Mengungkap Misteri Aset Wakaf

Solihatul Hidayah, Mahasiswa STEI SEBI. (Foto: Istimewa)

Milenianews.com, Mata Akademisi– Perlu diketahui bahwa segala sesusatu yang telah seseorang wakafkan baik itu berupa benda bergerak, benda mati maupun harta tidak akan berkurang nilainya sampai tidak terbatas waktunya. Wakaf dibagi menjadi 2 yaitu wakaf secara permanen (selamanya) atau temporer (berbatas waktu). Diadakannya wakaf temporer ini agar para wakif (orang yang berwakaf) bisa mewakafkan hartanya tanpa takut kekurangan harta di  masa mendatang.

Untuk tetap menjaga nilai aset wakaf ini diperlukan orang atau organisasi yang dapat mengelolanya yang disebut nadzir. Jadi, apakah aset wakaf bisa menjadi hak milik nadzir maupun orang lain?

Jawabannya adalah ‘Big NO”,  tentu saja tidak karena aset wakaf digunakan untuk kepentingan sosial seperti sarana dan kegiatan ibadah, pendidikan, serta untuk meningkatkan ekonomi umat. Hanya saja karena nadzir telah  mengelola dan mengembangkan aset wakaf, maka diberikan ujroh/beberapa persen hasil kelolaan asetnya.

Nadzir dalam mengelola aset wakaf memiliki aturan khusus yaitu PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) 112 yang kini telah berubah menjadi PSAK 412 agar tidak terjadi adanya fraud (kecurangan) dan kesalahan dalam mengelola wakaf. PSAK 412 ini mengatur akuntansi wakaf yang didalamnya terdapat pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi wakaf.

  1. Pengakuan aset wakaf

Entitas wakaf dalan hal ini adalah nadzir, dapat mengakui penerimaan aset wakaf (awal) pada saat telah terjadinya pengalihan kendali secara fisik aset (manfaat ekonomi) juga secara hukum yaitu dengan adanya akta ikrar wakaf. Apabila belum terpenuhi dari keduanya maka belum bisa diakui sebagai penerimaan wakaf, namun harus tetap diungkapkan dalam Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK). Seperti halnya wasiat wakaf dan janji wakaf, keduanya tidak dapat diakui sebagai penerimaan.

Pada wakaf temporer diakui aset wakafnya sebagai liabiltas (utang). Mengapa demikian? karena wakaf temporer harus dikembalikan asetnya pada saat waktu yang telah ditentukan, sehingga penghasilan entitas wakaf terdapat pada hasil pengelolaan aset wakaf tersebut (imbal hasil).

Ilustrasi wakaf temporer:

Andi mewakafkan uangnya sebesar Rp.1.000.000 kepada nadzir Amanah dengan akad temporer selama 2 tahun. Ketika dikelola oleh nadzir dari uang Rp.1.000.000 mendapat keuntungan sebesar Rp.200.000. maka yang diakui sebagai penerimaan wakaf adalah Rp.200.000. Sedangkan uang Rp.1.000.000 diakui sebagai utang yang mana jika masa akad 2 tahun tersebut telah habis akan dikembalikan lagi kepada Andi.

  1. Pengakuan manfaat wakaf

Asset wakaf yang diterima oleh entitas wakaf tidak hanya dikelola, tetapi juga dialokasikan manfaatnya kepada para mauquf alaih yang mana ia adalah pihak yang ditunjuk wakif untuk menerima manfaat dari wakaf tersebut. Untuk mengakui penyaluran tersebut, entitas wakaf memiliki syarat yang harus dipenuhi, yaitu manfaat wakaf harus diterima secara langsung oleh mauquf alaih. Apabila penyaluran dilakukan melalui pihak ketiga, hal ini dianggap sebagai piutang wakaf hingga pihak ketiga memberikan manfaatnya secara langsung kepada mauquf alaih. Dengan demikian, proses pengelolaan dan penyaluran manfaat wakaf menjadi jelas dan terstruktur, menjaga kejelasan hubungan antara entitas wakaf, pihak ketiga, dan mauquf alaih.

  1. Pengukuran aset wakaf

Ketika aset wakaf diterima oleh entitas, maka pengakuan penerimaannya diukur sebesar nilai nominal apabila berupa uang, dan jika bukan berupa uang, maka diakui sebesar nilai wajar dari barang tersebut (sesui harga pasar yang berlaku). Begitu juga ketika akan terjadi penyaluran, maka diukur sesuai nilai wajar dari apa yang akan disalurkan

Berbeda dengan wakaf logam mulia. untuk diakui sebagai penerimaan, maka harus diukur harganya sesuai tanggal penerimaan, apabila terdapat perbedaan harga maka selisihnya diakui sebagai dampak pengukuran ulang aset wakaf.

  1. Penyajian aset wakaf

Penyajian aset wakaf temporer dalam laporan keuangan terdapat pada akun liabilitas (utang),  bukan akun pendapatan.

  1. Pengungkapan

Segala informasi penting yang tidak tercantum dalam laporan keuangan yang empat, maka diungkapkan pada Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK). Untuk laporan keuangan itu sendiri pada entitas wakaf terdiri dari:

  1. Laporan Posisi Keuangan
  2. Laporan Rincian Aset Wakaf
  3. Laporan Aktivitas
  4. Laporan Arus Kas
  5. CALK

Dengan diberlakukannya PSAK 412, konsep transparansi kini meresap dalam pengelolaan dan pelaporan keuangan entitas wakaf. Hal ini tidak hanya menjadi instrumen vital untuk menjamin keterbukaan dalam seluruh aspek yang berkaitan dengan keuangan, tetapi juga mengeliminasi keraguan terhadap aset yang akan atau telah kita wakafkan. Dalam realitas berwakaf, peluang untuk berkontribusi dan menciptakan dampak positif secara signifikan terbuka lebar. Oleh karena itu, mari bersama-sama bergerak menuju masa depan yang lebih baik dengan mengambil langkah konkret melalui praktik wakaf yang terukur dan transparan.

Penulis:   Solihatul Hidayah, Mahasiswa STEI SEBI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *