News  

Dulu Naik TransJakarta Hemat, Sekarang Harus Siap Hemat Lagi!

Milenianews.com, Jakarta – Pagi Jakarta tak pernah benar-benar sunyi. Di halte-halte TransJakarta, antrean mulai terbentuk bahkan sebelum matahari naik tinggi. Bunyi mesin bus bersahutan dengan suara tap kartu elektronik, mengantarkan ribuan orang menuju pusat kota.

Selama hampir dua dekade, tarif Rp3.500 menjadi angka yang akrab di layar mesin tap-in. Angka yang kecil, tetapi punya arti besar bagi warga yang menggantungkan aktivitasnya pada transportasi publik. Namun kini, angka itu tengah dipertimbangkan untuk berubah. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sedang mengkaji rencana penyesuaian tarif TransJakarta menjadi Rp5.000 hingga Rp7.000 per penumpang.

Baca juga: Keberlanjutan Layanan Transportasi Kota Jadi Alasan Rencana Kenaikan Tarif Transjakarta 

Tarif TransJakarta terakhir kali ditetapkan sekitar dua puluh tahun lalu. Dalam kurun waktu itu, jumlah koridor meningkat, armada bertambah, dan rute meluas hingga ke wilayah penyangga seperti Bekasi dan Depok. Tapi tarifnya tetap sama.

Pemerintah mencatat bahwa harga keekonomian TransJakarta saat ini mencapai sekitar Rp13.000 per penumpang. Artinya, setiap kali warga membayar Rp3.500, pemerintah menanggung subsidi hampir Rp9.700. Total subsidi itu kini menekan anggaran daerah, apalagi ketika dana bagi hasil dari pusat juga berkurang.

Kondisi ini yang kemudian mendorong wacana kenaikan tarif. Pemerintah menilai, agar layanan bisa terus berkembang dan kualitas tetap terjaga, tarif perlu menyesuaikan dengan kondisi ekonomi saat ini.

Kenaikan tarif TransJakarta bukan perkara sederhana. Di satu sisi, langkah ini dianggap penting untuk keberlanjutan layanan. Dengan tarif yang lebih mendekati nilai keekonomian, dana yang selama ini terserap untuk subsidi bisa dialihkan untuk peremajaan armada, peningkatan frekuensi, dan perbaikan halte-halte yang menua.

Namun di sisi lain, penyesuaian ini tentu berpotensi memengaruhi jutaan warga yang setiap hari bergantung pada transportasi publik. Karena itu, Pemprov DKI menegaskan bahwa 15 golongan masyarakat tetap akan menikmati layanan gratis, termasuk pelajar, lansia, dan penyandang disabilitas.

Langkah ini diharapkan bisa menjaga keseimbangan antara kebutuhan efisiensi dengan tanggung jawab sosial pemerintah terhadap masyarakat berpenghasilan rendah.

Salah satu pengguna TransJakarta, Silvia Nida Sandira, menilai sistem TransJakarta belum sepenuhnya siap untuk kenaikan tarif. “Kadang harus tap in lagi pas naik. Kebayang kalau harus tap in sampai tiga kali, itu boros banget,” ujarnya saat diwawancarai pada Senin (10/11).

Jika tarif benar-benar menyentuh angka Rp7.000, ia mungkin akan beralih ke moda lain. “Kalau sampai 7 ribu, kayaknya iya bakal berubah keputusan buat naik TransJakarta, karena boros. Kalau ada transportasi lain yang lebih worth it, pasti akan pindah ke sana,” katanya.

Bagi banyak warga, TransJakarta bukan sekadar moda transportasi, tetapi bagian dari rutinitas dan ritme hidup kota. Tarif murah membuatnya menjadi pilihan utama, bahkan ketika transportasi modern lain seperti MRT dan LRT hadir dengan harga lebih tinggi.

Wacana kenaikan tarif tentu memunculkan beragam reaksi. Sebagian memahami alasan ekonominya, tetapi sebagian lain khawatir kenaikan harga tak diiringi peningkatan layanan. Bagi pemerintah, tantangan sesungguhnya bukan hanya menentukan angka, melainkan menjaga kepercayaan publik bahwa setiap rupiah tambahan digunakan untuk memperbaiki kenyamanan dan efisiensi sistem transportasi kota.

Menurut Silvia, dengan harga Rp3.500 saat ini TransJakarta sudah cukup memberikan layanan yang memadai. Kursi yang rapi, AC yang menyala, pelayanan yang jauh lebih teratur dibanding angkot. “Dengan harga segitu kita udah dapat fasilitas yang oke dan bagus banget,” ucapnya.

Kebijakan ini belum resmi diberlakukan. Pemerintah masih melakukan kajian dan berdialog dengan berbagai pihak untuk memastikan kenaikan tarif tidak memberatkan masyarakat. Angka Rp5.000 hingga Rp7.000 masih menjadi usulan, belum keputusan final.

Meski begitu, wacana ini menjadi momentum penting bagi Jakarta untuk meninjau ulang model transportasi publiknya. Apakah tetap bergantung pada subsidi besar yang kian berat atau mulai bergerak menuju sistem yang lebih mandiri dan berkelanjutan?

Baca juga: Layanan TransJakarta Berangsur Pulih Pasca Demo, 75 Rute Sudah Beroperasi

TransJakarta lahir dari cita-cita menghadirkan transportasi publik yang layak, aman, dan terjangkau bagi semua. Dua puluh tahun berjalan, kota telah berubah, begitu pula tantangannya. Kenaikan tarif bukan hanya soal nominal, melainkan ujian bagi kebijakan publik untuk mampu menyeimbangkan antara keterjangkauan dan keberlanjutan.

Di tengah hiruk pikuk ibu kota, bus-bus oranye biru itu tetap melaju di jalurnya dengan membawa harapan bahwa perubahan harga tak akan menghapus tujuan awalnya dalam melayani warga Jakarta dengan cara yang manusiawi dan efisien.

Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube MileniaNews.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *