Kritik terhadap Jabariyah: Pasif dan Status Quo
Jabariyah sering dikritik karena dianggap melemahkan tanggung jawab individu dan mendukung status quo. Oleh karena itu, kita perlu mengetahui pentingnya menekankan pendekatan kritis terhadap warisan teologis yang sesuai, untuk memastikan bahwa nilai-nilainya tetap relevan dan bermanfaat bagi masyarakat.
Kesenjangan ekonomi di Indonesia tidak hanya dipicu oleh faktor luar maupun struktural, tetapi juga oleh kesadaran serta tindakan individu dalam masyarakat. Dalam sebuah sistem ekonomi yang terbuka, kebijakan pemerintah dan struktur ekonomi memang berperan besar. Namun, jika individu di masyarakat tidak memiliki kesadaran untuk berbagi, bersikap adil, dan mengedepankan nilai-nilai solidaritas, maka kesenjangan tersebut akan terus meluas.
Pandangan Qadariyah memberikan sumbangan yang signifikan dalam hal ini. Dalam konteks teologi Islam, Qadariyah merupakan aliran yang meyakini bahwa manusia memiliki kebebasan sepenuhnya dalam membuat keputusan dan bertindak. Dengan kata lain, individu tidak bisa sepenuhnya menempatkan kesalahan pada takdir terkait situasi yang dihadapi, termasuk dalam hal ekonomi.
Dalam pandangan ini, kemiskinan dan ketidaksetaraan bukanlah sesuatu yang harus diterima secara pasif sebagai takdir, melainkan sebagai tantangan yang perlu dihadapi dengan upaya dan kesadaran sosial yang aktif.
Karena itu, pemikiran Qadariyah mengajarkan bahwa individu memiliki tanggung jawab moral terhadap kondisi sosial di sekelilingnya. Dalam ranah ekonomi, ini berarti setiap orang memiliki kewajiban untuk menciptakan keadilan, baik dengan mengelola sumber daya yang ada, membantu orang lain, maupun memperjuangkan sistem ekonomi yang lebih adil. Kebebasan yang dimiliki manusia menurut Qadariyah bukanlah kebebasan tanpa batas, melainkan kebebasan yang disertai tanggung jawab dan difokuskan pada kebaikan bersama.
Dalam ranah kebijakan publik, pemikiran ini bisa menjadi landasan untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam usaha mengurangi kemiskinan dan mencapai pemerataan kesejahteraan. Sebagai wakil dari masyarakat, pemerintah dituntut untuk merumuskan kebijakan yang adil dan mendukung kelompok-kelompok yang terpinggirkan. Namun, kesuksesan kebijakan ini sangat bergantung pada adanya kesadaran dan komitmen individu-individu dalam masyarakat untuk berkontribusi dalam menciptakan tatanan sosial yang lebih adil.
Di samping itu, pemikiran Qadariyah juga mengkritik sikap putus asa yang kerap muncul dalam masyarakat. Keyakinan bahwa kemiskinan adalah takdir yang tidak bisa diubah menghalangi terjadinya transformasi sosial. Sebaliknya, Qadariyah menentang pandangan tersebut dan memotivasi individu untuk aktif dalam memperbaiki keadaan hidup mereka. Dalam hal ini, teologi Qadariyah sejalan dengan semangat pembangunan dan keadilan sosial yang menuntut kerja keras, keadilan, serta solidaritas antara sesama warga negara.
Penulis: Ruaedah, Dosen serta Iftinant Najla Alamsyah, Zalfa Laila, Aulia Fransiska, Mahasiswa Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta
Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube MileniaNews.