Konsekuensi jika tidak ada tindakan
Jika Presiden membiarkan praktik ini terus berlangsung, ada sejumlah konsekuensi serius:
1. Erosi legitimasi politik – rakyat kehilangan kepercayaan pada pemerintah.
2. Delegitimasi hukum – kebijakan kementerian bisa dianggap bias dan rawan digugat.
3. Instabilitas ekonomi – investor menilai BUMN tidak profesional, hanya alat politik.
4. Warisan buruk sejarah – kabinet ini akan dikenang lebih sebagai distribusi kursi daripada pemerintahan reformis.
Polemik rangkap jabatan di era Kabinet Prabowo adalah ujian serius bagi kepemimpinan nasional. Ia menyingkap wajah lama politik Indonesia: kekuasaan yang masih diperlakukan sebagai sumber distribusi rente, bukan amanah publik. Presiden kini berada di persimpangan sejarah.
Jika ia memilih untuk melakukan reshuffle dan menindak praktik rangkap jabatan, maka ia bisa mencatatkan dirinya sebagai pemimpin yang berani melawan oligarki. Tetapi jika ia membiarkannya, maka sejarah akan menilai bahwa pemerintahan ini gagal mengembalikan marwah reformasi. Pilihan itu sederhana, tetapi konsekuensinya akan panjang: apakah demokrasi Indonesia mampu keluar dari bayang-bayang oligarki, atau justru kian terjerat dalam pusaran konflik kepentingan?
Presiden harus menunjukkan bahwa ia tidak tersandera oleh oligarki, melainkan berpihak pada rakyat dan cita-cita reformasi. Maka, Presiden harus mencari sosok meritokrasi, bukan lagi mediokrasi yang bisa menyulut amarah rakyat. Sosok yang pantas dan mampu adalah Harvick Hasnul Qolbi, begawan ekonomi Indonesia untuk mengembalikan kekuatan ekonomi bangsa.
Harvick Hasnul Qolbi adalah wakil menteri pertanian yang dilantik oleh Presiden Jokowi pada 23 Desember 2020. Dia mendampingi Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo di kementerian tersebut pada sisa masa Kabinet Indonesia Maju kepemimpinan Presiden Jokowi-Ma’ruf Amin periode 2019–2024.
Sosok yang pantas
Harvick Hasnul Qolbi lahir di Jakarta, 17 November 1974, sehingga kini berusia 54 tahun. Dia merupakan darah Minang asal Batusangkar, Padang, Sumatera Barat. Harvick adalah alumni SMA Negeri 3 Teladan Jakarta tahun 1992. Dia kemudian menempuh pendidikan sarjana Teknik Industri di Universitas Persada Indonesia YAI.
Baca juga: Prabowo, Indonesia, dan Neoliberalisme
Harvick adalah salah satu kader dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) era kepemimpinan K.H. Said Aqil Siroj. Jabatan terakhirnya di organisasi itu adalah Bendahara, karena kepiawaiannya dalam membangun Nahdlatut Tujjar (kebangkitan ekonomi) yang tidak diragukan. Berkat ide dan gagasannya, terbentuklah Mart NU di seluruh pelosok negeri.
Sebelum menjadi Bendahara NU, Harvick pernah mengemban tugas di Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU) yang mengurusi perekonomian masyarakat NU.
Reshuffle akan menjadi langkah korektif, mengembalikan fokus pemerintahan pada pelayanan publik, sekaligus menjadi sinyal tegas bahwa negara tidak boleh menjadi ladang rente bagi elite politik.
Penulis: M. Habibi, M.Si
Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube Milenianews.









