Meraih Husnul Maut, dari Husnul Hayah hingga Husnul Khatimah

husnul maut

Mata Akademisi, Milenianews.com – Sungguh, doa yang sering dipanjatkan Baginda Nabi Muhammad SAW yang juga disebut doa sapu jagat adalah memohon kebaikan di dunia dan akhirat. “Di antara mereka ada juga yang berdoa, ‘Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat serta lindungilah kami dari azab neraka’” (QS. Al-Baqarah [2]: 201). Doa ini pula yang menegaskan visi hidup seorang muslim, yakni berjaya di dunia dan di akhirat serta masuk surga.

Sejatinya, hidup di dunia ini hanyalah menanti kematian yang pasti ditemui setiap orang. “Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Hanya pada hari Kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Siapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh dia memperoleh kemenangan. Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya” (QS. Ali Imran [3]: 185).

Baca juga: Doa Abdul Muththalib

Akan tetapi, bagi seorang muslim, hidup bukan hanya sekadar hidup dan mati pun bukan sekadar mati. Hidup dan mati harus memiliki arti. Jika hanya hidup dan mati, sama saja dengan hewan dan tumbuhan. Jadi, bukan hanya soal hidup atau mati, tetapi bagaimana agar hidup dan mati dalam kebaikan. Sebab, masih ada kehidupan di alam barzakh dan akhirat yang abadi untuk memetik hasil jerih payah selama di dunia (QS. Al-Baqarah [2]: 25).

Hakikat kematian yang baik (husnul maut) adalah manakala di ujung kehidupan seseorang berada dalam kebaikan (husnul khatimah), yakni tunduk dan berserah diri kepada Allah SWT (QS. Ali Imran [3]: 103). Ulama dan sastrawan ternama, Prof. Buya Hamka, dalam Tafsir Al-Azhar menjelaskan,
“Pegang teguh takwa itu sampai mati dan mati tetap dalam Islam. Sekali telah datang ke dunia, maka jiwa telah terisi dengan kepercayaan kepada Tuhan dan berbakti (takwa) kepada Tuhan. Dengan demikian, jiwa menjadi kebal dan besar. Apabila pendirian hidup dan pandangan hidup ini telah dibentuk dalam jiwa, kamu tidak akan dapat dipermain-mainkan orang lagi.”

Lima Syarat Meraih Husnul Maut

Visi hidup muslim yang tercantum dalam kalimat suci “fiddun-ya hasanah wa fil akhirati hasanah” (kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat) menunjukkan mata rantai kehidupan. Pakar bahasa Arab dan penulis buku Miftahul Anwar: Cara Cepat Membaca Kitab Kuning, KH. Syukron Ma’mun, MA, menjelaskan bahwa huruf wau (“dan”) sebagai huruf sambung (‘athaf) yang menghubungkan antara kebaikan dunia dan akhirat dinamai ‘athaf lil muthlaqil jaami’ (penghubung yang menyeluruh), sehingga antara keduanya tidak bisa dipisah dan harus berkesinambungan.

Secara berangkai, beliau menyebutkan lima syarat meraih husnul maut, yakni:

  1. Husnul Hayah (kehidupan yang baik)
    Untuk meraih husnul maut mesti memiliki husnul hayah, yakni kehidupan yang baik. Sebab, seseorang tidak akan meraih husnul maut jika tidak mengupayakan kehidupan yang baik, yaitu yang sejalan dengan tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW.
    “Siapa yang mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan dia seorang mukmin, sungguh Kami pasti akan berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang selalu mereka kerjakan” (QS. An-Nahl [16]: 97).

  2. Husnul ‘Amal (perbuatan yang baik)
    Untuk mencapai husnul hayah mesti didahului husnul ‘amal (amal saleh), yakni dilandasi keikhlasan karena Allah SWT dan sesuai tuntunan Rasulullah SAW. Bukan hanya sekadar amal yang banyak, tetapi juga berkualitas terbaik, sehingga memberi dampak perubahan bagi kemaslahatan umat.
    “Yaitu yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun” (QS. Al-Mulk [67]: 2).

  3. Husnul Fahmi (pemahaman yang baik)
    Untuk melahirkan husnul ‘amal diperlukan pemahaman yang baik. Sebab, salah paham atau gagal paham akan berdampak buruk pada sikap dan perilaku. Pemahaman yang baik harus dibingkai dengan kaidah dan nalar sehat dalam naungan pendapat para ulama yang istiqamah dan terpercaya (ulama mujtahid).
    Nabi bersabda, “Siapa yang dihendaki Allah untuk mendapat kebaikan, maka Allah akan memberikan pemahaman kepadanya tentang agama” (HR. Ibnu Majah).

  4. Husnul ‘Ilmi (ilmu yang baik)
    Untuk meraih husnul fahmi harus dibekali husnul ‘ilmi. Sebab, seseorang tidak akan memahami suatu perkara jika tidak menguasai ilmunya. Ukuran suatu pekerjaan itu benar jika sesuai dengan standar keilmuan (kaidah), karena semua hal ada ilmunya.
    Keilmuan akan melahirkan keahlian, dan pengalaman melahirkan kearifan. Namun, tidak semua orang berilmu memiliki pemahaman yang benar. Oleh karena itu, Nabi SAW menyuruh kita memohon tambahan ilmu yang bermanfaat (HR. Tirmidzi).

  5. Husnul Iman (iman yang baik)
    Untuk mendapatkan husnul ‘ilmi mesti didasari husnul iman, yakni akidah tauhid (QS. Al-Mujadalah [58]: 11). Sebab, jika ilmu tidak didasari iman, maka akan lahir ‘ilmu faasid (ilmu yang merusak, tidak bermanfaat) yang menyesatkan akidah, ibadah, dan akhlak.
    Kerusakan iman akan melahirkan kerusakan ilmu dan pemikiran seperti paham sekularisme, pluralisme, dan liberalisme yang destruktif (QS. Ar-Rum [30]: 41).

Baca juga: Datang Maulidan Cuma Mau Makan-Makan Doang? Rugi Kalau Gak Tahu Maknanya! 

Akhirnya, husnul maut akan diperoleh setelah meraih husnul hayah, husnul ‘amal, husnul fahmi, husnul ‘ilmi, dan husnul iman. Bahkan, bukan hanya husnul maut, tetapi juga akan dianugerahi al-maut al-jamiilah (kematian yang indah). Jangan sampai kita buruk iman, buruk ilmu, buruk pemahaman, buruk amal, dan buruk kehidupan yang akhirnya berujung pada su’ul khatimah (ujung hidup yang buruk).

Allahu a‘lam bish-shawab.

Penulis: Dr. Hasan Basri Tanjung, Dosen UIKA Bogor/Ketua Yayasan Dinamika Umat

Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube Milenianews.

Penulis: Dr. Hasan Basri TanjungEditor: Sismia Wandi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *