Milenianews.com, Mata Akademisi– Membangun sebuah bangsa tidak hanya membutuhkan pemimpin yang hebat, tapi juga karakter pemimpin yang tangguh. Sebab, pada dasarnya sebuah bangsa yang gemilang terwujud karena diprakarsai oleh para pemimpin yang menguasai bidangnya, memiliki strategi jitu, dan berkarakter kuat. Lantas, bagaimana membentuk pemimpin-pemimpin tangguh serta berjiwa besar tersebut? Jawabannya dapat dipelajari dari salah satu lembaga pendidikan tersohor di Indonesia, Pondok Modern Darussalam Gontor.
Perlu dipahami dan sangat diperlukan untuk kita memahami apa itu filosofi pendidikan. Sehingga di satu sisi, apapun yang dikerjakan di dalam suatu instansi pendidikan hendaknya diisi dan diwarnai oleh jiwa dan filsafat serta hikmah dan mutiara hidup. Contoh tentang kesalahan sudut pandang dan pola pikir pragmatis. Seorang pragmatis akan selalu berkata, “Ah, tidak usah berbicara tentang keikhlasan, tentang membangun peradaban, tentang kaderisasi umat, tentang idealisme yang pelik. Yang penting kan saya mengajar, dan saya siap diberi tugas apa saja saya ikhlas tidak usah macam-macam yang dipikirkan.”
Seperti diungkapkan juga dalam kata hikmah, “Sebesar keinsafanmu, sebesar itulah keuntunganmu. Hanya orang pentinglah yang tahu arti kepentingan, hanya pejuanglah yang tahu arti perjuangan.”
Pendidikan adalah satu upaya mengubah pola pikir, sikap dan perilaku peserta didik, dari yang negatif menuju yang positif. Perubahan tersebut bisa diamati dalam kehidupan sehari-hari, sejauh mana seseorang mampu berpikir, bersikap dan berperilaku positif dalam menyelesaikan masalah hidup dan kehadirannya mampu memberikan kemanfaatan sebanyak mungkin pada sesama. Ia tidak hanya hidup, tetapi juga menghidupi, bergerak dan menggerakkan; pejuang dan memperjuangkan.
Pemimpin bukan sekadar manajer. Tidak salah bila dikatakan bahwa pemimpin juga merupakan manajer atau administrator, yaitu yang menata seluruh totalitas kehidupan pondok. Akan tetapi, secara khusus pola kepemimpinan di Gontor bukanlah kepemimpinan yang manajerial atau administratif saja yang hanya mengatur, menyelenggarakan dan membagi tugas rutin kemudian menunggu laporan dan memberikan keputusan-keputusan yang dilakukan beberapa jam saja. Pemimpin di Gontor adalah pendidik yang setiap saat mengarahkan, memberikan tugas, melatih, mengawal, memberikan teladan, dan mendoakan.
Dalam ilmu manajemen, manajer berfungsi mengatasi kerumitan rutinitas pragmatis dan hanya melaksanakan unsur-unsur organisasi yaitu POACE (Planning, Organizing, Actuating, Controlling, and Evaluating). Sementara itu, leader atau pemimpin berfungsi mengatasi perubahan dan memahami betul atas perubahan-perubahan di masa depan.
Berikut adalah metode kaderisasi kepemimpinan di Pondok Modern Darussalam Gontor:
- Pengarahan
Dalam proses pembentukan karakter pemimpin, pemberian pengarahan terhadap santri sebelum melaksanakan berbagai kegiatan adalah mutlak dan sangat penting. Dengan pengarahan, santri akan diberikan pemahaman mengenai seluruh kegiatan yang akan dilaksanakan dan dievaluasi setelahnya untuk mengetahui standar pelaksanaan kegiatan tersebut. Pemahaman ini sangat diperlukan agar mereka mengerti tujuan melaksanakan kegiatan, bagaimana teknik pelaksanaannya, mengapa dan bagaimana cara pelaksanaannya, apa isi dan filosofinya. Pengarahan yang terpenting adalah pengarahan para instruktur yang akan mentransformasikan nilai dan filosofi hidup kepada seluruh santri dalam berbagai kegiatan.
Namun, pengarahan saja tidak cukup. Diperlukan pelatihan-pelatihan atau praktik-praktik lapangan.
- Pelatihan
Seperti disebutkan bahwa pengarahan saja tidak mencukupi, santri harus mendapatkan pelatihan-pelatihan hidup sehingga mereka bisa terampil dalam bersikap dan menyikapi kehidupan ini, memiliki wawasan yang luas baik wawasan keilmuwan, pemikiran dan pengalaman. Dengan demikian, kader akan memiliki kepercayaan diri yang lebih, sehingga ruang untuk berprestasi bisa lebih luas dan terus berkembang.
Namun, pengarahan dan pelatihan saja tidak cukup. Calon pemimpin harus diberi tugas, karena dengan tugas, santri akan terdidik karena terkendali dan termotivasi.
- Penugasan
Seperti diungkapkan sebelumnya bahwa penugasan merupakan sarana pendidikan yang sangat efektif. Dengannya, santri akan terlatih, terkendali dan termotivasi. Maka Gontor dengan berbagai ragam dan volume kegiatan yang tinggi akan memberikan peluang dan ruang yang cukup luas bagi seluruh santri dalam mengapresiasikan potensi dirinya. Dengan dinamika yang tinggi, santri akan tampak lebih bergairah dan bersemangat. Hal ini terpancar pada wajah, sikap dan perilaku santri.
Santri Gontor dikenal sebagai santri yang dinamis, karena memang tata kehidupan di dalamnya memiliki dinamika yang sangat tinggi dengan kegiatan yang sangat banyak dan disiplin yang ketat, serta diberi muatan jiwa dan filosofi hidup yang tinggi pula.
Hanya saja, pengarahan, penugasan bahkan pelatihan belum mencukupi untuk proses kaderisasi. Ia masih memerlukan proses selanjutnya, yaitu pembiasaan.
- Pembiasaan
Dalam proses pendidikan kader, belum cukup hanya dengan pengarahan, pelatihan dan penugasan. Pembiasaan merupakan unsur penting dalam pengembangan mental dan karakter santri. Pendidikan adalah pembiasaan. Maka seluruh tata kehidupan di Gontor sering diawali dengan proses pemaksaan.
Sebagai contoh, pada awalnya sebagian besar santri sulit untuk bisa mengikuti disiplin pondok, seperti disiplin pergi ke masjid. Mengapa harus diberlakukan dengan absen sebelum berangkat ke masjid? Apakah ini tidak mengurangi jiwa keikhlasan? Ya, pada awalnya. Tetapi lama-kelamaan santri akan terbiasa. Maka yang diperlukan adalah santri harus terus diarahkan dan dipahamkan bahwa disiplin ke masjid adalah disiplin agama yang dikuatkan oleh disiplin pondok.
Dalam kaitan ini, tentu saja pembiasaan sebagai hasil dari penugasan masih kurang. Perlu ada proses yang lebih intensif lagi yaitu berupa pengawalan.
- Pengawalan
Pengawalan adalah upaya memberikan bimbingan dan pendampingan terhadap seluruh tugas dan kegiatan santri sehingga seluruh program yang telah diprogramkan mendapat kontrol, evaluasi, dan langsung bisa diketahui hasilnya. Pengawalan ini sangat penting untuk mendidik dan memotivasi, tidak hanya bagi santri, tetapi juga bagi pengurus, instruktur bahkan kyai.
Seperti ungkapan, bahwa guru sebenarnya tidak hanya mengajari muridnya tetapi juga mengajari dirinya sendiri. Dengan pengawalan yang rapat, seluruh program dan tugas-tugas akan berjalan dengan baik. Hal ini juga dimaksudkan untuk proses pengendalian santri dan guru dalam berdisiplin dan mutu pendidikan. Dari sinilah seluruh guru akan terlibat langsung untuk memberikan perhatian pada seluruh santri. Karena perhatian yang baik akan menjadikan santri lebih betah, senang, dan menikmati kehidupannya di pondok. Pengawalan dan perhatian menjadi proses pembelajaran dan kehidupan santri lebih berhasil.
Maka bisa ditarik kesimpulan bahwa pengawalan sangat menentukan keberhasilan tugas dan proses pendidikan. Namun demikian, pengarahan, pelatihan, penugasan, pembiasaan dan pengawalan yang baik belum bisa menjamin keberhasilan proses kaderisasi kepemimpinan jika tidak ditunjang oleh tauladan atau uswah hasanah yang diberikan oleh para kyai dan guru.
- Uswah Hasanah
Uswah hasanah adalah upaya memberikan teladan yang baik bagi orang lain. Dalam kaitan pendidikan, upaya ini menjadi sangat penting dalam keberhasilan pendidikan. Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam beserta para sahabatnya berhasil membina umat karena kemampuan beliau menjadi teladan bagi umat. Maka proses transformasi yang dijalankan oleh pendidikan Gontor sebenarnya adalah proses uswah hasanah. Proses tersebut selalu diberikan oleh para pendirinya, pimpinan pengasuh dan guru, bahkan pengurus yang ada di pondok ini.
Sebagai contoh, para pendiri telah memberikan contoh yang sangat baik dalam hal perjuangan dan pengorbanan. Pondok beserta isinya telah diwakafkan demi kepentingan pendidikan. Ini merupakan bukti kuat yang mengokohkan keberhasilan Gontor.
Dari seluruh proses tersebut di atas, masih perlu dikuatkan dengan berbagai pendekatan yang memungkinkan santri atau kader mendapat pemahaman lebih mendalam mengenai kehidupan ini.
- Pendekatan
Ada tiga macam pendekatan, yaitu:
- Pendekatan manusiawi, yaitu pendekatan secara personal dengan cara memanusiakan kadernya. Kader dipandang sebagai calon pemimpin yang harus disikapi dan dipersiapkan untuk menjadi pemimpin. Mengapa harus dekat secara pribadi? Hal ini penting karena proses pengkaderan bisa dilakukan apabila secara personal dekat. Bagaimana bisa diketahui pola pikir, sikap dan perilaku kader jika tidak ada sentuhan personal?
- Pendekatan program/tugas. Pendekatan personal saja tidak cukup, harus dengan pendekatan program atau tugas. Bagaimanapun hebatnya pendekatan personal dengan segala kebaikan hati, hal itu belum memadai. Maka pendekatan tugas/program akan menjadikan calon pemimpin lebih terampil, bertambah pengalaman dan wawasan. Ia akan lebih berhati-hati dan hal itu menumbuhkan jiwa kesungguhan serta militansi, karena penugasan berarti mendidik untuk bertanggungjawab dan dipertanggungjawabkan.
- Pendekatan idealisme, yaitu upaya memberikan ruh atau ajaran filosofis di balik penugasan. Seorang kader hendaknya diberi pemahaman bahwa seluruh kegiatan yang ada di pondok memiliki jiwa dan nilai yang sangat mulia dan agung. Kemampuan memahami hal ini harus terus diasah agar santri/guru mampu menangkap hikmah dibalik dinamika kehidupan yang ketat.
Begitulah proses kaderisasi kepemimpinan yang strategis dan sistematis diterapkan di Pondok Gontor. Melalui pendekatan yang komprehensif, holistik, dan berkelanjutan, Gontor telah berhasil melahirkan para pemimpin masa depan bangsa dengan kompetensi dan karakter kuat.
Kita tentu tidak dapat meniru strategi Gontor secara utuh dan instan. Namun prinsip dan nilai-nilai positif di dalamnya dapat menjadi referensi berharga bagi upaya serupa di lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Dengan penyesuaian konteks dan kebutuhan, unsur-unsur seperti pengarahan, pelatihan, penugasan, serta uswah hasanah dapat diimplementasikan untuk membentuk kader-kader pemimpin baru.
Lebih dari itu, sebagai elemen masyarakat, kita pun dapat berkontribusi dengan terus mengupayakan dan mendorong pembentukan karakter serta kepemimpinan positif. Dimulai dari lingkup terkecil seperti keluarga, komunitas, organisasi, hingga lembaga pendidikan setempat.
Dengan upaya sungguh-sungguh dan kerja bersama, harapan akan lahir dan bangkitnya pemimpin-pemimpin berkualitas yang membawa peradaban gemilang tentu akan semakin terbuka lebar di masa mendatang.
Penulis: Abdullah Faqih, Mahasiswa STEI SEBI