, Dr. Fuad menegaskan bahwa teknologi seharusnya tidak hanya mengedepankan efisiensi dan kemajuan industri, tetapi juga memperhatikan hak-hak sosial masyarakat.
“Ada sub-technology, yaitu tentang culture, etika, dan sisi kemanusiaan, Jangan sampai teknologi justru meminggirkan kelompok yang kurang beruntung. Bahkan dalam regulasi global, ada yang disebut hak untuk tidak menggunakan teknologi digital,” ujarnya.
Ia mencontohkan bagaimana sistem transaksi elektronik seperti kartu tol atau pembayaran digital sering kali menutup akses bagi masyarakat yang belum terintegrasi dengan sistem tersebut. “Kalau orang tidak punya kartu, padahal punya uang tunai, lalu tidak bisa lewat tol, itu bentuk peminggiran. Ini bukan sekadar persoalan teknis, tapi soal hak,” tegasnya.
Teknologi dan Kemanusiaan: Peran Indonesia di Tengah Persaingan Global
Dalam konteks global, Dr. Fuad menilai bahwa Indonesia memiliki kekuatan tersendiri dibanding negara-negara dengan investasi teknologi besar seperti Amerika Serikat dan Tiongkok.
“Kalau bersaing dari sisi teknologi murni, berat bagi kita. Tapi Indonesia punya soul, punya budaya dan sosial tinggi. Pendekatan kita ramah, dan itu keunggulan yang bisa menjadi warna Indonesia dalam dunia digital,” jelasnya.
Bagi Dr. Fuad, pengembangan AI di Indonesia seharusnya berpihak pada kemanusiaan—bukan sekadar mengejar kecanggihan algoritma. Teknologi harus mampu menumbuhkan empati dan memperkuat nilai sosial, bukan menggerusnya.
Menjaga Etika Digital di Era Kecerdasan Buatan
Dalam sesi seminar yang ia isi, Dr. Fuad juga mengingatkan bahwa teknologi telah berubah dari simbol status sosial menjadi kebutuhan dasar masyarakat. Ia menyoroti bagaimana perilaku digital, terutama di kalangan muda, semakin membentuk cara berpikir dan berinteraksi manusia.
“Anak-anak sejak kecil sudah terbiasa diberi gawai saat menangis. Teknologi menjadi kebutuhan, tapi kita harus sadar bahwa itu juga bisa membuat manusia kehilangan jiwanya,” ujarnya.
Menurutnya, kecerdasan buatan harus dikembangkan dengan prinsip keseimbangan antara akal dan rasa. Artificial Intelligence memang memberi kemudahan, tetapi tidak boleh menggantikan kebijaksanaan dan empati manusia.
“Kesejahteraan mental dicapai dengan keseimbangan antara pikiran dan perasaan, teknologi dan kemanusiaan. AI bisa memberi jawaban cepat, tapi tidak selalu benar,” ucapnya.
Etika, Spirit, dan Kesadaran Diri: Fondasi Moral di Dunia Digital
Menutup pesannya, Dr. Fuad mengingatkan agar kemajuan teknologi tidak menjauhkan manusia dari jati diri dan nilai spiritualitasnya. Ia menekankan pentingnya kesadaran reflektif, sebagaimana dikatakan Socrates: “Kenalilah dirimu sendiri.”
“Kita sering pandai menilai orang lain, tapi lupa mengenal diri sendiri. Kalau kita tidak paham tujuan dari teknologi yang kita gunakan, kita bisa terjebak dalam permainan yang tidak manusiawi,” ungkapnya.
Baginya, teknologi hanyalah alat. Yang terpenting adalah manusia yang menggunakannya dengan rasa, moral, dan tanggung jawab sosial.
“Kalau teknologi dipakai tanpa nilai, ia akan menjadi alat penghancur. Tapi bila digunakan dengan etika dan empati, teknologi bisa jadi jalan kemanusiaan,” pungkas Dr. Fuad.
Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube MileniaNews.












