Milenianews.com, Mata Akademisi – Di era digital tahun 2025, masyarakat hidup dalam arus informasi yang sangat cepat dan masif. Media sosial seperti TikTok, Facebook, dan Instagram menjadi ruang utama penyebaran informasi, baik yang bersifat edukatif maupun menyesatkan. Fenomena berita hoaks, video deepfake selebritas, hingga konten kecerdasan buatan (AI) yang meniru dakwah agama kian marak dan sulit dibedakan dari yang autentik. Kondisi ini menimbulkan kebingungan, terutama dalam menentukan mana informasi yang benar dan mana yang palsu.
Sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, pertanyaan mendasar pun muncul: bagaimana Al-Qur’an tetap dapat dijadikan sumber kebenaran yang pasti di tengah banjir informasi digital yang manipulatif? Pertanyaan ini dijawab secara komprehensif dalam buku Ulum Al-Qur’an: Memahami Otentifikasi Al-Qur’an karya Dr. H. Sahid HM (2016), khususnya pada Bab III yang berjudul “Al-Qur’an sebagai Bukti Kebenaran” (hlm. 31–54). Melalui kerangka analisis yang mencakup definisi, keotentikan, dan bukti kebenaran Al-Qur’an, ditegaskan bahwa Al-Qur’an tetap tidak tertandingi, bahkan di hadapan tantangan hoaks dan teknologi modern.
Definisi dan Keotentikan Al-Qur’an sebagai Firman Ilahi
Al-Qur’an sebagai bukti kebenaran didefinisikan sebagai “firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk melemahkan orang-orang yang menentangnya, meskipun hanya dengan satu surat yang pendek, dan membacanya bernilai ibadah” (Sahid, 2016, hlm. 35). Definisi ini menegaskan bahwa Al-Qur’an bukanlah produk intelektual manusia, melainkan kalam Allah yang diturunkan secara mutawatir melalui perantaraan Malaikat Jibril as.
Keotentikan Al-Qur’an juga ditegaskan melalui jaminan langsung dari Allah SWT, sebagaimana termaktub dalam firman-Nya: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an dan sesungguhnya Kami pula yang menjaganya” (QS. Al-Hijr: 9). Jaminan ilahi ini menjadi dasar teologis yang membedakan Al-Qur’an dari seluruh produk informasi manusia, termasuk teknologi digital dan kecerdasan buatan.
Mukjizat Al-Qur’an dan Tantangan Sepanjang Zaman
Kebenaran Al-Qur’an juga dibuktikan melalui tantangan mukjizat yang disampaikannya, yaitu ketidakmampuan manusia dan jin untuk menciptakan sesuatu yang sebanding dengannya. Tantangan ini ditegaskan dalam QS. Al-Isra ayat 88 (Sahid, 2016, hlm. 46). Hingga kini, tantangan tersebut belum pernah terjawab, meskipun ilmu pengetahuan dan teknologi telah berkembang sangat pesat.
Kegagalan teknologi modern untuk menandingi keindahan susunan bahasa Al-Qur’an serta ketepatan informasinya tentang hal-hal gaib—seperti kisah kehancuran Fir’aun dan proses embriologi manusia—menjadi bukti bahwa Al-Qur’an memiliki struktur ilahi yang mustahil direkayasa oleh manusia (Sahid, 2016, hlm. 51–52).
Baca juga: Qirā’at QS. Al-Ahzab: 33 dan Ruang Karir Perempuan dalam Perspektif Matan Syatibi
Pengalaman Mahasiswa Menghadapi Konten Keagamaan Berbasis AI
Sebagai mahasiswa semester satu Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, tantangan ini mulai dirasakan secara langsung. Berbagai konten keagamaan berbasis AI kerap dijumpai di media sosial, mulai dari pembacaan ayat Al-Qur’an dengan suara yang menyerupai qari terkenal hingga dakwah digital yang meniru gaya para ustadz populer. Sekilas, konten tersebut tampak meyakinkan dan menarik. Namun, di sisi lain, muncul keraguan mengenai keaslian dan otentisitasnya.
Pengalaman tersebut menumbuhkan kewaspadaan dalam menyikapi informasi keagamaan. Dari sinilah disadari bahwa Al-Qur’an memiliki fungsi sebagai Furqan, yakni pembeda antara kebenaran dan kebatilan (Sahid, 2016, hlm. 37). Oleh sebab itu, setiap kutipan ayat atau pesan keagamaan yang beredar di media sosial tidak dapat diterima begitu saja tanpa verifikasi konteks dan keabsahannya.
Al-Qur’an sebagai Pedoman di Tengah Arus Informasi Digital
Rutinitas harian seperti membaca, menghafal, dan merenungkan ayat-ayat Al-Qur’an semakin memperkuat keyakinan bahwa teknologi, meskipun sangat membantu, tetap memiliki keterbatasan dalam menyampaikan kebenaran hakiki. Al-Qur’an tidak hanya berfungsi sebagai bacaan, tetapi juga sebagai dzikir, peringatan, dan pedoman utama dalam menilai realitas kehidupan, termasuk informasi digital yang beredar luas.
Melalui interaksi langsung dengan Al-Qur’an, disadari bahwa pencarian kebenaran di era digital menuntut ketelitian, kesungguhan, dan kedalaman pemahaman. Al-Qur’an bukan sekadar teks yang dibaca atau didengarkan, melainkan pedoman hidup yang membantu memilah informasi serta meneguhkan iman di tengah derasnya arus digital.
Al-Qur’an sebagai Kompas Kebenaran
Al-Qur’an merupakan kompas kebenaran di era digital saat ini. Sebagai firman Allah yang mutawatir, dijaga secara ilahi, dan dibuktikan melalui mukjizat sepanjang zaman, Al-Qur’an tetap unggul menghadapi hoaks, deepfake, dan kecanggihan teknologi modern (Sahid, 2016, hlm. 31–54). Bagi penulis, Al-Qur’an menjadi pegangan harian dalam memilah kebenaran. Mencari kebenaran bukanlah soal mengikuti apa yang viral, melainkan menyelami makna ilahi yang menuntun hati dan akal secara bersamaan.
Penulis: Siti Adinda Nurpadilah, Mahasiswa Institut Ilmu Al-Qur’an
Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube MileniaNews.







